Last week review:
Dunia mulai memasuki fase resesi ringan, “obat” The Fed (akhirnya) bekerja manjur. Ancaman resesi yang semakin nyata menghantui AS serta lemahnya ekonomi China membuat sentimen pasar keuangan global agak suram dan pasar modal Indonesia terkena imbasnya dengan menyusut 1.18% sepanjang perdagangan minggu lalu; terlebih lagi ditimpali juga oleh aksi jual asing di angka IDR 1.1 triliun (all market). Sepekan terakhir, Dow Jones juga harus tergerus 1.1%, S&P500 mengempis 0.3%, serta Nasdaq turun ke teritori negatif sedalam 0.4%. Gejala-gejala soft landing mulai muncul dengan inflasi AS bulan April berhasil kembali menjinak ke bawah level forecast 5% yaitu 4.9% YoY, Initial Jobless Claims muncul di angka 264 ribu, merupakan klaim tertinggi dalam 1,5 tahun. Muncul berita terakhir seputar krisis perbankan AS setelah PacWest Bancorp melaporkan anjloknya deposito dana pihak ketiga mereka sebesar 9.5% pada pekan lalu. Faktor-faktor di atas membangkitkan prediksi bahwa The Fed akan segera menghentikan trend naik suku bunga AS seiring munculnya tanda-tanda resesi ringan. Bahkan market mulai memperhitungkan setidaknya 95% kemungkinan adanya rate pause pada FOMC Meeting mendatang bulan Juni. Di satu sisi, pemerintah & Parlemen AS masih berkutat meraih kesepakatan mengenai plafon utang AS yang sudah menyentuh USD31.4 triliun, sebelum ancaman gagal bayar menjadi kenyataan pada tanggal 1 Juni. Dari benua Asia, Jepang & China berjalan tertatih-tatih berusaha menghidupkan kembali roda perekonomian mereka. Services PMI (Apr.) Jepang bergeser perlahan semakin ke wilayah ekspansi, namun Household Spending (Mar.) alias belanja rumah tangga ternyata masih drop di bawah ekspektasi. Perbaikan ekonomi China juga tampak kurang tenaga; walau China berhasil menumbuhkan surplus Trade Balance (Apr.) ke angka USD 90.21 miliar, namun data Inflasi China (Apr.) tampak semakin melandai sekarang di level 0.1% YoY (dari 0.7% bulan sebelumnya), merupakan laju terlambat dalam 2 tahun. Deflasi di tingkat produsen atau PPI, pertumbuhan kredit baru yang anjlok di bulan April, serta Impor mereka yang terkontraksi menyebabkan harga komoditi semacam tembaga, bijih besi, dan minyak mentah meluncur turun. Data-data di atas menyeret turun indeks saham China sebesar 2% dalam pekan perdagangan terakhir; MSCI index untuk saham-saham Asia-Pacific juga tergerus 1.4% secara mingguan. Dari benua Eropa, Jerman merilis data Inflasi (Apr.) yang juga sesuai ekspektasi melandai ke level 7.2% YoY & 0.4% MoM. Sementara itu, data kesehatan sektor properti Inggris yaitu Halifax House Price Index (Apr.) menunjukkan permintaan perumahan yang tergolong lemah. Bank of England memantapkan trend naik suku bunga mereka dengan kembali naikkan 25 bps ke level 4.5%, walau perlambatan ekonomi Inggris jelas terlihat pada pertumbuhan GDP 1Q23 yang menyusut ke 0.2% YoY. Indonesia melaporkan Cadangan Devisa (Apr.) di posisi USD144.2 miliar (setara dengan kecukupan impor 6,3 bulan), sedikit lebih rendah dari posisi di bulan Maret USD 145.2 miliar. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia untuk bulan April 2023 yang keluar lebih tinggi di angka 126.1 (vs 123.3 pada Maret) tidak mampu membendung gelombang jual di bulan May ini.

This week’s outlook:
Pekan ini Indonesia akan mengawali pengumuman data ekonomi penting yaitu Trade Balance (Apr.), kemudian para investor akan memantau perkembangan seputar plafon utang AS, seraya menunggu komentar dari para pembuat kebijakan Federal Reserve mengenai arah kebijakan moneter kedepannya. Data ekonomi dari Zona Eropa, Inggris dan China akan memberikan gambaran lebih lanjut mengenai kekuatan ekonomi global. AS akan merilis data Retail Sales & Industrial Production pada hari Selasa, di mana penjualan retail diharapkan rebound. Initial Jobless Claims mingguan setia menunggu di hari Kamis. Pemerintah AS harus segera mencapai kata sepakat untuk menaikkan plafon utang mereka yang sudah mencapai USD31.4 triliun demi mencegah default pada tanggal 1 Juni. IMF memberi peringatan bahwa gagal bayar AS akan berimbas sangat serius pada ekonomi AS & global. Pada hari Selasa, sejumlah negara Eropa akan merilis data ekonomi mereka; didahului oleh Zona Eropa yang akan merilis data revisi atas GDP 1Q23 pada hari Selasa di mana para ekonom memperkirakan ekonomi akan berekspansi hanya 0.1%; menunjukkan stagnasi terus berlangsung dan resesi bisa muncul pada tahun ini. Survey ZEW inssitute mengenai sentimen & kondisi dunia usaha di Jerman selaku negara terbesar di Eropa juga dinantikan pada hari yang sama. Adapun Inggris juga akan mengumumkan data upah tenaga kerja seiring Inflasi mereka yang masih betah di level double digit. Hari Selasa akan semakin padat dengan data ekonomi China termasuk laporan Retail Sales, Industrial Production, & Fixed Asset Investment; di mana para ekonom berharap akan ada akselerasi signifikan pada ketiga data di atas. Ekonomi China terbukti masih berjuang untuk mendapatkan momentum, meragukan sumbangsihnya pada pertumbuhan ekonomi global.

Download full report HERE.