Last week review:

Dow Jones Industrial Average turun sekitar 2,7% untuk kuartal ketiga, sementara Nasdaq dan S&P 500 masih bisa mengakhiri kuartal ini dengan kenaikan masing masing sekitar 3,6% dan 3,7%. Yield US Treasury tenor 10 tahun naik ke level tertinggi sejak 2007 seiring para investor mencerna komentar bernada hawkish para pejabat Federal Reserve yang menyiratkan masih akan ada satu kenaikan suku bunga lagi sebelum tahun 2023 berakhir, dan bahwa trend suku bunga tinggi akan bertahan untuk waktu yang lebih lama dari perkiraan. Pernyataan yang sama juga membuat Dollar menyentuh titik tertinggi 11 bulan melawan Yen Jepang, pun berada di level tertinggi dalam 10 bulan melawan mata uang major dunia lainnya. Federal Reserve Chairman Jerome Powell juga membeberkan sejumlah risiko ekonomi AS, di antaranya: mogok kerja para pekerja pabrikan mobil (yang mana serikat buruh sedang mengusahakan kesepakatan dengan ketiga perusahaan terkait yaitu: Ford, General Motors, dan Stellantis), kemungkinan US government shutdown, dimulainya kembali pembayaran pinjaman mahasiswa, naiknya harga Energi, serta naiknya tingkat bunga pinjaman jangka panjang. Lembaga pemeringkat Moody’s sempat memberikan peringatan bahwa apabila US government shutdown harus terjadi, maka akan sangat menodai rating kredit negara. Kabar terakhir: Kongres AS meloloskan rancangan undang-undang pendanaan sementara pada Sabtu malam dengan dukungan besar dari Partai Demokrat setelah Ketua DPR dari Partai Republik Kevin McCarthy mundur dari tuntutan sebelumnya yang berasal dari kelompok garis keras partainya.

DATA EKONOMI AS: Building Permits terbaru rilis di angka 1.541 juta unit, hampir menyamai ekspektasi di 1.543 juta unit dan ternyata masih bisa menanjak dari periode sebelumnya di 1.443 juta unit. Namun tidak demikian untuk penjualan rumah baru alias New Home Sales di bulan Agustus yang drop ke angka 675 ribu, dibanding perkiraan 700 ribu dan lebih rendah dari bulan sebelumnya pada 739 ribu. AS pun melaporkan Indeks Keyakinan Konsumen terendah dalam 3 bulan di level 103, tak mampu penuhi estimasi 105.5 dan jelas merosot dari bulan Agustus di 108.7. Angka indeks ini menyiratkan bahwa para konsumen (yang mendukung dua pertiga perekonomian) mulai merasakan tekanan ekonomi baik dari tingginya Inflasi dan trend naik suku bunga yang tak berkesudahan. Core Durable Goods Orders untuk bulan Agustus melonjak ke level 0.4% mom, di atas prediksi & bulan sebelumnya pada 0.1%. Data juga menunjukkan ekonomi AS mempertahankan laju pertumbuhan yang cukup solid di kuartal kedua, terbukti dari GDP 2Q23 yang mampu penuhi ekspektasi di level 2.1% qoq. Initial Jobless Claims keluar di angka 204 ribu, di bawah perkiraan 215 ribu; sementara closing kontrak pembelian rumah (Pending Home Sales) di bulan Agustus anjlok jauh lebih dalam dari perkiraan. Data Inflasi penting yang ditunggu-tunggu para investor pekan lalu adalah Personal Consumption Expenditures (PCE) price index yang akhirnya mampu rilis sesuai estimasi di angka 3.9% yoy di bulan Agustus, berhasil turun dari bulan sebelumnya 4.3%. Secara bulanan, pembacaan ini juga lebih rendah pada 0.1% mom (vs forecast & previous period 0.2%).

MARKET EROPA: German Ifo Business Climate Index (Sept.) tampak agak sumringah dengan rilis di atas ekspektasi, menyiratkan optimisme mulai muncul atas iklim usaha selama 6 bulan ke depan. GDP Inggris untuk kuartal 2 tahun ini terlihat mulai picking up dengan pertumbuhan 0.6% yoy, sementara Zone Euro masih berjuang memerangi Inflasi yang terbukti semakin melandai ke level 4.3% yoy di bulan September.

MARKET ASIA: Jepang melaporkan BOJ Core CPI yang konsisten di angka 3.3% yoy, lebih panas dari forecast 3.2%; sesuai dengan prediksi Bank Of Japan yang menyatakan Inflasi tinggi akan terus bercokol sehingga hal ini bisa mengancam eksistensi kebijakan moneter super-longgar mereka. Pada akhir pekan, China laporkan Manufacturing PMI akhirnya mampu bercokol di teritori ekspansif, sesuai perkiraan di angka 50.2.

KOMODITAS: Rusia baru-baru ini melonggarkan larangan ekspor bahan bakar yang awalnya diberlakukan untuk menstabilkan pasar domestik. Para analis memang  telah memperkirakan pembatasan tersebut tidak akan bertahan lama karena dapat berdampak pada operasional kilang dan berdampak pada hubungan dengan pelanggan. WTI (New York) naik 0,8% dalam seminggu, melanjutkan reli dari akhir Agustus. Untuk bulan September, patokan minyak mentah AS naik 8,5%, menjadikan September sebagai bulan terbaik sejak kenaikan bulan Juli sebesar hampir 16%. Periode Juli-September, ketika WTI naik 26,5%, juga menandai kuartal terbaik untuk minyak mentah acuan AS sejak tiga bulan pertama tahun 2022; di mana saat itu WTI diperdagangkan di harga tertinggi USD130/barrel karena pecah perang Russia-Ukraina. Saat ini, WTI kembali mendekati harga tiga digit, mencapai level tertinggi dalam 13 bulan di USD95,03 pada 28 September. Sementara Brent (London) untuk kontrak paling aktif bulan Desember berakhir pada USD92,09/barrel. Brent naik 0,3% dalam seminggu, 6,8% dalam sebulan dan 23% di kuartal ketiga ini. Patokan minyak mentah global ini mencapai level tertinggi dalam 13 bulan di harga USD95,35/barrel pada 28 September.

