Last week review:

DATA TENAGA KERJA AS SEBAGAI INPUT TERAKHIR FOMC MEETING BULAN DESEMBER!!

Data ketenagakerjaan AS mendominasi perhatian para pelaku pasar pekan lalu di mana 3 laporan penting plus satu klaim pengangguran akan sangat mempengaruhi kebijakan moneter bank sentral AS di pekan ini. Dimulai dari JOLTs Job Openings (Okt.) dan ADP Nonfarm Employment Change (Nov.) yang dirilis lebih rendah dari ekspektasi, namun ternyata pekan lalu ditutup dengan Nonfarm Payrolls (Nov.) yang dirilis 199 ribu, lebih tinggi dari estimasi 180 ribu dan semakin menguat dari bulan sebelumnya di angka 150 ribu. Unemployment Rate (Nov.) juga malah berhasil melandai ke tingkat 3.7% dari 3.9% di bulan Oktober. Belum lagi laju Upah rata-rata per jam ditengarai mengalami pertumbuhan double dari 0.2% di bulan sebelumnya menjadi 0.4% di bulan November. Katalis lain yang menunjukkan pasar tenaga kerja belum sepenuhnya melonggar juga didapat dari angka Initial Jobless Claims mingguan yang dirilis lebih rendah dari perkiraan. Sementara itu, pertumbuhan bisnis aktifitas jasa di AS terlihat semakin mantap di area ekspansif. Data tenaga kerja yang bervariasi di atas membawa pasar saham AS berjaya dengan mencatatkan kenaikan mingguan terpanjang sejak 2019, seiring optimisme bahwa ekonomi AS akan terhindar dari resesi di tengah spekulasi penurunan suku bunga bisa terjadi pada kuartal pertama tahun depan.

MARKET ASIA & EROPA: Jepang laporkan GDP kuartal 3 yang terjerembab ke wilayah resesi; setali tiga uang dengan Eurozone di mana pertumbuhan ekonomi kuartal 3/2023 berada pada -0.1% qoq dibanding 0.1% pada kuartal sebelumnya. Perlambatan ekonomi Eropa ini merupakan salah satu harga yang harus dibayar sebagai bentuk pengendalian Inflasi mereka, tercermin dari German CPI (Nov.) yang secara bulanan mencatatkan deflasi, dan secara tahunan sukses melandai ke level 3.2% yoy dari 3.8% bulan Oktober. Di negara ekonomi terbesar Eropa ini, tercatat German Factory Orders dan Industrial Production (keduanya untuk Oktober) masih alami pertumbuhan negatif. Di satu sisi, PMI beberapa negara major Eropa seperti Jerman, Eurozone, Inggris tampak bertumbuh walau tidak semua dari mereka sudah berhasil meninggalkan wilayah kontraksi (di bawah 50). Kabar baik dari China: Composite PMI mereka akhirnya perlahan bertumbuh di area ekspansif; surplus Trade Balance meningkat dikarenakan pertumbuhan Ekspor yang cukup masif mengungguli penurunan Impor. Sayangnya CPI & PPI (Nov.) mereka masih terjerumus semakin dalam di wilayah deflasi.

KOMODITAS: AS mengumumkan Crude Oil Inventories yang anjlok lebih rendah di bawah ekspektasi, namun ternyata timbunan persediaan bensin mereka membuncah di level 5.421 juta barrel, jauh di atas prediksi sekitar 1 jutaan barrel. Tak pelak, lonjakan tersebut membuat harga Minyak anjlok sekitar 4% untuk kedua kontrak (Brent & WTI) dipicu oleh kekhawatiran akan over-supply dan lesunya demand global, apalagi setelah negara-negara OPEC+ bersepakat untuk menambah pemotongan produksi sukarela sebesar 2.2 juta barrel/hari mulai awal tahun depan.

