Last week review:

Persentase penurunan mingguan untuk S&P dan Nasdaq adalah yang terbesar sejak Maret, dengan beberapa investor mengambil aksi profit-taking setelah lima bulan rally, karena data ekonomi, laba yang mengecewakan, dan meningkatnya imbal hasil Treasury ke level tertinggi November 2022. Dari 422 perusahaan di S&P 500 yang telah melaporkan pendapatan kuartalan hingga Jumat, 79,1% telah melampaui ekspektasi otonom, menurut data Refinitiv. Indeks patokan S&P 500 naik 16,6% tahun ini, didorong oleh prospek ekonomi yang membaik, optimisme atas perkembangan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI); dan tanda-tanda bahwa Federal Reserve hampir mengakhiri kenaikan suku bunga AS. S&P 500 turun 2,27% minggu ini, penurunan mingguan terbesar sejak 10 Maret. S&P 500 diperdagangkan sekitar 19,5 kali perkiraan pendapatan 12 bulan ke depan, jauh lebih mahal daripada rata-rata jangka panjangnya sekitar 15,6 kali, menurut Refinitiv Datastream. Fitch menurunkan peringkat Amerika Serikat menjadi AA+ dari AAA, seraya menyatakan perkiraan penurunan fiskal selama tiga tahun ke depan serta meningkatnya utang pemerintah. Fitch adalah agensi besar kedua yang memotong peringkat negara ini setelah Standard & Poor’s pada tahun 2011 mengeliminasi AS dari negara berperingkat triple-A. Beberapa pialang besar mengatakan penurunan peringkat sedianya tidak akan menghasilkan hambatan yang berarti di pasar keuangan AS, mengingat ekonomi sekarang lebih kuat daripada saat 2011. Dengan pasar memasuki Agustus yang memang bulan lambat secara musiman, penurunan peringkat Fitch menawarkan peluang bagi investor untuk beristirahat sejenak dari kegiatan trading/pasar.

Para pelaku pasar dan pembuat kebijakan menilai kondisi ekonomi AS berdasarkan rilis data makroekonomi sepekan terakhir untuk menimbang apakah kenaikan suku bunga masih harus dilanjutkan. Adapun data manufaktur AS tampaknya telah stabil melambat walau masih di jalur ekspansif pada bulan Juli karena pesanan baru berangsur-angsur membaik, sementara survei menunjukkan lowongan kerja di pabrik turun ke level terendah dalam tiga tahun, menunjukkan bahwa PHK  semakin cepat. Laporan tenaga kerja yang krusial yaitu ADP Nonfarm Employment Change (Juli) menunjukkan penerimaan tenaga kerja di sektor swasta meningkat cukup jauh dari yang diperkirakan pada bulan Juli menjadi 324 ribu (versus forecast 189 ribu); namun di sisi lain Nonfarm Payrolls (juli) alias penerimaan pegawai di sektor publik dirilis lebih rendah dari perkiraan di angka 187 ribu (versus forecast 200 ribu), Meskipun laporan pekerjaan swasta lebih panas dari perkiraan, beberapa ekonom percaya bahwa pasar tenaga kerja sudah melambat sebagai efek dari trend naik suku bunga Federal Reserve. Di satu sisi, ketahanan pasar tenaga kerja yang berkelanjutan juga dapat melindungi ekonomi dari resesi. Departemen Tenaga Kerja melaporkan jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran (Initial Jobless Claims) meningkat sedikit minggu lalu, sementara PHK kenyataannya turun ke level terendah 11 bulan di bulan Juli karena kondisi pasar tenaga kerja tetap ketat. Unemployment Rate bertengger di angka 3.5% (lebih rendah dari perkiraan 3.6%). Pembacaan data-data ekonomi AS ini juga menunjukkan produktivitas pekerja AS meningkat tajam pada kuartal kedua, sementara biaya tenaga kerja melambat; dengan demikian memicu optimisme lebih lanjut bahwa menjinaknya inflasi yang terlihat baru-baru ini kemungkinan akan berlanjut. Namun demikian, beberapa pejabat Federal Reserve masih khawatir inflasi AS masih tetap terlalu tinggi dari Target 2%-nya dan kenaikan suku bunga lanjutan masih diperlukan, meskipun pembacaan baru-baru ini menunjukkan tekanan harga sudah semakin berkurang.

Dari Benua Eropa, Inflasi Euro Zone kembali melandai ke level 5.3% yoy sesuai ekspektasi (vs 5.5% bulan Juni), namun Core CPI malah masih di level 5.5% yoy, tidak bergeming dari bulan sebelumnya. Pelaku pasar menganggap ini sebagai tanda yang menenangkan bagi European Central Bank (ECB) untuk mempertimbangkan mengakhiri trend naik suku bunga yang brutal. Euro Zone juga melaporkan GDP 2Q23 yang sedikit di atas ekspektasi menjadi 0.6% yoy, namun jelas masih melemah dibanding kuartal sebelumnya. Hal ini ditimpali oleh German Retail Sales (Juni) yang walau pelemahannya sudah melambat namun masih menunjukkan pertumbuhan negatif baik secara tahunan maupun bulanan pada tingkat -1.6% yoy dan -0.8% mom. Sorotan PMI di benua Eropa masih menempatkan Zona Euro di jalur kontraksi secara S&P Global Composite PMI (Juli) masih berkubang di angka 48.6, belum juga berhasil beranjak ke area batas 50. Melambatnya Inflasi semakin dirasakan juga di level produsen secara PPI (Juni) Zona Euro berada di level deflasi -3.4% yoy, dan -0.4% mom. Semuanya menjelaskan penurunan aktivitas bisnis Zona Euro lebih buruk dari yang diperkirakan pada bulan Juli karena penurunan manufaktur disertai dengan perlambatan pertumbuhan lebih lanjut di industri jasa dominan di blok tersebut. Adapun Bank of England baru saja menaikkan suku bunga 25 bps (sesuai ekspektasi) ke level 5.25%, merupakan kenaikan ke 14 kalinya, dan memberi peringatan bahwa biaya pinjaman sepertinya masih akan tinggi untuk beberapa waktu lamanya. Bicara mengenai PMI, Perancis, Jerman, Euro Zone, dan Inggris laporkan PMI yang semakin melemah di area kontraksi.

