Last week review:
INFLASI RENDAH YANG DIBAYAR DENGAN BUKTI-BUKTI PERLAMBATAN EKONOMI. S&P 500 dan Nasdaq naik lebih dari 2% sepanjang minggu lalu, sementara DJIA mencatat kenaikan 2% dan merupakan kenaikkan 3 minggu berturut-turut didukung oleh melambatnya data Inflasi yang dirilis awal pekan lalu, sehingga memicu optimisme bahwa kenaikan suku bunga Federal Reserve telah mencapai puncaknya. Data ekonomi menunjukkan bahwa US CPI (Okt.) bertumbuh 3.2% yoy, di bawah perkiraan analis 3.3% dan pastinya semakin melandai dari bulan sebelumnya 3.7%. Core CPI yang mengecualikan harga barang volatile seperti makanan dan energi, juga turut mendingin ke level 4.0% yoy, lebih rendah dari forecast maupun pembacaan bulan September pada 4.1%. Inflasi di tingkat produsen pun turut melambat dalam laju pertumbuhan 1.3% yoy di bulan Oktober, berbanding 2.2% di bulan September, lebih rendah dari perkiraan 1.9%. Rilis PPI ini menunjukkan penurunan harga terbesar di tingkat produsen dalam 3.5 tahun didukung oleh harga Minyak yang lebih murah. Adapun laporan lain yang menambah optimisme bahwa The Fed akan mampu lakukan pemotongan suku bunga lebih cepat tahun depan adalah Retail Sales (Okt.) drop 0.1% mom, merupakan kejatuhan pertama kalinya dalam 7 bulan, dan berbanding jauh dengan pertumbuhan bulan sebelumnnya yang mampu positif 0.9%. Seperti diketahui, The Fed telah menaikkan suku bunga 525 bps sejak Maret 2022 untuk memerangi Inflasi. Ekspektasi pemotongan suku bunga bisa terjadi di bulan Mei 2024 telah meningkat menjadi 65%, naik dari 34% pada perkiraan awal Senin lalu, seperti dikutip oleh CME FedWatch Tool. Katalis positif lainnya adalah DPR AS akhirnya mengesahkan rancangan undang-undang belanja sementara yang akan mencegah government shutdown, dengan dukungan luas dari anggota parlemen dari kedua partai. Sejumlah data ekonomi lain yang dirilis lebih lemah dari perkiraan turut mengamini kondisi tercapainya soft landing adalah sebagai berikut: Initial Jobless Claims dirilis 231 ribu, di mana klaim pengangguran pada pekan terakhir lebih tinggi dari perkiraan 220 ribu klaim pengangguran pada minggu sebelumnya. Sementara itu Philadelphia Manufacturing Index yang mengukur kondisi usaha pada umumnya di Philadelphia masih berkutat di wilayah kontraksi walaupun agak membaik di atas forecast. Kedua data di atas memang sedikit banyak menimbulkan kekhawatiran akan situasi perlambatan ekonomi, tepat pada saat The Fed diharapkan untuk menjaga suku bunga tinggi untuk beberapa waktu lamanya. Seolah mengamini pemikiran tersebut, Industrial Production (Okt.) juga memperbesar kontraksi dan merupakan pertumbuhan negatif terendah dalam 4 bulan terakhir.
MARKET ASIA: JEPANG merilis perkiraan awal GDP 3Q23 di angka yang meresahkan ketika pertumbuhan ekonomi terjerembab ke jurang resesi -2.1% yoy, lebih dalam dari forecast -0.6% dan meninggalkan area pertumbuhan positif 4.5% di kuartal sebelumnya. Jepang juga meneruskan deflasi di tingkat produsen ( PPI) bulan Oktober yang terdata -0.4% mom. Machine Tool Orders dari Jepang pun tercatat semakin drop ke level 20.6% yoy, anjlok lagi dari periode sebelumnya yang sudah minus 11.2%. Di negara tetangga, CHINA lebih punya kabar balik dalam laporan Industrial Production (Okt.) dan Retail Sales (Okt.) yang menguat lebih besar dari perkiraan. China juga merilis data New Loans bulan Oktober yang ternyata lebih besar dari perkiraan senilai CNY 738.4 miliar, namun tetap tidak mengubah posisi Outstanding Loan Growth (Okt.) di posisi 10.9% yoy. INDONESIA juga mendapat bullish sentiment dari rilis surplus Trade Balance di bulan Oktober senilai USD 3.48 miliar, lebih besar dari perkiraan dan bulan sebelumnya, tertopang oleh Ekspor & Impor yang lebih baik, sehingga walaupun pertumbuhannya negatif namun laju penurunan mereka sudah melambat dari bulan sebelumnya.