INDONESIA: umumkan Cadangan Devisa (Nov.) meningkat ke level USD 138.1 miliar, cukup aman setara dengan pembiayaan Impor 6 bulan, disusul oleh Indeks Keyakinan Konsumen (Nov.) yang sedikit mengempis ke angka 123.6 dibanding 124.3 pada bulan sebelumnya. Di tengah bullish IHSG mencapai Target Akhir Tahun NHKSI RESEARCH pada area 7130-7150 (yang merupakan titik tertinggi sejak September 2022), ternyata minat beli asing pada saham-saham Indonesia masih kering secara tercatat Foreign Net Sell sebesar IDR 876.8 miliar (all market) pada pekan lalu, dan mentotalkan posisi beli bersih YTD hanya di sekitar IDR 2.27 triliun saja.

This week’s outlook:

Titik kulminasi kebijakan moneter terakhir tahun ini sedianya akan digenapi oleh data Inflasi AS (Nov.) yang sedianya dirilis Selasa besok sebagai the last piece of the puzzle, di mana CPI (Nov.) diharapkan mampu melandai ke level 3.1% yoy, vs previous 3.2%; walau secara bulanan terdata peningkatan PPI (Nov.) yang menyatakan indeks harga di sektor produsen naik 0.1%, dibanding deflasi -0.5% paa bulan Oktober. Kombinasi data ini ditambah data tenaga kerja yang dirilis pekan lalu tentunya sangat mempengaruhi keputusan FOMC Meeting pekan ini yang terjadwal keluar pada hari Kamis dini hari jam 01.00 WIB. Seperti dilansir dari Fed Rate Monitor Tool milik Investing.com, probabilitas bahwa The Fed akan menahan suku bunga tetap di range 5.25% – 5.50% pada FOMC Meeting bulan ini sudah hampir 100% fully priced-in. Sementara itu, sudah ada lebih dari 50% peluang bahwa bank sentral akan dapat memotong 25 bps secepat-cepatnyanya pada pertemuan di bulan Maret tahun depan. Para pelaku pasar cukup nervous menantikan komentar dari Federal Reserve Chairman Jerome Powell mengenai arah kebijakan moneter tahun depan, di mana khalayak ramai mulai membayangkan pivot di depan mata. Jika dewan pejabat The Fed setia menentukan arah kebijakannya berdasarkan sejumlah data ekonomi, maka sejatinya pekan ini mereka akan membaca Retail Sales (Nov.) sebagai masukan terkait daya beli masyarakat terlebih dalam suasana festive season, plus Industrial & Manufacturing Production (Nov.), ditambah perkiraan awal S&P Global Services PMI (Dec.), dan pastinya angka Initial Jobless Claims mingguan yang kesemuanya akan diumumkan setelah keputusan FOMC Meeting.

Di benua Eropa, hari Kamis ini juga akan jadi hari penting bagi bank sentral Inggris dan Eurozone secara mereka juga akan keluarkan keputusan suku bunga, di mana keduanya diramal akan menahan suku bunga tetap di tempat, 5.25% untuk Bank of England dan 4.5% untuk European Central Bank. Namun sebelum itu, beberapa data ekonomi penting patut jadi pertimbangan seperti: data tenaga kerja + pengangguran Inggris, Industrial & Manufacturing Production Inggris; ditambah Industrial Production Eurozone (Okt.), serta German ZEW Economic Sentiment (Des.) yang menyatakan pandangan terkait dunia usaha Jerman 6 bulan ke depan. Menutup minggu ini, para pelaku pasar akan memusatkan perhatian pada sejumlah data ekonomi penting dari China yaitu: Industrial Production (Nov.), Retail Sales (Nov.), dan Unemployment Rate (Nov.).

INDONESIA akan mendahului Eropa merilis angka Retail Sales hari ini sekitar jam 10.00 WIB yang akan dibandingkan dengan posisi sebelumnya pada 1.5%. Di penghujung pekan, Indonesia akan umumkan angka Trade Balance (Nov.) yang diprediksi surplusnya agak kempis sedikit ke angka USD 3.06 miliar, dibanding USD 3.48 miliar pada Oktober. Yang penting untuk dilihat adalah apakah posisi Ekspor & Impor sudah mampu alami pertumbuhan lebih baik dari sebelumnya, atau setidaknya laju penurunannya sudah semakin melambat.

Download full report HERE.