Last week review:

Highlight of the week: data CPI Global. Diawali oleh China yang mengungkap tekanan deflasi yang semakin memuncak, secara PPI (Juni) mereka mencatatkan penurunan paling tajam sejak 2015 dipicu oleh permintaan domestik dan asing yang sama-sama melemah; serta CPI (Juni) yang juga masih flat di 0% YoY yang merupakan pertumbuhan paling lambat sejak 2021. Rilis data tersebut memperkuat spekulasi bahwa bank sentral China akan terus memangkas suku bunga dan mengungkap langkah-langkah stimulus baru demi menyediakan bahan bakar bagi pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Di sisi lain, setidaknya mulai ada titik terang dari China yang melaporkan kredit baru yang berhasil digelontorkan kepada konsumen perorangan dan korporasi di bulan Juni berhasil naik signifikan ke angka CNY 3,05 triliun, jauh melebihi ekspektasi dan 2x lipat lebih dari jumlah di bulan sebelumnya.

Para investor global menyambut gembira laju Inflasi AS yang pada bulan Juni sukses melandai ke level 3% YoY, dibanding 4% bulan Mei. Namun yang menjadi ganjalan adalah posisi Core CPI (Juni) yang masih berada di level 4.8% YoY (walau sudah mendingin dari bulan Mei di 5.3%); di mana ini masih 2x lebih tinggi dari target 2% Federal Reserve. Adapun data tersebut menggarisbawahi ekspektasi bahwa Federal Reserve tidak perlu menaikkan suku bunga lagi setelah 25 bps yang telah direncanakan untuk FOMC Meeting bulan Juli ini.

Dari benua Eropa, Jerman melaporkan CPI (Juni) yang semakin memanas di level 6.4% yoy dan 0.3% mom. Tak heran German ZEW Current Condition & Economic Sentiment (Juli) yang menggambarkan pelaku pasar di Jerman terpantau masih memandang sedikit pesimis atas situasi ekonomi dan sentimen dunia usaha 6 bulan ke depan. Adapun Perancis melaporkan kabar baik bahwa tingkat Inflasi (Juni) mereka melandai ke tingkat 4.5% yoy, dibanding bulan Mei di 5.1%. Secara keseluruhan, Industrial Production untuk seantero negara Euro Zone mencatatkan pelemahan di bulan Mei sebesar -2.2% yoy dibanding bulan sebelumnya masih positif tipis 0.2%.

Sentimen lain yang menggerakan pasar adalah naiknya S&P500 banks index di mana para pelaku pasar menantikan rilis kinerja dari bank-bank besar seperti JPMorgan Chase pada hari Jumat lalu yang akan memulai musim laporan keuangan 2Q23. Sektor perbankan AS diprediksi mampu laporkan tingkat laba yang lebih tinggi pada 2Q23, berkat naiknya suku bunga kredit yang mampu meng-offset turunnya volume kredit.

Dari belahan timur dunia, Korea Selatan melaporkan Unemployment Rate (Juni) tumbuh di tingkat 2.6% (vs 2.5% on Mei). Mereka melaporkan Export & Import Price Index (Juni) yang semakin drop di bawah perkiraan. Bank sentral Korea Selatan pun telah menetapkan suku bunga tetap ditahan flat pada 3.5%. Sementara Jepang melaporkan Core Machine Orders (Mei) yang anjlok tajam di luar dugaan baik secara tahunan maupun bulanan. Tak heran, angka PPI (Juni) mereka pun meleset di bawah ekspektasi, bahkan masih terjadi deflasi secara bulanan 0.2% MoM (mengikuti -0.7% pada bulan Mei).

