Summary:

AS MENCOBA MENCARI ARAH INFLASI & PERTUMBUHAN EKONOMI MEREKA, CUKUP OPTIMIS PIVOT PERTAMA PADA JUNI 2024.

Data Personal Consumption Expenditures (PCE) price index serta US GDP 4Q23 menjadi duo data ekonomi yang dipantau ketat para pelaku pasar pekan lalu. PCE price index dirilis sesuai perkiraan, menguat 0.3% yoy serta 2.4% yoy untuk bulan Januari, merupakan kenaikan tahunan terendah sejak Februari 2021 menyusul penguatan 2.6% di bulan Desember. US GDP untuk kuartal 4/2023 bertumbuh 3.2% qoq didukung oleh kuatnya belanja masyarakat, direvisi sedikit dari 3.3% pada estimasi awal, dan turun dari 4.9% di kuartal sebelumnya; dengan demikian mengkonfirmasi perlambatan ekonomi apalagi didukung oleh data New Home Sales (Jan.) dan Durable Goods Order (Jan.) yang semakin anjlok drastis, serta CB Consumer Confidence yang jatuh ke angka terendah 3 bulan. Melengkapi semua itu, Initial Jobless Claims mendata naiknya klaim pengangguran pada pekan yang berakhir 17 Februari, ke angka actual 215 ribu dibanding 210 ribu forecast. Di tengah rangkaian indikator ekonomi tersebut, akhirnya statement terakhir dari dua pejabat Federal Reserve mulai terdengar satu suara bahwa mereka cukup optimis pemotongan suku bunga dapat terealisasi tahun ini, walau tak menyebutkan waktu yang spesifik sekitar bulan-bulan di musim panas. Adapun Fed Rate Monitor Tool milik Investing.com telah memperkirakan 56.8% peluang pivot pertama akan terwujud pada FOMC Meeting bulan Juni, dan persentase ini semakin optimis dari 52.3% di pekan lalu. Menutup akhir pekan, sederet data PMI dari S&P Global dan ISM menunjukkan data bervariasi pada Manufacturing PMI AS untuk bulan Februari; sementara sentiment konsumen bagi iklim usaha secara keseluruhan selama 6 bulan ke depan sepertinya masih lesu (sebagaimana dilaporkan oleh University of Michigan). Keseluruhan sentiment market berhasil mengerek DJIA dan indeks utama AS lainnya membukukan performa bulanan terbaik mereka sejak November, di mana S&P500 menguat 5.17%, NASDAQ melonjak 6.12%, dan DJIA naik 2.2% selama bulan Februari lalu.

MARKET ASIA & EROPA: Jepang merilis angka Inflasi nasional (Jan.) di level 2.2% yoy, turun dari 2.6% di bulan sebelumnya. Tampaknya gerak laju ekonomi yang lemah turut terefleksi di Negeri Sakura ini secara perkiraan awal Industrial Production bulan Januari diestimasi terkontraksi 7.5%, turun jauh dari posisi 1.4% pada bulan Desember; walau Japan Retail Sales (Jan.) masih stabil di kisaran 2.3% yoy, lebih baik dari ekspektasi. Data yang lebih penting data dari China secara pelaku pasar global memperhatikan kondisi PMI mereka yang ternyata mulai picking-up untuk bulan Februari, baik sektor jasa maupun manufaktur. Sejumlah indicator Manufacturing PMI juga datang dari benua Eropa di mana kebanyakan merilis level ekspansif di atas forecast, seperti dari Jerman, Eurozone, dan Inggris. Di satu sisi, Eurozone merilis CPI yang masih mampu melandai ke tingkat 2.6% yoy (Feb.), dari 2.8% di bulan sebelumnya. Jerman juga mulai merilis perkiraan awal CPI (Feb.) yang mampu mendingin ke level 2.5% yoy dari 2.9% di bulan Januari. Ini termasuk kombinasi yang cukup bisa disikapi positif oleh para pelaku pasar, secara pertumbuhan ekonomi mulai bangkit di kala Inflasi mampu terkendali dalam trajectory menuju target 2%.

INDONESIA: laporkan tingkat Inflasi bulan Februari naik ke level 2.75% yoy, melebihi ekspektasi 2.6% merupakan titik tertinggi sejak November. Adapun Inflasi Inti tetap stabil di level 1.68%, lebih rendah dari estimasi 1.71%. Kedatangan turis mancanegara melonjak 16.19% yoy, mengindikasikan lanjutnya perbaikan di sector wisata. IHSG kantongi penguatan 1.6% selama bulan Februari, didukung oleh Foreign Net Buy sebesar IDR 12.12 triliun (all market), walau selama sepekan terakhir mereka jual agak massive senilai IDR 3.69 triliun.

KOMODITAS: Harga MINYAK mencatatkan keuntungan 2 bulan berturut-turut pada akhir Februari, didukung oleh prospek supply yang lebih ketat serta harapan terwujudnya pemotongan suku bunga AS di musim panas. Sentimen pendukung juga datang dari ekspektasi bahwa OPEC+ pada rapat mereka bulan Maret ini akan putuskan untuk perpanjang pemangkasan produksi sukarela mereka 2.2 juta barrel/hari juga pada kuartal 2, di tengah harapan khalayak ramai untuk pertahankan pembatasan produksi bahkan sampai akhir tahun 2024. Harapan ini bertepatan dengan angka output AS yang tengah berada di titik rekor mereka, sekitar 13 juta barrel/day, yang mungkin produksinya akan sedikit terhambat berhubung US refineries tengah dalam penghentian produksi sementara terkait keperluan maintenance/overhaul. Para trader juga harus perhatikan faktor pertimbangan lain seperti: global demand dari China masih lesu, plus konflik berkepanjangan di Timur Tengah belum menunjukkan tanda-tanda usai

This week’s outlook:

Ini akan merupakan pekan yang sibuk di market berkaitan dengan highlights berikut: rilis laporan ketenagakerjaan AS, pernyataan Federal Reserve Chairman Jerome Powell, serta pertemuan European Central Bank.

