Last week review:

YIELD US TREASURY melonjak ke titik tertinggi menyusul rilis data ekonomi AS satu persatu yang membuktikan ekonomi AS masih resilient dan kembali memicu kekhawatiran bahwa Federal Reserve perlu menaikkan suku bunga satu kali lagi sebelum akhir tahun. Imbal hasil obligasi melanjutkan penguatan mereka di mana yield obligasi negara tenor 2 tahun melonjak ke titik tertinggi 17 tahun dan imbal hasil Treasury 10-tahun mendekati 5% untuk pertama kalinya sejak tahun 2007. Adapun Retail Sales AS naik 0.7% mom pada bulan September, di atas perkiraan para ekonom pada 0.3%. Industrial Production (Sept.) juga tercatat tumbuh 0.3% mom, lebih kuat dari prediksi 0.1%. Pembangunan rumah baru untuk keluarga muda ternyata rebound di bulan September, Building Permits (Sept.) dirilis masih lebih besar dari prediksi dan Existing Home Sales (Sept.) juga menunjukkan perumahan rumah baru di bulan September meningkat 3.96 juta unit, pun lebih tinggi dari estimasi 3.89 juta. Initial Jobless Claims menunjukkan pasar tenaga kerja masih tetap kuat: klaim pengangguran mingguan ini terakhir keluar di angka 198 ribu, lebih rendah dari prediksi 212 ribu & minggu sebelumnya 211 ribu serta merupakan titik terendah dalam 9 bulan. Semua data di atas semakin mendukung pemikiran bahwa Federal Reserve mungkin perlu mempertahankan suku bunga tinggi untuk waktu yang lebih lama. Adapun New York Federal Reserve President John Williams mengamini hal ini demi mencapai target Inflasi The Fed 2%. Federal Reserve Chairman Jerome Powell sendiri mengatakan bahwa bank sentral AS akan melanjutkan kebijakan moneter mereka dengan hati-hati menyusul lonjakan imbal hasil obligasi negara yang ikut andil memperketat kondisi keuangan secara signifikan, namun beliau juga mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dapat memaksa The Fed untuk lebih memperketat kebijakannya. Jeda kenaikan suku bunga di bulan November hampir sepenuhnya sudah diperkirakan (99.3% peluang), menurut survey Fed Rate Monitor Tool dari Investing.com. Namun, kemungkinan kenaikan suku bunga pada bulan Desember melonjak menjadi 42% pada pekan ini dari 26% pada minggu lalu. Indeks “ketakutan” investor yang paling dimonitor di Wall Street, CBOE Volatility Index, ditutup pada hari Jumat pada level tertinggi dalam hampir tujuh bulan. Untuk minggu ini Dow turun 1,6%, S&P 500 turun 2,4% dan Nasdaq turun 3,2%.

Tak ayal lagi, kuatnya data-data ekonomi AS ini membuat US DOLLAR menguat atas mata uang major dunia lainnya, termasuk Rupiah Indonesia. Nilai tukar Rupiah anjlok serendah-rendahnya ke level IDR15,889/USD pada pekan lalu, walau di tengah upaya terakhir Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan BI7DRR secara tak terduga sebesar 25 bps ke level 6.0%. Surplus Trade Balance Indonesia meningkat menjadi sebesar USD3,4 miliar pada September 2023 (yang merupakan surplus selama 41 bulan berturut-turut), juga tak mampu mengangkat nilai tukar Rupiah, walau kontraksi Ekspor & Impor mulai berkurang. Sejumlah sentimen market yang tidak kondusif menjatuhkan IHSG 1.1% pada pekan lalu, ke area Support level previous Low bulan Agustus lalu. Transaksi asing di pasar ekuitas Indonesia sepanjang pekan lalu terdata net sell IDR3.01 triliun (all market).

Peta politik pasangan CAPRES-CAWAPRES 2024 juga akan membuat para pelaku pasar berhitung, di mana telah diumumkan Mahfud MD sebagai calon wakil presiden dari kubu Ganjar Pranowo; dan terakhir adalah peresmian nama Gibran Rakabuming sebagai Cawapres Prabowo Subianto pada hari Minggu malam.

