Last week review:
AS yang memasuki masa tenang menjelang FOMC Meeting yang akan dimulai esok hari 13 Juni, serentak mencatatkan posisi di teritori positif secara mingguan dengan S&P500 naik 0.38%, memperpanjang minggu kemenangan untuk ke-empat kalinya dan merupakan yang terpanjang sejak Juli-Agustus 2022. Nasdaq bahkan menorehkan prestasi naik 7 minggu berturut-turut dan menutup minggu lalu dengan pertumbuhan 0.13%. Sementara Dow Jones berhasil merangkak naik 0.33% pada pekan lalu didukung oleh rally saham-saham mega cap (terutamanya di sektor Teknologi, yang melaju terdorong oleh jatuhnya yield obligasi negara), laporan emiten pada earnings season yang hasilnya ternyata lebih baik dari perkiraan; dan terutamanya adalah ekspektasi kebanyakan pelaku pasar bahwa bank sentral AS mendekati akhir dari trend naik suku bunga. CBOE Volatility Index, yang mengukur kekhawatiran para investor pasar saham, turun ke titik terendah terbaru setelah pandemi. Pelaku pasar bahkan telah memperhitungkan 72% kemungkinan Federal Reserve akan menahan Fed Fund Rate pada posisi 5%-5.25% pada keputusan FOMC Meeting 14 Juni, seperti dilansir oleh CME Group FedWatch Tool. Ancaman resesi global & ancaman Inflasi yang membandel sejatinya masih menghantui. Hal ini didasari oleh angka US PMI (Mei) yang masih terkontraksi, Factory Orders (Apr) yang melemah, Initial Jobless Claims yang naik ke level tertinggi 20 bulan. Gambaran masa depan dunia di ambang resesi juga terasa di benua Eropa, terbukti dari laporan PMI (Mei) untuk ketiga wilayah utama mereka yaitu Jerman, Inggris, dan Zona Euro yang mana semuanya memang masih berjuang untuk tetap berada di jalur ekspansi. Bahkan World Bank pun seraya sekata dengan merilis prospek negatif perekonomian global terbaru dengan merilis Global Economic Prospect (GEP) edisi Juni 2023, di mana pertumbuhan ekonomi global pada 2023 diproyeksikan tumbuh 2,1%. Jika terealisasi, maka pertumbuhan ekonomi tahun ini akan melambat dari 2022 lalu yang mencapai 3,1%. Sementara itu, pada 2024 pertumbuhan ekonomi global diperkirakan mampu mencapai 2,4%. Aura perlambatan ekonomi global semakin dipertegas oleh angka Trade Balance (Mei) dari dua negara terkuat di dunia yaitu China & AS, di mana China merilis angka surplus Trade Balance (Mei) mereka yang drop tak mampu penuhi ekspektasi. Ekspor & Impor China mengerut masing masing 7.5% & 4.5% yoy. Sementara AS pun mengumumkan Trade Balance (Apr.) yang mencatatkan defisit di angka USD 74.6 miliar, membengkak dari periode sebelumnya di USD 60.6 miliar. Sejauh ini, China masih terseok-seok menjalankan perannya selaku booster pertumbuhan ekonomi global semenjak re-opening mereka. Di sisi lain, ada kabar baik dari Chinese Composite PMI berhasil ekspansi ke tingkat 55.6 lebih tinggi dari periode sebelumnya 52.9, ditopang oleh sektor jasa mereka. Sedihnya, CPI (Mei) China yang jadi patokan permintaan & daya beli domestik tak kunjung bangkit dan malah masih terjadi deflasi di level -4.6%. Uniknya, IHSG juga berhasil melonjak 0.92% pada pekan lalu, menjaring beli bersih asing senilai IDR 81.54 miliar; menambah pundi-pundi Foreign Net Buy menjadi IDR 2.92 triliun secara bulanan dan IDR 20.68 triliun secara YTD. Sentimen pertumbuhan ekonomi Indonesia sepertinya jauh lebih baik dari kebanyakan negara di dunia, nyata dari angka turis mancanegara yang meningkat signifikan pada April 2023, dan tingkat Inflasi (Mei) jatuh ke tingkat terendah 12 bulan di level 4%, dari 4.33% di bulan April. Indonesia merilis laporan Cadangan Devisa (Mei) yang turun di posisi USD 139.3 miliar, dibandingkan posisi April pada USD 144.2 miliar. Selama semingguan ini, posisi nilai tukar Rupiah masih nyaman di level psikologis IDR 15,000, pekan lalu ditutup pada IDR14,835/USD.
This week’s outlook:
Pekan ini digadang sebagai pekan yang memuat banyak laporan ekonomi yang signifikan, terlebih menantikan keputusan Federal Reserve terkait apakah akan melanjutkan trend naik suku bunga yang telah dimulai sejak 15bulan lalu, ataukah akan memulai pengeremannya. Jangan lupa US juga akan memantau data Inflasi (May) yang akan jadi kunci penentu keputusan tsb Ekspektasi pasar berharap akan melihat US CPI mampu kembali melandai di bulan Mei walau Inflasi Inti tak akan banyak bergeser; dan pastinya masih belum masuk batas aman yang ditargetkan The Fed yaitu 2%. Kalender ekonomi AS juga akan memuat data Inflasi di tingkat produsen, angka penjualan retail untuk bulan May, dan tak lupa Initial Jobless Claims mingguan. European Central Bank & Bank of Japan juga akan menggelar rapat terkait kebijakan moneter, dimana ECB diprediksi akan kembali tetapkan kenaikan suku bunga mereka sebesar 25bps. Sekedar mengingatkan, tingkat Inflasi Eurozone masih berada pada tingkat 6.1%, sekitar 3x dari target aman ECB di 2% ; walau diakui sukses melandai dari puncaknya 10.6% pada bulan Oktober lalu. SEmentara itu, dunia masih akan mengarahkan pandangan pada laporan ekonomi China yang akan merilis data : harga rumah baru, tenaga kerja, industrial production, dan penjualan retail semuanya untuk bulan May dan berharap momentum perbaikan ekonomi setelah usai pandemi Covid bisa lebih bersemangat. Dari dalam negeri, pekan ini Indonesia akan memantau Consumer Confidence (May) , Retail Sales , Trade Balance (May) di mana surplus diprediksi melemah ke angka USD 3.2milyar dari USD 3.94milyar pada bulan April terdampak gejala perlambatan ekonomi global.
Download full report HERE.