Last week review:

PEKAN PERDAGANGAN PERTAMA 2024 YANG PENUH GEJOLAK & MULAI MENGHADAPI KENYATAAN. Ketiga benchmark indeks saham AS mencatat penurunan mingguan pertama dalam 10 minggu: S&P 500 turun 1,54%, Nasdaq Composite merosot 3,26%, dan Dow Jones Industrial Average tergerus 0,59%. Untuk S&P 500, ini bahkan merupakan kinerja mingguan terburuk sejak akhir Oktober 2023, sedangkan Nasdaq mencatatkan minggu terburuk sejak akhir September 2023 lalu. Para investor memilih bersikap hati-hati pada pekan pembukaan tahun 2024, karena mereka menunggu kejelasan lebih lanjut mengenai kapan penurunan suku bunga akan dimulai, dan seberapa cepat hal tersebut akan terjadi. Harapan akan adanya laju pelonggaran suku bunga yang cepat telah memicu rally yang sangat besar di minggu-minggu terakhir tahun 2023; yang membawa S&P 500 berada dalam kisaran 1% dari level tertinggi sepanjang masa, sehingga ketika ada view yang berpotensi melemahkan proyeksi tersebut maka menjadi isyarat untuk aksi ambil untung. Untuk saat ini, konsolidasi terlihat seperti koreksi yang sehat untuk pasar yang mengalami overbought pada akhir tahun lalu. Adapun sentimen pemicunya adalah rilis sejumlah data PMI, Fed Meeting Minutes, dan ketenagakerjaan yang sangat krusial bagi penentuan trend suku bunga kedepannya. Dimulai dari JOLTs Job Openings yang menyatakan lebih sedikit lapangan kerja tercipta di bulan November, dibanding prediksi & bulan sebelumnya. Namun tak lama kemudian ADP Nonfarm Employment Change (Des.) mulai mengubah sentimen dengan menyatakan ada lebih banyak pekerja baru di sektor swasta. Initial Jobless Claims juga menimpali dengan mencatatkan lebih sedikit klaim pengangguran untuk pekan terbaru. Last but not least, Nonfarm Payroll (Des.) melengkapi kejutan ini dengan nyatakan ada 216 ribu pegawai baru di sektor publik, lebih tinggi dari perkiraan & bulan November di sekitar 170 ribuan; apalagi ditambah dengan pertumbuhan Upah rata-rata per jam. Tak pelak faktor tersebut menjadikan Unemployment Rate (Des.) tak beranjak dari posisi bulan November di angka 3.7%. Tanda-tanda perekonomian AS yang kuat juga tergambar pada Composite PMI (Des.) apalagi sektor jasa yang justru semakin ekspansif seperti didata oleh S&P Global Services PMI (Des.) yang berhasil lampaui estimasi ke angka 51.4. Dengan data ekonomi yang masih memanas ini, tak heran para investor mulai meragukan kapan secepatnya bank sentral AS akan laksanakan pemotongan suku bunga, di mana para pelaku pasar sudah mulai perhitungkan sekitar 62% peluang akan terjadi pivot secepat-cepatnya di bulan Maret 2024 (turun dari 72% sepekan sebelumnya menurut CME FedWatch); walau Notulen Rapat The Fed untuk FOMC Meeting yang terjadi di bulan Desember 2023 lalu juga tidak menyatakan secara jelas kapan pivot akan dilakukan.

