Data US Nonfarm Payrolls (Feb.) yang ditunggu-tunggu para pelaku pasar sebelum FOMC Meeting 21-22 Maret, merilis penambahan tenaga kerja baru sebesar 311 ribu, lebih tinggi dari forecast 205 ribu, namun sukses turun jauh dari periode Jan. yang mengejutkan di angka 504 ribu. Unemployment Rate (Feb.) pun bertambah 3,6% dari bulan sebelumnya 3,4%, sejalan dengan Initial Jobless Claims yang keluar lebih awal di angka 211 ribu, lebih besar dari forecast dan minggu sebelumnya. Sebelum itu, data tenaga kerja yang menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja baru di sektor swasta alias ADP Nonfarm Employment Change (Feb.) juga sama-sama menunjukkan peningkatan, kali ini di angka 242 ribu (lebih tinggi dari forecast & previous period). Di sisi lain, China merilis surplus data Trade Balance (Feb.) terbesar dalam 5 tahun, namun pasar menyikapi kecewa karena Ekspor & Impor mereka ternyata menunjukkan pertumbuhan negatif; oleh karena itu tak heran jika tingkat Inflasi (Feb.) mereka malah turun dari perkiraan & periode sebelumnya di level 1% YoY.

This week’s outlook:
Pelaku pasar nervous menyikapi kolapsnya Silicon Valley Bank, yang merupakan insiden kejatuhan finansial terbesar sejak krisis keuangan tahun 2008; khawatir bahwa kampanye The Fed untuk memerangi inflasi ternyata mengungkapkan sejumlah kelemahan pada sistem keuangan yang akan semakin parah jika kenaikan suku bunga terus berlanjut. Melengkapi data-data ekonomi krusial bagi penentu keputusan FOMC Meeting 21-22 Maret, Selasa esok akan dirilis angka Inflasi AS (Feb.) di mana para ekonom memperkirakan inflasi mampu melandai ke level 6% YoY dan 0,4% MoM (dari 6,4% YoY & 0,5% Mom pada posisi terakhir). Adapun European Central Bank akan menetapkan kenaikan suku bunga 50 bps pada rapat bank sentral Kamis nanti, menyusul 3% yang telah mereka naikkan sejak Juli dalam rangka mengendalikan tingkat Inflasi Zona Eropa yang terlihat masih cenderung memanas pada bulan lalu. Pelaku pasar juga memperkirakan ECB masih akan naikkan 50 bps lagi pada rapat tanggal 4 Mei. Inggris akan menetapkan anggaran negara yang fungsinya membantu negara mencapai pertumbuhan GDP 1.3% untuk tahun 2024, di mana Bank of England memperkirakan ada kontraksi minor. Dari benua Asia, dunia finansial menunggu rilis data Retail Sales & Industrial Production yang pertama tahun ini dari China, di mana akan memberi sedikit gambaran apakah target pertumbuhan ekonomi di level 5% mampu tercapai; setelah angka performa 3% yang lemah di tahun 2022. Sementara dari Indonesia, angka Trade Balance (Feb.) akan menjadi perhatian pada hari Rabu depan, sebelum keputusan suku bunga diumumkan pada Kamis keesokan harinya.

Download full report HERE.