Last week review:
Selain masalah pagu utang AS yang melingkupi pikiran para pelaku pasar global (yang akhirnya berhasil mencapai titik terang pada hari Minggu 28/05/23 kemarin), pekan lalu ramai diwarnai oleh pengumuman kebijakan moneter sejumlah negara mengawali pengambilan keputusan suku bunga Federal Reserve AS pada FOMC Meeting 13-14 Juni mendatang, dan bagaimana perputaran ekonomi global sejauh ini dalam menghadapi ancaman resesi. Setidaknya China, Korea Selatan, dan Indonesia tidak menggoyang suku bunga acuan masing-masing di level 3.65%, 3.5% dan 5.75%; karena situasi ekonomi di negara-negara tersebut belum banyak berubah ataupun inflasi sudah berhasil melandai teratur. Dari sudut suku bunga AS, komentar para pejabat Federal Reserve masih bervariasi mengenai rencana kenaikan FFR ke depannya. Adapun rilis Fed Meeting Minutes dari rapat terakhir 2-3 May lalu, berhasil menunjukkan bahwa kebanyakan pejabat The Fed menilai bahwa bisa saja mereka tak perlu menaikkan suku bunga lagi pada FOMC Meeting mendatang pada tanggal 13-14 Juni (sesuai ekspektasi para investor); walaupun pivot (pemotongan suku bunga) juga belum bisa terjadi menimbang belum cukup alasan kuat untuk mengakhiri trend kebijakan moneter ketat. Sayangnya dari  laporan makroekonomi, AS merevisi GDP 1Q23 menjadi 1.3% (dari forecast 1.1%) walau memang melemah dari kuartal sebelumnya 2.6%; serta melaporkan Initial Jobless Claims naik menjadi 229 ribu dari minggu sebelumnya 225 ribu, namun masih di bawah perkiraan 250 ribu. Kedua pembacaan tersebut menandakan ekonomi AS masih kuat dan memupuskan harapan akan adanya pengereman laju kenaikan suku bunga bulan depan. Pelaku pasar mulai memperhitungkan 50% kemungkinan adanya kenaikan suku bunga lanjutan pada FOMC Meeting bulan depan (dari 28% probabilitas sebelumnya), seperti dilansir Fed Rate Monitor Tool. Indonesia merilis data Neraca Pembayaran (Balance of Payments) 1Q23 di level USD 6.5 miliar, atau lebih tinggi dari USD 4.7 miliar di kuartal sebelumnya. Sedangkan Transaksi Berjalan (Current Account) berhasil membukukan peningkatan surplus menjadi USD 2.97 miliar di 3 bulan pertama tahun ini dari USD 550 juta periode yg sama tahun lalu, mempertahankan kenaikan 7 kuartal berturutturut dan setara dengan 0.9% GDP. Bank Sentral Indonesia kembali menunjuk Perry Warjiyo sebagai Gubernur BI untuk periode kedua. Bank Indonesia memutuskan untuk menjaga BI7DRR tetap di tingkat 5.75%, serta kembali mengutarakan optimisme proyeksi GDP pada rentang 4.5-5.3% didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang lebih agresif pada semester dua tahun ini.

This week’s outlook:
Setelah berminggu-minggu negosiasi yang alot, Partai Republik dan Demokrat mencapai kesepakatan tentatif untuk menaikkan plafon utang USD 31,4 triliun, yang sekarang harus melewati Parlemen yang dikendalikan Republik dan Senat yang dipimpin Demokrat sebelum 5 Juni untuk menghindari gagal bayar yang melumpuhkan ekonomi global untuk pertama kalinya. Adapun kedua belah pihak yakin kesepakatan tersebut akan mendapat approval. Ini bisa menjadi pedang bermata dua untuk pasar Asia terutama dalam waktu dekat. Sentimen positif pada umumnya akan merajai asset-aset yang lebih beresiko seperti saham; namun di satu sisi kesepakatan batas utang memberi Federal Reserve lebih banyak ruang untuk memperketat kebijakan, yang dapat mendorong imbal hasil obligasi AS dan memperkuat dolar-biasanya bukan sentimen yang positif untuk pasar negara berkembang. Para ekonom akan memantau lekat-lekat data ketenagakerjaan berurutan sebagai berikut: JOLTs Job Openings (Apr.), ADP Nonfarm Employment Change (May), Initial Jobless Claims, US Nonfarm Payrolls (May), dan Unemployment Rate (May). Sejumlah data pekerjaan ini merupakan satu kunci penting terakhir sebelum FOMC Meeting Juni mendatang; pada rapat bulan Mei adapun The Fed telah memberi sinyal terbuka kemungkinan pengereman suku bunga yang telah melaju naik agresif selama 14bulan. Adapun pelaku pasar sekarang memperhitungkan kemungkinan 64% bank sentral AS masih akan naikkan FFR 25 bps lagi pada FOMC Meeting 14 Juni mendatang, seperti dilansir Investing.com Fed rate monitor tool. Pekan ini juga akan dimonitor komentar dari sejumlah pejabat Federal Reserve yang akan memberi gambaran mengenai arah kebijakan moneter mereka ke depannya. China akan merilis data PMI hari rabu, disusul oleh Caixin Manufacturing PMI utk sektor swasta. Kontraksi di sektor manufactur diharapkan bisa melunak, sdangkan ekspansi di sektor jasa diperkirakan melambat. Sejauh ini roda ekonomi China masih menunjukkan permintaan yang lemah baik dari domestik maupun pasar ekspor mereka ; sehingga pemerintah China menetapkan target pertumbuhan tahun ini cukup di level 5% saja. Dari belahan dunia lain, Jerman & Zona Eropa akan merilis CPI data (May) pada hari Kamis yang diprediksi masih jauh dari target ECB di level 2%. Data terakhir menunjukkan headline inflation berada di level 7% sedangkan core inflation di angka 5.4% ; tak heran ECB sepertinya belum akan beranjak dari trend naik suku bunganya. Minggu ini akan jadi pekan perdagangan singkat di Indonesia berkat libur dua hari pada tanggal 1-2 Juni, secara keseluruhan sentimen pasar akan mengikuti pasar regional.

Download full report HERE.