MARKET ASIA & EROPA: Pekan penilaian PMI juga terjadi di kedua benua tersebut, di mana kebanyakan dari negara utama di benua Eropa seperti Jerman, Eurozone, dan Inggris catatkan PMI yang masih bergelut di wilayah kontraksi (alias bawah 50) untuk bulan Desember 2023. Kabar yang lebih baik datang dari China: data Caixin Manufacturing & Services PMI (Des.) mereka malah berhasil catatkan ekspansi yang semakin kuat. Negara tetangga yaitu Jepang juga masih bisa pertahankan PMI sektor jasa di wilayah ekspansif walau pertumbuhannya mulai mengempis. Jerman mulai merilis perkiraan awal Inflasi bulan Desember yang kembali memanas di level 3.7% yoy terdorong oleh belanja masyarakat yang meningkat pada festive season. Di lain pihak, Inflasi Eurozone (Des.) diperkirakan juga turut memanas ke level 2.9% yoy, sedikit lebih rendah dari perkiraan awal 3.0% karena ternyata German Retail Sales di bulan November secara tak terduga agak lesu pertumbuhannya, minus 2.5% mom dibanding bulan sebelumnya yang positif 1.1%.

INDONESIA: Tingkat Inflasi tahunan Indonesia turun menjadi 2,61% pada bulan Desember 2023, dari level tertinggi 3 bulan di bulan November 2023 sebesar 2,86%, dan angka ini berada di bawah perkiraan pasar yang memperkirakan kenaikan sebesar 2,72% yoy namun tetap berada dalam target bank sentral sebesar 2-4% selama 8 bulan berturut-turut. Secara bulanan, harga konsumen naik 0,41% di bulan Desember, yang terbesar dalam 12 bulan, menyusul kenaikan 0,38% di bulan November, walau di bawah ekspektasi kenaikan 0,5% mom. Sektor Manufaktur memperpanjang pertumbuhan beruntunnya menjadi 28 bulan pada bulan Desember 2023, di mana PMI Indonesia mencapai 52,2, merupakan yang tertinggi sejak bulan September dan menandakan berlanjutnya ekspansi. Data terpisah menunjukkan kunjungan wisatawan asing ke Indonesia meningkat 30,17% yoy menjadi 917,4 ribu pada November 2023, di tengah pemulihan sektor pariwisata yang berkelanjutan.

KOMODITAS: Kedua benchmark harga MINYAK mentah dunia, WTI & Brent, mengakhiri minggu pertama tahun ini dengan harga lebih tinggi, didukung oleh langkah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang memulai penyisiran selama seminggu di Timur Tengah dalam upaya untuk meredam ketegangan regional yang dipicu oleh konflik Israel-Hamas. Situasi keamanan yang genting di Laut Merah akibat serangan militan Houthi juga berpotensi timbulkan gangguan supply secara beberapa shipping company besar seperti Maersk (Denmark) memilih untuk menghindari jalur tersebut untuk sementara waktu. Selain itu, rilis data Nonfarm Payroll di atas perkiraan (actual: 216 ribu vs forecast: 170 ribu) juga merupakan sentimen positif bagi harga Minyak, secara banyaknya lapangan kerja seharusnya menunjukkan tingginya permintaan akan bahan bakar. Namun demikian, Bank of America (BofA) memperkirakan perusahaan dan penyulingan minyak AS kemungkinan akan menghadapi 12 bulan lagi yang penuh tantangan pada tahun 2024, yang memperkirakan harga minyak mentah Brent rata-rata USD 80/barel tahun ini. Harga minyak mentah berjangka turun lebih dari 10% pada tahun 2023 dalam tahun perdagangan yang penuh gejolak yang ditandai oleh naiknya tensi geopolitik dan kekhawatiran terhadap tingkat produksi minyak dari produsen-produsen utama di seluruh dunia. Seperti diketahui, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan
sekutunya, atau OPEC+, saat ini memangkas produksi sekitar 6 juta barel per hari, mewakili sekitar 6% dari pasokan global. Harga EMAS melemah antara 0.8% – 1.0% pada pekan lalu ke sekitar USD2040-2050/ounce menyusul penurunan yang kuat menjelang akhir tahun 2023, akibat rebound tajam DOLLAR dengan fokus sekarang tertuju pada data utama pasar tenaga kerja AS sebagai isyarat lebih lanjut mengenai penurunan suku bunga pada tahun 2024. Setelah pasar sedikit mengurangi spekulasi bahwa penurunan suku bunga akan dimulai pada bulan Maret 2024, pemikiran ini mendorong kenaikan tajam Dollar, dengan greenback catatkan kenaikan mingguan lebih dari 1% – yang terbaik sejak Juli 2023.

