Today’s Outlook:
MARKET AS: Yield obligasi negara bergerak naik menjelang sejumlah rapat bank sentral pekan ini, yang mana di antaranya mungkin akan mengakhiri era suku bunga negatif di Jepang, dan satunya menetapkan jalur suku bunga AS di tahun ini. Para pelaku pasar telah mengantisipasi keputusan US FEDERAL RESERVE untuk menahan suku bunga tetap di tempat 5.25% – 5.50% pada FOMC Meeting yang hasilnya dirilis kurang lebih hari Kamis jam 01.00 WIB, dan yang terpenting adalah para investor menanti petunjuk lebih lanjut mengenai kapan pemotongan suku bunga bisa terwujud. Adapun peluang pivot terjadi pada bulan Juni telah turun menjadi 56% dari 75% sepekan lalu. Menimbang data-data ekonomi AS yang masih kuat, para analis mulai perkirakan bahwa siklus pemotongan suku bunga AS mungkin akan lebih lambat dari perkiraan awal, diramal hanya akan ada penurunan suku bunga 72 bps di tahun ini dibanding perkiraan 140 bps lebih pada sebulan lalu. Pemikiran tersebut mengirim yield US Treasury tenor 2 tahun naik 0.9 bps menjadi 4.7319% (setelah mereka merangkak naik 24 bps pekan lalu), sementara yield tenor 10 tahun naik 2.8 bps ke level 4.332%. The Fed juga diprediksi akan mengurangi jumlah penjualan obligasinya menjadi USD 30 miliar per bulannya. Sebelum The Fed, hari ini para pelaku pasar memasang mata kepada BANK OF JAPAN, yang akan menentukan apakah kebijakan moneter super longgar mereka yang telah berjalan hampir 1 dekade akan segera berakhir (walaupun ada kemungkinan mereka akan menunda keputusan penting tersebut sampai April, berbarengan dengan dirilisnya proyeksi ekonomi terbaru). Tidak hanya dari kedua negara tersebut, terdata sedikitnya 9 bank sentral yang pekan ini menjadwalkan rapat terkait keputusan suku bunga (Indonesia salah satunya), di mana kebanyakan dari mereka sepertinya masih belum akan mengubah level interest rate saat ini, walaupun tidak tertutup kemungkinan akan adanya langkah kejutan. Sejumlah indikator ekonomi lain yang dinantikan hari ini adalah : Industrial Production dari Jepang, FDI dari China, German ZEW Economic Sentiment (Mar) , serta Building Permits & Housing Starts (Feb) dari AS.

MARKET EROPA : EUROZONE malaporkan Inflasi di bulan Feb berhasil melandai ke tingkat 2.6% yoy sesuai ekspektasi, dari 2.8% pada periode sebelumnya. Inflasi Inti juga terkendali ke level 3.1% yoy dari 3.3% pada bulan Jan.

KOMODITAS: Harga MINYAK dunia naik sekitar 2% menyentuh level tertinggi dalam 4 bulan pada penutupan perdagangan Senin, didorong oleh penurunan eksor minyak mentah dari Irak dan Arab Saudi. Selain itu, tampak tanda-tanda penguatan demand dan pertumbuhan ekonomi di China serta AS. Irak, produsen terbesar kedua OPEC, mengatakan akan mengurangi ekspor minyak mentah sebesar 130.000 barrel/day menjadi 3,3 juta bpd dalam beberapa bulan mendatang untuk mengkompensasi kelebihan kuota OPEC+ sejak Januari lalu. Adapun pada Januari & Februari, Irak memompa minyak secara signifikan, lebih banyak dari target yang disepakati dengan OPEC+. Sedangkan Arab Saudi, produsen terbesar OPEC, menurunkan ekspor minyak mentahnya menjadi 6,297 juta bpd pada Januari, dari 6,308 bpd pada Desember.

Pada komoditas lain, harga EMAS naik tipis 0.1% ke harga USD 2164,05 / ounce diterpa sentimen ekspektasi pelaku pasar bahwa Federal Reserve mungkin tidak akan begitu dovish lagi pada FOMC Meeting pekan ini. Analis ANZ memproyeksikan harga emas bisa melemah ke level USD 2100 / ounce dalam waktu dekat, namun mereka juga meng-upgrade target akhir tahun menjadi USD 2300 / ounce, mengantisipasi terwujudnya pivot dan melemahnya kondisi ekonomi secara keseluruhan akan mendukung emas sebagai aset safe-haven. Dari metal industri, harga TEMBAGA sedikit melemah setelah menyentuh titik tertinggi 11 bulan pekan lalu, setelah China dilaporkan akan memangkas produksi smelter tembaga terbesar mereka. Rally itu kini terhenti menyusul data ekonomi China yang bervariasi di atas, ditambah lagi tingkat pengangguran mereka saat ini menyentuh titik tertinggi 5 bulan.