Bank Indonesia (BI) mencatat keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi sedikit mengalami penurunan, tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan Juni di angka 127.1, turun sedikit dibandingkan 128.3 pada bulan Mei. Adapun BI meyakini pembacaan itu masih terjaga di zona kuat, didukung oleh optimisme konsumen akan tetap solidnya Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Sektor Kesehatan merupakan salah satu top gainer pekan lalu setelah disahkannya UU Kesehatan oleh DPR (yang diwarnai demo oleh sejumlah lembaga profesi kesehatan). Sentimen positif bagi IHSG pekan lalu yang berhasil catatkan kenaikan 2.28% (didukung oleh Foreign Net Buy sebesar IDR 563.17 milyar) juga datang dari komentar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai kisaran 5,0 – 5,3% pada akhir 2023. Untuk semester pertama 2023, ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai kisaran 5,0 – 5,2%, sementara untuk semester II/2023 diperkirakan mencapai 5,0 – 5,3%. Sri Mulyani menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut akan ditopang oleh konsumsi dan ekspor yang tetap terjaga hingga akhir tahun.

This week’s outlook:

Laporan kinerja perusahaan 2Q23 akan mewarnai pasar pekan ini, ditambah data ekonomi terkait pertumbuhan ekonomi serta data Inflasi dari negara-negara Eropa masih akan menyita perhatian para pelaku pasar keuangan; sementara itu Crude Oil diperkirakan akan mampu kembali bukukan kenaikan mingguan selanjutnya. US Retail Sales (Juni) diperkirakan akan meningkat 0.5% mom, didorong oleh rebound penjualan mobil dan penjualan SPBU yang lebih tinggi, menunjukkan bahwa permintaan konsumen tetap tangguh. Investor juga akan mendapatkan informasi terkini tentang kesehatan sektor perumahan dengan laporan Building Permits, Housing Starts, & Existing Home Sales. Juga akan ada laporan aktivitas manufaktur regional, yang diperkirakan akan tetap lesu bersama dengan data mingguan Initial Jobless Claims.

Serangkaian data ekonomi dari China pada hari Senin diperkirakan akan semakin menunjukkan kebangkitan ekonomi China pasca-pandemi masih kehilangan momentum dengan cepat, memicu ekspektasi bahwa Beijing akan segera perlu menerapkan lebih banyak langkah-langkah stimulus. GDP China diharapkan tumbuh sebesar 7,3% yoy dalam kuartal 2/2023, dibandingkan dengan pertumbuhan 4,5% pada kuartal pertama. Sementara itu Jepang berharap bisa menekan defisit Trade Balance ke angka JPY 46.7 milyar didukung oleh pertumbuhan Ekspor. Jepang diharapkan pertumbuhan ekonomi yang terpancar dari data National CPI (Juni) yang diprediksi naik ke level 3.5% yoy (vs previous 3.2%). Inggris akan merilis data inflasi Juni pada hari Rabu dan investor akan mengamati dengan seksama karena kemungkinan akan menentukan ukuran kenaikan suku bunga Bank of England berikutnya. CPI Inggris (Mei) diperkirakan turun menjadi 8,2% yoy dari 8,7% di bulan Mei karena harga makanan dan bahan bakar turun. Inflasi inti juga diperkirakan akan sedikit lebih rendah, tetapi komponen jasa diperkirakan akan tetap stabil di level tertinggi pasca-COVID sebesar 7,4%. Inggris akan melihat apakah Retail Sales (Juni) mereka mampu menekan penurunan yang selama ini terjadi menjadi -1.5% yoy, dari level terakhir di -2.1%. Euro Zone sendiri juga akan hadapi kenyataan apakah angka Inflasi (juni) mereka mampu semakin mendingin ke level 5.5% yoy, lebih rendah dari 6.1% bulan Mei.

Indonesia sendiri akan awali pekan ini dengan pembacaan Trade Balance (juni) di mana angka diharapkan bisa membesar sebanyak USD 1.35 milyar, setelah drop USD 440 juta di bulan lalu. Namun pencapaian tersebut menyimpan tanda tanya besar mengenai pertumbuhan Ekspor & Impor di bulan Juni. Indonesia juga akan memantau pertumbuhan Penjualan Retail yang tempo hari sempat melambat ke -4.5%. Harga minyak mentah dunia mencatat kenaikan mingguan ketiga berturut turut minggu lalu sebesar hampir 2% dan reli dapat berlanjut di minggu ini didukung sentimen meredanya inflasi, adanya rencana untuk mengisi cadangan strategis AS, serta pemangkasan produksi oleh OPEC+ dan adanya gangguan persediaan di Libya & Nigeria.

Download full report HERE.