Dari Benua Asia, Korea Selatan & Jepang melaporkan kondisi roda perekonomian yang lebih segar daripada China, walau beberapa masih di bawah ekspektasi. Output pabrik Jepang meningkat untuk pertama kalinya dalam 2 bulan pada bulan Juni, mengindikasikan meningkatnya kepercayaan di antara produsen didukung oleh permintaan yang kuat. Tingkat pengangguran/Unemployment Rate di Jepang melandai ke level 2.5%, turun sedikit dari bulan Mei di 2.6%, sementara Korea Selatan merilis pencapaian surplus Trade Balance (di bulan Juli). Korea Selatan dan Jepang juga sukses melaporkan Manufacturing PMI (Juli) yang lebih tinggi dari ekspektasi walau keduanya masih stay di wilayah kontraksi alias bawah 50 point. Di sisi lain, performance PMI Indonesia paling hebat untuk bulan Juli di mana semakin ekspansif di level 53.3, meningkat dari bulan Juni di 52.5; merupakan pertumbuhan ekspansif 23 bulan berturut-turut pada aktivitas pabrikan. Indonesia melaporkan Inflasi Juli yang semakin terkendali di level 3.085 yoy, lebih rendah dari ekspektasi 3.1% dan bulan sebelumnya 3.52%. Inflasi Inti juga semakin menjinak di tingkat 2.43%, lebih rendah dari forecast 2.5% dan bulan Juni di 2.58%. Sementara itu, China Manufacturing PMI (Juli) turun 4 bulan berturut-turut di bulan Juli, meskipun dengan laju yang lebih lambat, menegaskan kebutuhan akan dukungan kebijakan (stimulus) lebih lanjut untuk mendorong permintaan domestik. Kabar baiknya, Caixin Services PMI (Juli) laporkan pertumbuhan sektor jasa China yang semakin ekspansif di angka 54.1 (lebih tinggi dari ekspektasi & bulan sebelumnya).

This week’s outlook:

Semua mata akan tertuju pada AS di pekan ini saat data inflasi dirilis tanggal 10 Agustus hari Kamis. Data PDB dari Inggris akan menunjukkan bagaimana ekonomi bertahan dalam menghadapi kenaikan suku bunga yang berkelanjutan. Data dari China dapat menunjukkan risiko deflasi di ekonomi nomor dua dunia itu. Investor juga mengamati dengan cermat jalur imbal hasil US Treasury, yang mengguncang pasar ekuitas dalam beberapa hari terakhir dengan naik ke level tertinggi baru tahun ini. Meningkatnya imbal hasil obligasi dipandang sebagai salah satu investasi teraman di dunia karena didukung oleh pemerintah AS, di satu sisi dapat menyeret turun pasar saham. Beberapa investor khawatir inflasi yang membandel dapat memaksa Fed untuk mempertahankan suku bunga pada level yang tinggi seperti saat ini, lebih lama dari yang diharapkan. Pada hari Jumat-nya, AS akan merilis data PPI (Juli) di mana pertumbuhan inflasi inti pada tingkat produsen diharapkan berada pada tingkat 2.3% yoy. Para pelaku pasar juga akan memantau pernyataan beberapa pejabat The Fed untuk mencari gambaran kebijakan moneter ke depannya. Inggris akan merilis data PDB kuartal kedua pada hari Jumat yang diperkirakan akan beranjak sedikit lebih tinggi, menunjukkan bahwa ekonomi secara keseluruhan tetap stagnan. Pejabat bank sentral mengatakan bahwa mempertahankan suku bunga yang relatif tinggi dalam jangka waktu yang lama adalah kunci untuk memotong inflasi, bahkan ketika BoE melihat ekonomi hanya akan tumbuh minimal di tahun-tahun mendatang. Di Euro Zone, Jerman akan merilis data produksi industri pada hari Senin ini. Laporan tersebut diperkirakan akan menunjukkan penurunan di tengah perlambatan permintaan global, terutama dari China. Perekonomian Jerman mengalami stagnasi pada kuartal kedua tahun 2023, melesat dari perkiraan pertumbuhan moderat; karena daya beli yang lemah, suku bunga yang lebih tinggi, dan pesanan pabrik yang rendah semuanya membebani ekonomi terbesar Euro Zone.

China akan merilis angka perdagangan pada hari Selasa diikuti oleh data inflasi Juli pada hari Rabu, yang diperkirakan akan menunjukkan penurunan harga konsumen, di tengah kekhawatiran atas prospek ekonomi terbesar kedua di dunia itu. Pagi ini Indonesia akan merilis data GDP 2Q23 yang mana diprediksi akan sedikit turun ke 4.93% yoy dari kuartal sebelumnya 5.03%, namun pertumbuhan secara kuartalan diyakini semakin kuat 3.72% qoq daripada 1Q23 yang minus 0.92%. Pekan ini para trader/investor pasar modal Indonesia juga akan memantau Consumer Confidence (Juli).

Download full report HERE.