Corporate News
Sinar Mas Multiartha (SMMA) Tawarkan Obligasi IDR 1.5 T PT Sinar Mas Multiartha Tbk (IDX:SMMA) berencana menerbitkan obligasi berkelanjutan III SMMA dengan target dana yang diperoleh mencapai sebesar IDR 5 triliun. Obligasi tersebut akan diluncurkan bertahap, untuk tahap I Tahun 2024 yakni senilai IDR 1.5 triliun. Dalam prospektus ringkasnya disebutkan obligasi ini ditawarkan dalam dua seri yakni Seri A dengan tenor selama 5 tahun, dan Seri B selama 10 tahun dan terkait bunga obligasi akan ditentukan kemudian. Surat utang ini memperoleh peringkat irAA (Double A) dari PT Kredit Rating Indonesia. Seluruh dana yang diperoleh dari hasil Penawaran Umum Obligasi ini setelah dikurangi dengan biaya-biaya emisi, akan dipergunakan Perseroan dengan rincian sebagai berikut : Sebesar IDR 13.1 miliar akan digunakan untuk pelunasan seluruh pokok Obligasi Berkelanjutan II Sinar Mas Multiartha Tahap II Tahun 2022 Seri B. Sebesar IDR 119 miliar akan digunakan untuk pelunasan seluruh pokok Obligasi Berkelanjutan II Sinar Mas Multiartha Tahap I Tahun 2021 Seri C. Sebesar IDR 450 miliar akan dipergunakan untuk menunjang kebutuhan investasi jangka pendek berupa saham dan/atau obligasi dan/atau reksadana. Sebesar IDR 50 miliar akan dipergunakan untuk modal kerja Perseroan, meliputi antara lain untuk membayar beban operasional, beban pemasaran, beban pengembangan usaha dan/atau beban lainnya sehubungan kegiatan usaha Perseroan dan Sisanya akan digunakan sebagai pinjaman modal kerja kepada Perusahaan Anak PT Sinar Mas Multifinance sebesar 50% dan PT AB Sinar Mas Multifinance sebesar 50% untuk menunjang ekspansi kredit. (Emiten News)

Domestic Issue
Dana Asing Keluar dari Pasar Surat Utang Sejak Awal 2024 Investor asing mengurangi penempatan dana di pasar surat utang Indonesia. Mereka mencari peruntungan di luar instumen surat utang. Fixed Income Analyst Pefindo Ahmad Nasrudin melihat, pasar surat utang Indonesia bergerak datar (sideways) dalam beberapa minggu terakhir. Imbal hasil atau yield Surat Utang Negara (SUN) terpantau cenderung datar di sekitar 6,6% sejak akhir Januari 2023 hingga 15 Maret 2024. Nasrudin mengatakan, pasar obligasi domestik saat ini sudah memasuki fase jenuh beli. Harga obligasi kesulitan untuk bergerak naik lebih lanjut, sampai sinyal tentang kapan suku bunga mulai turun menjadi lebih jelas. Investor asing sudah jenuh beli terlihat dari harga Surat Berharga Negara (SBN) yang terkoreksi cukup dalam, sejak Oktober tahun lalu yang kala itu yield 10 tahun berada di 7.11%. Persentasenya kemudian turun seiring dengan masuknya aliran masuk modal asing. Total modal asing yang mengalir masuk mencapai IDR 34.18 triliun selama November 2023 hingga Januari 2024. Aliran masuk tersebut mendorong yield turun ke 6.48% pada Desember 2023, sebelum naik sedikit di akhir Januari 2024. Terlepas dari itu, Nasrudin bilang, beruntungnya permintaan domestik terhadap instrumen SBN masih relatif solid. Kepemilikan asing saat ini juga sudah berkurang dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya. Investor asing sekarang memiliki sekitar 14.20% dari total outstanding yang beredar di pasar sekunder, jauh turun dibandingkan dengan sebelum pandemi yang berkisar antara 30%-40%. Sehingga, meski investor asing membukukan jual bersih di pasar surat utang Indonesia, dampaknya terhadap yield juga relatif tidak terlalu signifikan. (Kontan)

Recommendation

US10YT mulai menyentuh area Resistance dari level previous High sekitar yield 4.35%, yang mana bila tertembus maka akan buka jalan untuk penguatan yield lebih lanjut menuju TARGET : 4.56% / 4.66%. ADVISE : WAIT FOR BREAK OUT to buy or average up. Support : yield 4.214% – 4.17%.

ID10YT mulai lakukan percobaan penembusan Resistance kritikal NECKLINE pattern DOUBLE BOTTOM pada yield 6.652% ; yang mana apabila confirm tertembus maka akan buka jalan menuju TARGET yield 6.75% / 6.79% – 6.80% / 6.87%. ADVISE : AVERAGE UP accordingly.

Download full report HERE.