Summary:

AS TELAH MELENGKAPI DATA INFLASI MEREKA DAN TIBA PADA KESIMPULAN BAHWA SEPERTINYA SUKU BUNGA HIGHER FOR LONGER MASIH DIPERLUKAN. Setelah US CPI (Feb.) terbukti masih dalam trend memanas pada level 3.2% yoy, lebih tinggi dari forecast & previous period di angka 3.1%; Core CPI (Feb.) pun mengamini dengan level di atas ekspektasi 3.7%, yaitu dirilis pada 3.8% yoy dan tercatat adanya peningkatan 0.4% secara bulanan yang artinya juga belum bergeming dari bulan Januari. Terakhir, US PPI melengkapi paket data Inflasi AS ini dengan pertumbuhan secara bulanan 0.6%, lebih tinggi dari perkiraan maupun bulan Januari di 0.3%. Pemandangan di atas yang tampaknya kurang mendukung buat ide pemotongan suku bunga sesegera mungkin tahun ini, seolah diperparah oleh data Initial Jobless Claims yang menyatakan klaim pengangguran mingguan ternyata lebih kecil dari perkiraan, serta Retail Sales yang malah dalam trend perbaikan: pada bulan Februari mampu berbalik positif 0.6% dari posisi negatif -1.1% di bulan Januari. Membaca keadaan tersebut, peluang pivot 25 bps pertama terjadi di bulan Juni jadi agak goyah ke level 55.2% turun dari 60.1% di pekan sebelumnya, seperti dikutip dari Fed Rate Monitor Tool milik Investing.com. Tampaknya market AS mulai kehilangan faktor euphoria mereka dan menyebabkan ketiga indeks saham mereka membukukan pelemahan selama sepekan terakhir. DJIA turun 0.02%, S&P500 drop 0.13%, sementara NASDAQ anjlok 0.73%.

MARKET ASIA: JEPANG akhirnya berhasil beranjak dari zona resesi, ketika mereka laporkan pertumbuhan ekonomi kuartal 4 di level 0.4% yoy, bahkan menorehkan prestasi di atas ekspektasi -0.4%. Tampaknya perbaikan ekonomi yang kuat inilah yang menjadi alasan indeks saham NIKKEI berhasil mencapai titik tertinggi tahun 1989. Di sisi sebaliknya, CHINA melaporkan jumlah pinjaman baru yang digelontorkan bank-bank di sana justru jatuh lebih rendah dari perkiraan pada bulan Februari, dari titik rekor di bulan sebelumnya, di tengah usaha bank sentral China untuk menggairahkan pertumbuhan ekonomi dan memerangi tekanan deflasi. Bank di China menggelontorkan CNY 1,45 triliun volume kredit (Feb.) lebih rendah dari forecast CNY 1,54 triliun dan jauh lebih kecil dari posisi bulan Jan CNY 4,92 triliun. Pertumbuhan pinjaman juga berada pada titik terendah yaitu 10.1% yoy, dibandingkan 10.4% pada bulan Januari, dan di bawah ekspektasi analis 10.2%.

MARKET EROPA: JERMAN sebagai Negara dengan ekonomi nomer satu di Eropa, berhasil menekan Inflasi di bulan Februari ke level 2.5% yoy, sesuai ekspektasi bahwa itu lebih rendah dari bulan Januari pada 2.9%. INGGRIS juga berikan data yang cukup menggembirakan, bahwa GDP (Jan.) mereka terbukti recover dari posisi – 0.1% di bulan sebelumnya, menjadi positif 0.2% secara bulanan.

INDONESIA: sejumlah indikator ekonomi penting mewarnai pekan Indonesia yang terbilang singkat (hanya 3 hari perdagangan) setelah terpotong libur long-weekend awal bulan Puasa dan Hari Raya Nyepi. Consumer Confidence (Feb.) sedikit turun ke level 123.1 dari 125 namun in overall masih cukup optimis, apalagi Retail Sales (Jan.) pun meningkat menjadi 1.1% di bulan Januari, dari 0.2% pada periode sebelumnya. Namun yang agak di luar dugaan adalah angka surplus Trade Balance di  bulan Februari yang mengerut signifikan menjadi USD 870 juta, jauh di bawah perkiraan USD 2.32 miliar dan USD 2.0 miliar di bulan Januari; akibat Impor yang meningkat signifikan dan Ekspor yang justru drop lebih rendah dari perkiraan.