This week’s outlook:

Data inflasi AS akan menjadi fokus utama minggu ini karena para investor menunggu kejelasan lebih lanjut mengenai trend suku bunga Federal Reserve di masa depan. Bank-bank besar AS memulai sesi laporan pendapatan, sementara Inggris akan merilis data PDB. Inilah yang perlu Anda ketahui untuk memulai minggu Anda:

1. Data Inflasi: AS akan menerbitkan angka indeks harga konsumen (Consumer Price Indeks/CPI) terbaru pada hari Kamis, diikuti sehari kemudian oleh laporan harga produsen (Producer Price Index/PPI), dan para investor mencermati petunjuk mengenai kemungkinan arah suku bunga. Penurunan inflasi secara bertahap telah memicu spekulasi bahwa The Fed akan mulai menurunkan suku bunganya segera pada bulan Maret, terdapat 64% peluang seperti didata oleh Fed Rate Monitor Tool milik Investing.com. Inflasi China juga jadi faktor penting yang diperhatikan para pelaku pasar, sedianya dirilis hari Jumat berbarengan dengan data Trade Balance mereka dan yang terutama adalah memantau perbaikan Ekspor – Impor China.

2. Pendapatan Bank: Bank-bank besar AS memulai musim laporan kinerja dengan JPMorgan Chase, Bank of America, dan Citigroup akan melaporkan performa kuartal keempat dan setahun penuh pada hari Jumat depan. Musim laporan keuangan ini akan menjadi ujian terhadap tingginya ekspektasi atas keuntungan perusahaan. Analis memperkirakan pendapatan Perusahaan S&P 500 akan meningkat sebesar 11% pada tahun 2024 setelah hanya meningkat 3% pada tahun 2023, menurut data LSEG yang dikutip oleh Reuters.

3. Lautan Badai: Sebelumnya pengamat pasar telah mengamati apakah konflik Israel – Hamas mampu mengerek harga MINYAK naik tinggi, namun dengan ekspektasi pasokan global yang besar terutama dari AS yang memompa produksi minyaknya ke tingkat rekor, sepertinya harga Minyak masih adem ayem saja. Namun ketika sekelompok shipping company besar mengalihkan rute kapal mereka menjauh dari Laut Merah, dunia menghadapi gejolak supply disruption terbesar sejak COVID-19 yang terbukti menghambat industri pengangkutan pada tahun 2020. Dampaknya adalah retailer di Barat harus menunggu lebih lama untuk menerima barang dari China, teorinya kekurangan pasokan akan mendorong kenaikan harga pasar, belum lagi freight cost yang melejit akan jadi ancaman baru bagi Tingkat Inflasi yang telah susah payah dikendalikan.

4. GDP Inggris: Inggris akan merilis data PDB bulan November pada hari Jumat dan para ekonom memperkirakan sedikit rebound setelah penurunan di bulan Oktober, yang disebabkan oleh penurunan besar yang tidak biasa dalam aktivitas manufaktur. Bank of England menghadapi seruan dari para pemimpin bisnis; yang khawatir terhadap perekonomian, untuk mulai menurunkan suku bunga. Investor memperkirakan penurunan suku bunga pertama dapat terjadi di bulan Mei. Gubernur BoE Andrew Bailey, bersama dengan beberapa pejabat lainnya, akan memberikan kesaksian di depan parlemen mengenai stabilitas keuangan pada hari Rabu.

5. INDONESIA: akan merilis angka Cadangan Devisa (Des.) Senin ini, yang akan dibandingkan dengan posisi bulan lalu pada USD 138,10 miliar. Disusul Retail Sales pada hari Rabu untuk melihat apakah mampu naik dari posisi sebelumnya pada 2.4%.

Download full report HERE.