Last week review:

RALLY MENJELANG LIBUR THANKSGIVING DAY BIASANYA MENGAWALI RANGKAIAN BULLISH SAMPAI AKHIR TAHUN. Pada pekan perdagangan yang lebih singkat karena terpotong libur Thanksgiving selama 1,5 hari, indeks utama Wall Street mencatat kenaikan mingguan pada pekan lalu, di mana ekuitas global bergerak dalam rally satu bulan terbesarnya sejak November 2020. Indeks saham global MSCI menuju kenaikan bulanan sebesar 8,7% setelah investor semakin yakin bahwa suku bunga AS telah mencapai puncaknya, dengan narasi pasar beralih ke kapan pemotongan suku bunga pertama dapat terjadi. Dirilisnya Notulen Rapat Federal Reserve terakhir, merupakan sentimen pasar utama di mana berisikan pendapat para pembuat kebijakan yang sejatinya masih cenderung mempertahankan suku bunga tinggi untuk waktu yang lebih lama. Para pejabat The Fed masih mengambil pendekatan yang cukup berhati-hati mengenai kebijakan moneter sampai mereka mendapatkan bukti-bukti yang jelas bahwa Inflasi memang telah berhasil ditekan. Tidak adanya petunjuk mengenai pemotongan suku bunga juga menambah
ketidakjelasan berakhirnya trend suku bunga The Fed ini, walau para pelaku pasar memperhitungkan peluang pemotongan suku bunga yang lebih besar mampu terwujud pada pertemuan bank sentral AS tersebut bulan Mei 2024 nanti. Beberapa data ekonomi AS yang mendukung harapan tersebut adalah dilaporkannya Existing Home Sales (Okt.) lebih rendah dari perkiraan di angka 3.79 juta (vs forecast 3.9 juta unit) sehingga secara bulanan penjualan rumah yang ada untuk bulan November turun -4.1% mom. Data ekonomi AS lain termasuk Initial Jobless Claims, Durable Goods Order, dan sentimen konsumen dari Univ. of Michigan pada intinya menunjukkan ekonomi memang sedikit melemah namun masih tetap cukup kuat untuk menghindari resesi. Terakhir, data menunjukkan aktivitas bisnis AS tetap stabil pada bulan November, namun lapangan kerja di sektor swasta menurun.

MARKET ASIA & EROPA: China pertahankan suku bunga acuan tetap di tempat pada posisi saat ini untuk jangka panjang 4.20% dan 3.45% untuk jangka pendek. Saham-saham real estate China melonjak 3% didukung berita bahwa Country Garden yang sarat dengan utang akan masuk dalam daftar pengembang yang akan mendapat bantuan. Namun sepertinya dunia property China masih punya segudang masalah, ditengarai adanya sebuah manajer investasi besar yang memiliki eksposur tinggi pada pasar properti China mengungkapkan bahwa mereka menghadapi kebangkrutan dengan posisi Utang hingga USD64 miliar. Indeks CSI 300 China sampai turun ke level terendah dalam lebih dari sebulan, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap kemerosotan properti dan lesunya perekonomian. Pada hari Jumat lalu, investor asing tercatat menjual bersih saham China senilai 6,2 miliar yuan (USD859,8 juta), merupakan outflow harian terbesar dalam lebih dari sebulan. Para penasihat pemerintah China akan merekomendasikan pada pertemuan tahunan para pembuat kebijakan bahwa target pertumbuhan ekonomi untuk tahun depan ditetapkan sebesar 4,5% hingga 5,5%, demikian dilansir dari Reuters. Sementara itu di Jepang, indeks saham Nikkei naik ke level tertinggi dalam 33 tahun. Data menunjukkan bahwa inflasi inti Jepang sedikit meningkat pada bulan Oktober, meskipun lebih kecil dari perkiraan. Dari benua Eropa, indeks acuan STOXX 600 ditutup lebih tinggi untuk minggu kedua berturut-turut didukung oleh beberapa data ekonomi Eropa yang sumringah. Consumer Confidence Eurozone dirilis lebih baik dari perkiraan walaupun in overall masih berada di wilayah pesimistis. Data PMI Jerman, Prancis, dan Inggris yang sedikit lebih kuat dari perkiraan mendorong Euro, Poundsterling, dan yield obligasi lebih tinggi. Sayangnya, GDP Jerman untuk kuartal 3 masuk ke wilayah resesi sesuai perkiraan; sementara German Ifo Business Climate index telah berada di jalur yang lebih optimis memandang ekspektasi dunia usaha 6 bulan kedepan, walau masih sedikit lebih rendah dari perkiraan. Kenaikan Euro mendorong US Dollar Index kembali turun menuju level terendah 2,5 bulan setelah sempat rebound dari level tersebut, pasca angka Initial Jobless Claims turun lebih banyak daripada yang diperkirakan.

KOMODITAS: Kedua kontrak MINYAK mentah acuan global (Brent & WTI) naik lebih dari 0,5% untuk minggu lalu, menguat setelah penurunan yang berkepanjangan membawa harga mendekati posisi terendah dalam empat bulan. OPEC+ menunda pertemuan yang dijadwalkan 26 November menjadi 30 November, di tengah perdebatan untuk menyepakati tingkat produksi di antara negara-negara produsen di Afrika, sehingga memicu ketidakpastian mengenai potensi pemangkasan produksi. Kebanyakan para trader memperkirakan OPEC+ akan memperpanjang masa pemangkasan produksi ke tahun 2024, dan kemungkinan juga menambah besaran jumlah yang akan dipotong, dalam usaha mereka mendukung harga Minyak mentah. Salah satu katalis lain yang sempat menekan harga Minyak adalah laporan persediaan Minyak mentah mingguan AS yang ternyata jauh lebih besar dari perkiraan. Di sisi lain, futures EMAS ditutup lebih tinggi pada pekan lalu karena Dollar index melemah terhadap sejumlah mata uang pada hari Jumat. Mengenai tensi geopolitik, Israel dan Hamas memulai gencatan senjata selama empat hari pada hari Jumat dan para militan membebaskan sekelompok sandera, yang merupakan tanda pertama perdamaian dalam perang yang telah berlangsung hampir tujuh minggu tersebut.

