Last week review:
Pekan lalu sarat dengan data ekonomi yang pegang peranan penting dalam menentukan kebijakan suku bunga ke depannya serta prospek resesi global. Sentimen Wait & See sempat mempengaruhi market yang diawali oleh rasa was-was ketika muncul skema penyelamatan First Republic Bank oleh JPMorgan seharga USD10.6 miliar; sambil menunggu keputusan Federal Reserve AS yang akhirnya memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan AS sebesar 25 bps ke level 5%-5.25%. Pelaku pasar setengah berharap bahwa The Fed bisa mengerem laju kenaikan suku bunga ini pada FOMC Meeting selanjutnya bulan Juni di tengah kekhawatiran pada para investor apakah krisis perbankan AS akan meluas, terlebih ketika merebak berita bahwa muncul Bank PacWest Bancorp yang juga tengah mencari bantuan strategis bahkan sampai mempertimbangkan opsi penjualan. Federal Reserve Chairman Jerome Powell mengatakan bahwa kemungkinan rate pause sejatinya perlu melihat perkembangan data ekonomi, yang mana ternyata masih menunjukkan geliat ekonomi yang panas. PMI AS (Apr.) menunjukkan tanda-tanda kian ekspansif; demikian juga dengan sejumlah data ketenagakerjaan seperti di sektor swasta yaitu ADP Nonfarm Employment Change (Apr.) serta data terakhir di hari Jumat yakni Nonfarm Payrolls (Apr.), di mana keduanya rilis mengejutkan jauh di atas ekspektasi. Kenyataan tersebut di atas membuat Unemployment Rate malah berbalik turun ke level 3.4% (dari 3.5% sebelumnya), membuat pelaku pasar memikirkan komentar bank sentral bahwa jalan menuju target Inflasi 2% masih jauh dan oleh karena itu sepertinya tingkat suku bunga wajar masih akan bertengger di sekitar 5% pada sepanjang tahun ini. Di sisi lain, pemerintah AS juga tengah berkutat dengan Parlemen di sana mengenai urgensi approval menaikkan batas atas utang sebelum tanggal 1 Juni atau pemerintahan AS bisa di-shut down karena keringnya dana operasional.Sejumlah bank sentral dunia juga mengadopsi langkah naik suku bunga yang sama seperti Reserve Bank of Australia dan Bank of Malaysia; serta ECB yang telah mengumumkan kenaikan suku bunga sebesar 25 bps & membawa tingkat suku bunga acuan mereka ke level 3.75%, di tengah Inflasi (Apr.) yang masih kukuh bertengger di tingkat 7%. Aktivitas usaha juga tampak lebih bersemangat di belahan dunia Eropa secara Composite PMI untuk Jerman, Zona Eropa, Inggris di bulan April tampak kian ekspansif dari bulan sebelumnya. Di satu sisi, tidak demikian halnya Composite PMI China (Apr.) yang masih kembali kontraksi ke level 54.4 (dari sebelumnya 57) di mana menurunnya aktivitas usaha tersebar rata di seluruh sektor.Tingkat Inflasi Indonesia (Apr.) berhasil kembali melandai ke posisi 4.33% YoY (vs 4.97% bulan Mar.) walaupun di tengah festive season bulan Ramadhan. Inflasi Inti juga sukses menjinak ke level terendah 10 bulan yaitu 2.83% YoY (vs 2.94% bulan Mar.), yang juga sama-sama lebih rendah dari forecast. Sementara itu, S&P Global Indonesia Manufacturing PMI (Apr.) kian ekspansif ke level 52.7 (vs 51.9 bulan sebelumnya), menandakan sudah 20 bulan berturut-turut terdeteksi adanya pertumbuhan aktivitas pabrikan. Indonesia menutup rapor cemerlang data ekonomi minggu ini dengan melaporkan GDP 1Q23 di level 5.03% YoY (lebih tinggi dari forecast & previous). Posisi nilai tukar Rupiah tetap mantap di bawah level psikologis Rp 15.000, apalagi setelah Bank Sentral Korea Selatan dan Indonesia menandatangani MoU untuk promosikan mata uang kedua pihak melalui transaksi bilateral. Harga minyak akhirnya mampu rebound ke level USD 71.43/barrel ditimpali oleh kenyataan persediaan minyak AS ternyata drop lebih banyak di atas perkiraan plus masih tingginya aktivitas usaha; setelah sebelumnya harga crude oil sempat anjlok serendah-rendahnya ke angka USD 63.64 akibat pandangan para investor akan datangnya gelombang resesi global, yang juga membuat harga emas dunia stabil di atas batas psikologis USD 2000.

This week’s outlook:
Indonesia akan mengawali pekan ini dengan rilis data Cadangan Devisa (Apr.) berbanding posisi sebelumnya di angka USD 145.2 miliar. Angka Inflasi AS (Apr.) akan menjadi acuan yang ditunggu-tunggu pada hari Rabu mendatang, di mana para ekonom memperkirakan akan mampu bertahan di level 5% YoY; di mana Inflasi Inti akan mampu melunak sedikit ke angka 5.5% YoY (dibanding 5.6% pada bulan sebelumnya).Sepanjang pekan ini menyusul data Trade Balance (Apr.) dan Inflasi (Apr.) China di mana para analis harus kembali mengingatkan bahwa konsumsi domestic mereka belum pulih. Para pelaku pasar juga akan memantau lekat-lekat keputusan Bank of England atas suku bunga diperkirakan akan ada kenaikan 25 bps demi memerangi Inflasi mereka yang masih membandel di level double digit 10.1%. Benua Eropa juga akan memonitor angka GDP 1Q23 Inggris yang diperkirakan masih tumbuh lemah, serta Inflasi Jerman (Apr.) yang diperkirakan bisa terus mendingin ke angka 7.2% (dari 7.4% sebelumnya).

Download full report HERE.