MARKET EROPA: Masih bicara tentang Inflasi, INGGRIS laporkan CPI (Okt.) yang juga sukses mendingin ke angka 4.6% yoy, lebih rendah dari forecast 4.8% dan pastinya dari bulan sebelumnya 6.7%. Menyusul data tersebut, PPI Input & Output mereka juga turut turun dari bulan September. Walau demikian, melandainya Inflasi tersebut harus dibayar oleh gembosnya Retail Sales (Okt.) yang pertumbuhan negatifnya telah bercokol sejak Mei 2022 dan kali ini merupakan drop terendah dalam 3 bulan terakhir. Secara ketenagakerjaan, Inggris merilis data klaim pengangguran yang lebih tinggi di bulan Oktober, keluar di angka 17.800 lebih besar dari prediksi 15 ribu, dan hampir double dari bulan sebelumnya di 9.000. Aura perlambatan ekonomi pun semakin terasa kental di ZONA EURO di mana mereka mengumumkan Industrial Production (Sept.) yang pertumbuhan negatifnya semakin membesar dari bulan sebelumnya, sehingga tak heran mereka menulis perkiraan awal GDP 3Q23 bakalan melemah dari kuartal sebelumnya. Namun demikian, di satu sisi Eurozone patut bergembira karena telah berhasil menurunkan Inflasi (Okt.) ke tingkat 2.9% yoy, lebih rendah dari bulan September di 4.3%. Paling hanya Core CPI saja yang masih menjadi pekerjaan rumah secara pembacaan 4.2% yoy di bulan Oktober, masih more than double dari target 2% ECB.
KOMODITAS: Harga Minyak kembali tergerus lebih dari 1% pada pekan lalu, merupakan penurunan di minggu keempat berturut-turut seiring isu membuncahnya persediaan global tidak diikuti oleh permintaan yang saat ini tengah lesu, menjelang pertemuan OPEC pekan depan. Hal ini agak kontradiktif dengan laporan bulanan terbaru OPEC mengenai supply & demand Minyak dunia, di mana OPEC menaikkan perkiraan permintaan minyak dunia pada tahun 2023 menjadi 2.46 juta barel per hari, atau bph – naik 20.000 dari perkiraan sebelumnya. Pada tahun 2024, OPEC melihat permintaan meningkat sebesar 2.25 juta barel per hari, tidak berubah dari bulan lalu. Pertanyaannya sekarang adalah apakah anggota OPEC+, Rusia dan Arab Saudi akan terus melakukan pemangkasan produksi setelah bulan Desember. International Energy Agency (IEA) dalam laporan bulanannya, mengikuti langkah OPEC dengan menaikkan perkiraan pertumbuhan produksi/konsumsi 2023 menjadi 2.4 juta barrel per hari, dari 2.3 juta bpd sebelumnya; dan untuk tahun 2024 sebesar 930 ribu barrel per day dari 880 ribu. Agensi ini cukup berhati-hati untuk tidak menyimpulkan perlambatan ekonomi yang drastis pada beberapa negara-negara besar di dunia, namun menyatakan ekspektasi mereka didasari oleh harapan akan adanya pemotongan suku bunga di masa depan, manakala harga Minyak tengah tertekan saat ini sehingga otomatis akan mampu memicu demand Crude Oil lebih banyak. Di bulan Oktober, produksi Minyak AS memegang posisi rekor 13.2 juta barrel/day, dengan demikian total produksi Minyak AS berada pada posisi rekor sebesar 421.9 juta barrel. Sempat ada kesimpangsiuran data akibat system management upgrade apakah produksi Minyak sebanyak itu mampu diserap pasar.