This week’s outlook:

Ketika investor khawatir mengenai kapan suku bunga global akan mulai turun, data Inflasi minggu ini akan menjadi fokus. Pertemuan OPEC+ untuk membahas pemangkasan produksi Minyak mentah global dan data dari China akan memberikan wawasan baru mengenai prospek ekonomi negara nomor dua dunia tersebut.
Pasar menantikan laporan inflasi AS lainnya pada hari Kamis depan yang akan mendukung alasan untuk mengakhiri kenaikan suku bunga Federal Reserve. Pengukur Inflasi favorit The Fed, Personal Consumption Expenditures index diperkirakan meningkat 0,1% mom pada bulan November. Sebelumnya, Indeks PCE naik 0,4% di bulan September, menyamai kenaikan di bulan Agustus. Inflasi inti, yang tidak memperhitungkan biaya makanan dan bahan bakar dan dianggap sebagai ukuran inflasi yang lebih baik, diperkirakan meningkat 3,5% yoy; melunak dari pertumbuhan sebelumnya 3.7%. Data ekonomi AS lainnya yang akan dirilis selama minggu ini termasuk indeks kepercayaan konsumen untuk bulan November pada hari Selasa – pembacaan bulan Oktober menunjukkan penurunan bulanan ketiga berturut-turut. Juga akan ada revisi pertama PDB kuartal ketiga, angka penjualan rumah baru untuk bulan Oktober, dan jangan lupa laporan mingguan klaim pengangguran.

Tanda-tanda rally pasar saham AS semakin meluas melihat pergerakan “Magnificent Seven” yaitu perusahaan mega-kapitalisasi teknologi, memperkuat harapan investor akan lanjutnya bullish hingga akhir tahun. Magnificent Seven yang terdiri dari Apple, Microsoft, Alphabet, Amazon, Nvidia, Meta, dan Tesla; secara kolektif memiliki bobot 28% dalam indeks S&P 500. Mereka juga menyumbang hampir 50% dari bobot Nasdaq 100, yang naik hampir 47% sepanjang tahun ini. Ekuitas telah meningkat tajam, dengan S&P 500 menguat sekitar 10% selama tiga minggu terakhir, dipicu oleh penurunan yield US Treasury dan menurunnya angka Inflasi yang dapat menandakan berakhirnya kenaikan suku bunga Federal Reserve.

OPEC+, yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, akan membuat para pelaku pasar terpaku pada pertemuan mereka tanggal 30 November (setelah secara mengejutkan diundur dari 26 November karena para produsen kesulitan mencapai konsensus mengenai tingkat produksi). Sementara ini, Minyak mentah mencatat kenaikan minggu pertama dalam lebih dari sebulan menjelang pertemuan Kamis untuk membahas agenda penurunan produksi pada tahun 2024 setelah harga Minyak turun baru-baru ini karena kekhawatiran lesunya permintaan global dan meningkatnya pasokan, terutama dari produsen non-OPEC seperti AS.

EUROZONE akan mempublikasikan data inflasi pada hari Kamis yang diperkirakan menunjukkan tekanan harga kembali moderat pada bulan November. Inflasi harga konsumen diperkirakan meningkat sebesar 2,8% yoy, sedikit berkurang dari 2,9% pada bulan Oktober. Inflasi Inti diperkirakan akan melambat menjadi 3,9% yoy dari 4.2% pada bulan sebelumnya. Meskipun ada indikasi bahwa inflasi sedang menurun, Presiden European Central Bank Christine Lagarde telah memperingatkan bahwa kebijakan moneter ketat harus tetap dilaksanakan dalam jangka waktu yang lebih lama. Kamis lalu, risalah pertemuan kebijakan terbaru ECB mengindikasikan bahwa para pejabat setuju bahwa mereka harus siap untuk menaikkan suku bunga lagi jika diperlukan. Inflasi diperkirakan akan kembali ke target ECB sebesar 2% pada paruh kedua tahun 2025.

CHINA akan merilis data resmi PMI untuk bulan November pada hari Kamis, di mana para investor mencari tanda-tanda pemulihan pada negara ekonomi terbesar  kedua di dunia. Pada bulan Oktober, data ekonomi China menunjukkan bahwa aktivitas pabrik kembali mengalami kontraksi meskipun ada serangkaian langkah pemerintah yang bertujuan untuk menopang perekonomian yang terpuruk, yang terpukul oleh lemahnya konsumsi dan krisis di sektor properti yang sarat utang, dimana mencakup sekitar seperempat dari total GDP. Perekonomian China tumbuh lebih cepat dari perkiraan sebesar 4,9% pada kuartal ketiga. Namun pemerintahnya masih menghadapi perjuangan berat untuk mencapai target pertumbuhan tahunannya sekitar 5%.

INDONESIA di pekan ini akan memperhatikan data uang beredar (Money Supply), Nikkei Manufacturing PMI (Nov.); serta yang terpenting adalah rilis data Inflasi bulan November di mana diperkirakan akan mencapai 2.71% yoy, meningkat dari bulan sebelumnya 2.56%.

Download full report HERE.