KOMODITAS: harga MINYAK membukukan kenaikan lebih dari 3% selama seekan terakhir, terbantu oleh meningkatnya permintaan dari penyulingan AS yang tengah menyelesaikan proses maintenance/overhaul mereka; di tengah kegalauan mengenai kapan pemotongan suku bunga AS bisa segera terwujud. Harga bergerak antara range USD 80 – 84 selama sebulan terakhir. International Energy Agency pada hari Kamis menaikkan forecast oil demand untuk tahun 2024 untuk keempat kalinya sejak November seiring munculnya serangan Houthi pada kapal-kapal komersial di Laut Merah. IEA perkirakan permintaan minyak global akan meningkat 1.3 juta barrel/day di tahun ini, naik 110 ribu bpd dari bulan lalu. Adapun forecast ini memperlihatkan sedikit supply deficit untuk tahun ini seandainya OPEC+ memutuskan untuk memperpanjang pemangkasan produksi mereka. Aktifitas penyulingan minyak dan gas alam AS juga terpantau tertinggi sejak Sepember. Peningkatan harga pekan lalu ini bahkan terjadi ketika US Dollar tengah menguat dengan laju tertinggi dalam 8 minggu. USD yang lebih tinggi harusnya membuat Negara pembeli non-AS menyurutkan minat belinya. Dukungan lain juga ternyata datang dari ketegangan politik di benua Eropa, sewaktu Ukraina meluncurkan serangan drone ke penyulingan Russia, membakar penyulingan terbesar di Rosneft yang cukup vital bagi Russia.

This week’s outlook:

Keputusan sejumlah bank sentral akan menjadi pusat perhatian pelaku pasar global, terutama mengenai kapan secepatnya Federal Reserve akan lakukan pemotongan suku bunga. Sebaliknya, Bank of Japan sepertinya pun juga akan semakin mewujudkan wacana keluar dari era suku bunga negatif setelah bulan-bulan belakangan ini telah diantisipasi para pelaku pasar.

Sejumlah data Inflasi AS baik di pihak konsumen maupun produsen telah menjadi masukan yang cukup bagi hasil FOMC MEETING yang sedianya diputuskan pada 21 Maret dengan proyeksi hampir fully priced-in bahwa suku bunga akan ditahan tetap pada 5.25% – 5.50%. Dan yang lebih penting lagi adalah dinantikan komentar para pejabat bank sentral terkait proyeksi kapan pemotongan suku bunga akan terjadi, di tengah ekonomi AS yang terbukti resilient dan masih adanya tekanan Inflasi. Para analis masih tetap berkeyakinan bahwa market akan melihat pivot pertama pada bulan Juni, namun periode Wait & See masih akan diwarnai oleh sejumlah data ekonomi yang masih perlu dipantau, sebagaimana yang dikatakan oleh Federal Reserve Chairman Jerome Powell bahwa beliau perlu melihat lebih banyak bukti jika trend Inflasi memang menurun sebelum confident melakukan pemangkasan suku bunga.

Bank sentral Jepang akan mendahului dengan mengadakan pertemuan di hari Selasa ini, yang mana diperkirakan akan jadi rapat yang paling kritikal setelah bertahan  8tahun dalam suku bunga negative. BANK OF JAPAN diperkirakan akan mengakhiri trend suku bunga negative-nya pekan ini setelah perusahaan-perusahaan besar Jepang sepakat dengan organisasi buruh untuk menaikkan upah dengan nilai tertinggi sepanjang 33 tahun. Negara tetangga CHINA, juga akan menyusul hari Rabu mengenai pengumuman suku bunga mereka yang semestinya masih ditahan tetap tak berubah, masing-masing 3.45% untuk PBoC Loan Prime Rate, dan 3.95% untuk prime rate 5 tahun.

BANK OF ENGLAND pun tak mau kalah dengan menyusul pengumuman keputusan suku bunga di hari Kamis, setelah sebelumnya memperhatikan pertumbuhan Upah yang semakin menguat bahkan melebihi di AS & Eurozone. Namun sebelum itu, akan dipantau dulu angka CPI Inggris (Feb.) yang diramal akan semakin mendingin ke level 3.5% yoy dari 4.0% pada bulan Januari. Market saat ini mengharapkan BOE bisa memulai pemangkasan suku bunga dari 5.25% (tertinggi sejak 2008) di bulan Agustus, setelah The Fed dan ECB melaksanakan bagiannya.

KOMODITAS: harga MINYAK pun akan dipengaruhi oleh keputusan rapat The Fed yang sedianya muncul jam 01.00 WIB hari Kamis, secara view pemangkasan suku bunga sejatinya akan mendongkrak permintaan minyak di AS.

INDONESIA: pekan ini akan menantikan keputusan penting nasional terkait keputusan resmi KPU atas hasil Pemilu 2024. Pelaku pasar juga akan memantau reaksi bangsa secara keseluruhan mengenai Presiden terpilih, terkait satu atau dua putaran yang akan sangat pegang peranan menjaga suasana bullish market saat ini. Pada tanggal yang sama 20 Maret, RDG BI juga akan mengumumkan keputusan suku bunga yang sepertinya belum akan beranjak dari posisi 6.0%.

Download full report HERE.