IHSG Berada Di Zona Merah
Pada pekan lalu, IHSG diwarnai berbagai sentimen. Sentimen global pada awal pekan adalah keputusan Trump untuk menunda pemberlakuan tarif impor 5% atas seluruh produk Meksiko karena langkah tegas Meksiko untuk menahan imigran gelap dengan meningkatkan penjagaan di perbatasan bagian selatan negaranya. Selain itu, the Fed mensinyalkan penurunan FFR setelah mempertimbangkan dampak perang dagang yang memperlambat pertumbuhan Purchasing Manager Index (PMI) sehingga hanya mencapai level 50,9 pada Mei, lebih rendah dari 53 pada April. Penurunan PMI AS semakin meningkatkan kekhawatiran pelaku pasar atas kemungkinan besar perlambatan ekonomi AS pada 2Q19. Dari sisi domestik, data inflasi Mei 2019 meningkat 0,68% m-m atau 3,32% y-y. Kondisi ini cukup wajar mengingat bulan Ramadan jatuh bertepatan pada Mei sehingga IHSG tetap menguat 1,30% ke level 6,289. Pada pertengahan pekan lalu, Presiden Trump mengatakan siap untuk memberlakukan tarif lanjutan atas produk impor Tiongkok jika kemajuan negosiasi dagang antara kedua negara gagal dicapai. Rencananya negosiasi tersebut akan dilakukan di KTT G20 pada akhir Juni. Hal ini membuat perang dagang kian memanas. Di tengah eskalasi perang dagang, ekspor Tiongkok pada Mei naik tipis 1,1% y-y dari penurunan 2,7% y-y pada April. Dari domestik, Bank Indonesia (BI) mensinyalir penurunan 7 Days Reverse Repo Rate (7-DRRR) sejalan dengan rendahnya inflasi dan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi domestik. IHSG sempat ditutup melemah 0,47% yang dipicu oleh aksi profit taking dan data cadangan devisa yang tidak sesuai harapan. Penjualan ritel periode April 2019 tercatat tumbuh 6,7% y-y jauh mengalahkan pencapaian periode sebelumnya yang sebesar 4,1%. Hal ini merupakan sentimen yang positif lantaran konsumsi masyarakat Indonesia terbukti sedang kuat. Namun, sentimen ini belum berhasil menggerakkan IHSG sehingga pada akhir pekan lalu IHSG ditutup melemah ke level 6.250.

Download laporan lengkapnya di SINI.