This week’s outlook:
Di pekan perdagangan yang singkat karena terpotong libur Thanksgiving Day pada Kamis & Jumat depan, para investor akan mencari arahan pasar dengan memperhatikan Notulen Rapat Federal Reserve yang terakhir tanggal 31 Oktober – 1 November, yang sedianya dirilis hari Selasa; untuk mencari gambaran mengenai masa depan trend naik suku bunga ini. Para saham Retail mempersiapkan diri menghadapi gelombang belanja musim liburan yang dikenal dengan nama Black Friday. Para investor memantau apakah daya beli konsumen AS masih terbukti resilient. Dari perusahaan Teknologi, Nvidia adalah perusahaan megacap terakhir yang akan mengumumkan laporan keuangannya. Harga Minyak dunia diperkirakan masih akan bergerak volatil. Dari sudut data ekonomi, angka Existing Home Sales diperkirakan keluar hari Selasa, diikuti oleh Initial Jobless Claims yang sehari lebih cepat karena antisipasi libur, dan tak lupa juga data Durable Goods Order (Oct). Secara sentimen pasar, para investor terlihat lebih optimis pada pasar saham dalam beberapa minggu terakhir, di mana harga saham rebound dari penurunan selama sebulan sejak Agustus sampai Oktober. Yield US Treasury yang kenaikan stabilnya menjadi sentimen negatif bagi harga saham, juga telah mundur dengan cepat di tengah harapan bahwa The Fed sudah hampir pada akhir trend naik suku bunga. Tak heran pada pekan lalu, DJIA, S&P500, dan Nasdaq membukukan minggu ketiga naik berturut-turut. Bagi DJIA dan S&P500 ini merupakan kenaikan mingguan terpanjang sejak Juli, sementara bagi Nasdaq merupakan kenaikan terbesar sejak Juni. Bicara komoditas, MINYAK mentah rebound lebih dari 4% di hari Jumat lalu dari titik terendah 4 bulan, seiring para trader mengambil posisi cover short, ditambah adanya sanksi ekonomi AS atas beberapa pengiriman minyak dari Rusia. Namun hal ini tak mampu menyelamatkan harga Brent & WTI dari penurunan lebih dari 1% secara mingguan disebabkan melonjaknya persediaan Minyak AS dan level produksi yang berada di angka rekor. Krisis properti di China yang tak berkesudahan serta lesunya pertumbuhan industri di sana juga membuat Minyak mentah kehilangan daya saing. Ketika harga Brent berada di bawah USD 80/barrel seperti saat ini, banyak analis memperkirakan OPEC+ akan meneruskan pemangkasan produksi di 2024 sebagai keputusan pertemuan mereka tanggal 26 November nanti.
EUROZONE dijadwalkan mengumumkan data PMI (Nov.) pada hari Kamis, di mana para ekonom tidak mengharapkan adanya perbaikan aktifitas usaha yang berarti. Selanjutnya, Consumer Confidence pada hari Rabu dan yang dinanti-nanti dari Jerman adalah German Ifo Business Climate Index yang sedianya muncul hari Jumat. ECB atau European Central Bank tercatat akan publikasikan Financial Stability Review pada hari Rabu, sehari kemudian diikuti oleh keluarnya Notulen pertemuan bulan Oktober lalu. Presiden ECB Christine Lagarde akan hadir di Berlin pada hari Selasa dan akan berbicara lagi di sebuah acara di Frankfurt pada hari Jumat, sementara beberapa pejabat ECB lainnya juga akan dinantikan komentarnya selama minggu ini. CHINA akan kembali menyita perhatian para investor/trader seiring bank sentral mereka yang akan umumkan tingkat suku bunga pagi ini, yang mana diperkirakan tidak berubah dari posisi sekarang: 4.2% untuk jangka panjang (5 year), dan 3.45% untuk jangka pendek. Menyusul hari Kamis, RDG BI lah yang akan umumkan suku bunga acuan BI7DRR di mana juga diprediksi tak bergeming dari posisi saat ini 6.0%. Jepang akan merilis data National CPI (Okt.) di hari Jumat, diikuti oleh perkiraan awal au Jibun Bank Japan Manufacturing & Services PMI.
Download full report HERE.