Laporan pekerjaan bulanan AS atau NONFARM PAYROLLS pada hari Jumat akan sangat ditunggu-tunggu oleh para investor yang mencoba untuk mengukur waktu penurunan suku bunga pertama oleh Federal Reserve, dengan spekulasi saat ini menargetkan bulan Juni di tengah harapan bahwa bank sentral dapat melakukan soft landing untuk perekonomian. Tanda-tanda berlanjutnya kekuatan di pasar tenaga kerja dapat mempersulit para investor secara ekonomi dianggap masih terlalu kuat dari perkiraan sehingga dapat memicu kembali Inflasi jika The Fed mulai melakukan pelonggaran kebijakan moneter terlalu cepat. Para ekonom memperkirakan adanya penambahan 190.000 pekerjaan di bulan Februari setelah kenaikan 353.000 pekerjaan di bulan Januari yang merupakan kenaikan terbesar dalam 1 tahun. Tingkat pengangguran diperkirakan akan bertahan stabil di 3,7%, sementara pertumbuhan upah diperkirakan telah dimoderasi.

Menjelang data pekerjaan hari Jumat, investor akan mendapatkan kesempatan untuk mendengar STATEMENT FED CHAIRMAN Jerome Powell dalam kesaksian setengah tahunannya tentang kebijakan moneter di depan komite DPR pada hari Rabu dan panel Senat pada hari Kamis. Powell diperkirakan akan menegaskan kembali bahwa para pembuat kebijakan akan tetap berpegang pada pendekatan yang hati-hati dalam memutuskan kapan akan mulai menurunkan suku bunga mengingat data baru-baru ini masih menunjukkan kekuatan dalam ekonomi dan tekanan harga yang terus-menerus. Presiden Fed Richmond Thomas Barkin mengatakan pada hari Jumat bahwa masih terlalu dini untuk memprediksi kapan bank sentral dapat mulai menurunkan suku bunga acuannya, karena tekanan Inflasi masih ada dalam perekonomian AS.

Dow, S&P 500 dan Nasdaq mencatatkan kenaikan empat bulan berturut-turut di bulan Februari dalam RALLY PASAR SAHAM yang sebagian besar didorong oleh prospek pertumbuhan perusahaan terkait dengan AI, yang juga telah mengangkat nama-nama emiten semikonduktor. S&P 500 dan Nasdaq ditutup pada rekor tertinggi pada hari Jumat dan kenaikan tersebut menandai rekor penutupan kedua berturut-turut untuk Nasdaq, yang juga mencetak rekor intraday, melampaui puncak sebelumnya di November 2021. Pasar juga didukung oleh indikasi bahwa ekonomi tetap tangguh dalam menghadapi kenaikan suku bunga.

EUROPEAN CENTRAL BANK akan bertemu pada hari Kamis dan tidak ada perubahan kebijakan yang diharapkan, dengan para investor menunggu untuk melihat apakah para pejabat akan mengulangi bahwa masih terlalu dini untuk membahas penurunan suku bunga. ECB telah menunda pembicaraan mengenai penurunan suku bunga, dengan para pejabat mengatakan bahwa mereka perlu melihat lebih banyak bukti bahwa inflasi berada di jalur yang tepat untuk kembali ke target 2%, namun pasar masih mengharapkan mereka untuk mulai menurunkan suku bunga di tahun ini dengan langkah pertama yang diharapkan terwujud bulan Juni. Data Inflasi Eurozone pada hari Jumat lalu tampaknya mendukung sikap hati-hati ECB. Inflasi harga konsumen melambat kurang dari yang diharapkan di bulan Februari, sementara Inflasi Inti juga dimoderasi pada laju yang lebih lambat dari yang diharapkan. Kekhawatiran besar ECB adalah bahwa pertumbuhan upah masih terlalu tinggi dan berisiko memicu tekanan Inflasi lebih lama.

KOMODITAS: Harga MINYAK naik pada hari Jumat dan membukukan kenaikan mingguan karena para trader menunggu keputusan OPEC+ mengenai kesepakatan pasokan untuk kuartal kedua sementara juga mempertimbangkan data ekonomi AS, Eropa dan China yang baru. Untuk minggu lalu, Brent naik sekitar 2,4% setelah pergantian bulan kontrak, sementara minyak mentah WTI Futures naik lebih dari 4,5%. Sebuah keputusan dari OPEC+ mengenai perpanjangan pemangkasan produksi diperkirakan akan diambil pada minggu mendatang, dengan masing-masing negara diperkirakan akan mengumumkan keputusan mereka.

MARKET ASIA & EROPA: serangkaian data PMI kembali membanjiri market pekan ini dimana yang menjadi perhatian adalah sector Jasa, di antaranya dari Jepang, China, Germany, Eurozone, dan Inggris. Dari China juga akan dipantau posisi Trade Balance mereka dan pertumbuhan Ekspor – Impor yang akan lebih menjadi highlight. Eurozone akan mengeluarkan estimasi GDP 4Q23 untuk memastikan pertumbuhan ekonomi memang mampu menguat setidaknya ke level flat 0%, ketimbang jatuh dalam zona kontraksi seperti pada kuartal sebelumnya. Menutup pekan ini, angka Inflasi China baik dari sisi konsumen maupun produsen akan jadi penutup pekan ini dengan perkiraan CPI China (Feb.) akan mampu picking-up ke level 0.2%, dari posisi deflasi -0.8% pada bulan Januari.

Download full report HERE.