MARKET EROPA: Bicara mengenai Trade Balance, Eurozone mengantongi surplus untuk 3 bulan berturut-turut di angka EUR6.7 miliar pada bulan Agustus, lebih tinggi dari posisi Juli di EUR6.3 miliar. ZEW Economic Sentiment di Jerman dan wilayah Eurozone memperkirakan kondisi ekonomi yang akan lebih optimis untuk 6 bulan ke depan. Inggris laporkan Inflasi (Sept.) yang ternyata masih sticky di level 6.7% yoy, sama dengan posisi bulan lalu. Sementara CPI wilayah Eurozone secara keseluruhan malah terbukti mampu melandai ke angka 4.3% yoy (sesuai estimasi), melunak dari bulan Agustus pada 5.2%. ECB President Christine Lagarde mulai pertimbangkan bank sentral perlu bergerak ke mata uang digital dan siap untuk meluncurkan Digital Euro dalam waktu dekat.

KOMODITAS: Harga MINYAK WTI (New York) meningkat 2% pada pekan lalu, menambah kenaikan minggu sebelumnya sekitar 6%; seiring berkembangnya eskalasi KONFLIK TIMUR TENGAH telah mulai merembet ke negara-negara lainnya. Sedangkan patokan MINYAK MENTAH BRENT (London) terdongkrak sebesar 1.4% setelah minggu sebelumnya melonjak sebesar 7.5%. Presiden AS Joe Biden terbang ke Israel untuk menyampaikan solidaritas dengan Israel, tak lama kemudian AS mengirim kapal induk terbesar ke perairan Israel untuk mendukung pasukan di sana. Hari Minggu kemarin, giliran China kirimkan 6 kapal perang untuk menegaskan dukungan mereka kepada Palestina. Faktor lain yang juga menjadi perhatian adalah update mingguan persediaan Minyak AS pada hari Rabu, di mana isu kelangkaan supply di semua front akan semakin mendorong harga komoditas ini ke atas. Meningkatnya konflik Timur Tengah juga kembali membuat pelaku pasar menghindari aset berisiko. Emas selaku safe-haven asset menyentuh titik tertinggi dalam 2 bulan. CBOE Volatility Index, yang juga dikenal dengan indeks “ketakutan” Wall Street, sontak melonjak ke titik tertinggi Maret lalu. Sebagai pengimbang, potensi kelangkaan supply mungkin bisa diatasi dari Venezuela, setelah Amerika Serikat memberikan keringanan enam bulan terhadap sanksi ekonomi yang dikenakan atas mereka, sebagai imbalan atas janji negara Amerika Selatan tersebut untuk menyelenggarakan Pemilu yang bebas dan adil. Sementara itu, EMAS tetap bersinar di dunia safe haven pada hari Jumat, sempat menyentuh kembali level USD 2,000/troy ounce untuk pertama kalinya sejak bulan Agustus dan akhirnya mencapai level tertinggi dalam tiga bulan, dipicu oleh kekhawatiran meluasnya perang Israel-Palestine (Hamas) dan keragu-raguan Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga AS lagi. Setelah reli selama empat hari tanpa henti, kontrak berjangka emas yang menjadi patokan mengakhiri minggu ini dengan kenaikan USD52.90, atau 2,7% ke angka USD1,994.4/troy ounce – menambah kenaikan minggu sebelumnya sebesar 5.2%.