This week’s outlook:

Setelah perundingan 11 jam berhasil menghindarkan pemerintahan AS dari shutdown, sekarang para investor akan fokus pada data-data ekonomi seperti: data ketenagakerjaan dan pidato oleh Federal Reserve Chairman Jerome Powell serta European Central Bank (ECB) President Christine Lagarde dalam sepekan ke depan. Pertemuan bank sentral di Australia & New Zealand juga akan menjadi pusat perhatian para pelaku pasar secara market masih mencerna trend suku bunga tinggi untuk waktu yang lebih lama. AS dijadwalkan merilis data Nonfarm Payrolls untuk bulan September pada hari Jumat di mana para ekonom perkirakan akan ada pertambahan 163 ribu pekerja baru bulan lalu, turun dibanding 187 ribu pada bulan Agustus. Jika data yang dirilis ternyata lebih tinggi, maka ini akan semakin menguatkan posisi hawkish The Fed, dan berpotensi menjadi pemberat market. Namun sebelum itu, akan ada pula JOLTS jobs report untuk bulan Agustus yang sedianya diumumkan Selasa, diikuti ADP Nonfarm Employment Change yang mendeteksi perubahan ketenagakerjaan di sektor swasta yang juga diperkirakan bisa turun ke angka 155 ribu, daripada 177 ribu pada bulan sebelumnya. Institute for Supply Management (ISM) akan mempublikasikan data Manufacturing PMI (Sept.) hari Senin ini di mana diperkirakan masih akan berada di teritori kontraksi untuk bulan ke sebelas berturut-turut. Namun ISM Non-Manufacturing PMI alias sektor jasa terindikasi akan ada ekspansi yang lebih lambat kali ini.

Pelaku pasar juga seyogyanya menunggu komentar para pejabat Federal Reserve yang akan menentukan langkah berikut kebijakan moneter, di tengah perkembangan terakhir Inflasi yang mampu mendingin ke bawah level 4% untuk pertama kalinya dalam 2 tahun; namun ancaman tekanan Inflasi seperti naiknya harga Minyak mentah global masih menghantui, dengan demikian sepertinya jalan menuju target Inflasi The Fed di angka 2% sepertinya masih panjang.

Pasar ekuitas membuka kuartal final tahun ini setelah kuartal ketiga yang lemah. Untuk 3Q23, S&P 500 turun sekitar 3,6%, Dow kehilangan 2,6% dan Nasdaq merosot 4,1%. Pada bulan September, S&P 500 turun 4,9%, Dow drop 3,5%, dan Nasdaq anjlok 5,8%. Melonjaknya imbal hasil obligasi mengguncang pasar saham, dan beberapa investor khawatir akan membengkaknya valuasi perusahaan megacaps, termasuk Apple, Microsoft, Alphabet dan Amazon mungkin merupakan titik lemah cenderung terpukul terutama ketika yield US Treasury meningkat. Meskipun demikian, kuartal keempat akan menghadirkan musim laporan keuangan di tengah hype tentang AI, walau masih ada beberapa pertanyaan penting mengenai peningkatan utama pada laba.

MARKET EROPA: Christine Lagarde, ECB President, dijadwalkan berpidato hari Rabu di mana para investor mencari indikasi kebijakan suku bunga ke depannya setelah Jumat lalu data menunjukkan Inflasi Eurozone berhasil melandai ke titik terendah dalam 2 tahun. Data tersebut menumbuhkan harapan bahwa ECB telah menaikkan suku bunga cukup banyak untuk membawa Inflasi turun ke target 2%. Seperti diketahui, ECB telah naikkan suku bunga ke tingkat tertinggi 4.0% dari awalnya minus 0.5% hanya dalam waktu setahunan, setelah satu dekade sebelumnya berusaha menekan Inflasi melalui kebijakan moneter longgar.

MARKET ASIA – PASIFIK: Pasar China akan tutup hampir sepanjang minggu ini untuk libur Golden Week, dan para investor pastinya akan menyambut baik libur tersebut di tengah serangkaian sentimen negatif yang berpotensi menghancurkan market seperti: sektor properti yang anjlok, capital outflow dari aset-aset Tiongkok, mata uang berada di bawah tekanan berat, serta perekonomian sedang berjuang untuk bangkit. Di sisi lain, Laporan PMI hari Senin ini akan berasal dari Australia, Jepang, dan Indonesia. Data Inflasi September berdatangan dari Indonesia, Korea Selatan, Filipina, Thailand, dan Taiwan. Reserve Bank of Australia akan menggelar rapat pertama dengan Gubernur wanita pertama Michele Bullock pada hari Selasa, di mana konsensus memperkirakan bank sentral Australia tersebut akan menahan suku bunga di posisi saat ini 4.10%. Sementara itu, Reserve Bank of New Zealand akan melaksanakan rapat kebijakan mereka hari Rabu; di mana mereka juga diharapkan tidak akan naikkan suku bunga alias tetap di 5.5%, namun para pelaku pasar lebih fokus atas apa yang akan dilakukan para pejabat di bulan November. Setali tiga uang, Reserve Bank of India diprediksi menahan suku bunga di level 6.5%.

Download full report HERE.