DATA CHINA: China mencatatkan pertumbuhan GDP 3Q23 sebesar 4.9% yoy, mengalahkan ekspektasi analis pada 4.4% walau memang lebih rendah dari kuartal 2 pada 6.3%. Secara kuartalan, GDP malah naik 1.3% pada kuartal 3, naik dari 0.5% di kuartal 2 serta pun melampaui perkiraan 1.0%. Pada saat yang sama, Chinese Industrial Production serta Retail Sales untuk bulan September keduanya semakin bertumbuh ke arah positif dan melampaui forecast, dengan demikian menurunkan Unemployment Rate China (Sept.) ke level 5.0% dari 5.2% di bulan Agustus. China Loan Prime Rate 5Y dan PBoC Loan Prime Rate masing-masing ditahan di level 4.20% dan 3.45%. Pemerintah China berikrar akan mendorong pemulihan ekonomi yang berkelanjutan, dengan fokus pada peningkatan permintaan domestik, sambil meminimalisir risiko keuangan. Gubernur bank sentral China mengatakan bahwa akan membimbing kebijakan lembaga-lembaga keuangan untuk memangkas suku bunga pinjaman riil dan mengurangi biaya pembiayaan bagi perusahaan dan individu.

This week’s outlook:

Minat menghindari aset berisiko yang mendominasi pasar tampaknya akan berlanjut pada minggu ini, sementara empat dari tujuh perusahaan mega-kapital AS akan mendominasi musim laporan keuangan dengan melaporkan laba kuartal 3. Data AS akan memberi pasar informasi terkini mengenai kekuatan perekonomian mereka lebih lanjut. Harga Minyak sepertinya akan tetap berfluktuasi dan Bank Sentral Eropa akan mengumumkan keputusan suku bunga terbarunya.

Suasana risk-off (penghindaran risiko) mendominasi pasar karena investor khawatir terhadap prospek kenaikan suku bunga lebih lanjut dan meluasnya konflik Israel Hamas. Patokan imbal hasil Treasury tenor 10- tahun turun pada hari Jumat, sehari setelah melampaui 5% untuk pertama kalinya sejak Juli 2007 setelah komentar Ketua Fed Jerome Powell (lihat di bawah). Hal ini bisa menyebabkan investor kembali menumpuk aset safe-haven tradisional lainnya seperti US Dollar dan Emas, serta obligasi Treasury jangka pendek atau dana pasar uang, yang memberikan imbal hasil lebih menarik sejak suku bunga mulai naik awal tahun lalu.

Pengamat pasar akan mendapatkan informasi terkini mengenai kekuatan perekonomian AS minggu ini dari data GDP kuartal 3, serta ukuran inflasi yang disukai The Fed, yaitu Core Personal Consumer Expenditures price index. Para ekonom memperkirakan GDP AS kuartal 3 akan mencapai tingkat tahunan sebesar 4,1%, didorong oleh belanja konsumen yang kuat. Core PCE Price index, yang tidak termasuk biaya pangan dan bahan bakar yang bergejolak, diperkirakan meningkat 3,7% yoy. Fed Chairman Jerome Powell pada hari Kamis lalu mengatakan perekonomian AS yang lebih kuat dari perkiraan mungkin memerlukan kebijakan moneter yang lebih ketat, meskipun naiknya yield obligasi negara saat ini dapat membuat bank sentral tak perlu melaksanakan hal itu.

Harga Minyak masih akan jadi perhatian trader dunia secara kecil kemungkinan harapan bahwa Perang Israel-Palestina (Hamas) dapat mereda tanpa melanda wilayah Timur Tengah lainnya dan mengganggu pasokan minyak, menyusul perkembangan terakhir eskalasi konflik tersebut.

European Central Bank (ECB) mengadakan pertemuan kebijakan terbarunya pada hari Kamis, dengan konsensus luas adalah suku bunga akan tetap dipertahankan. Pelaku pasar akan mewaspadai indikasi kemungkinan kenaikan suku bunga akhir tahun ini pada bulan Desember. Menjelang pertemuan hari Kamis, Zona Euro akan merilis data PMI bulan Oktober yang akan diawasi ketat pada hari Selasa. Data ekonomi terbaru telah meningkatkan kekhawatiran terhadap prospek perekonomian blok tersebut di tengah melemahnya belanja konsumen dalam menghadapi inflasi yang masih tinggi.

Download full report HERE.