Summary:

FOMC MEETING THE FED menahan suku bunga tetap di tempat sesuai ekspektasi, namun sepertinya suku bunga masih harus higher for longer. Keputusan bank sentral AS ini terbit di tengah rilis laporan ketenagakerjaan AS yang bervariasi namun masih menunjukkan kekuatan ekonomi di mana Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan penciptaan lapangan pekerjaan terakhir pada data JOLTs job openings bulan Desember dan Nonfarm Payrolls bulan Januari alias sektor publik keluar  lebih tinggi dari perkiraan, di tengah Consumer Confidence yang juga lompat ke titik tertinggi 2 tahun, walau pada saat yang sama Initial Jobless Claims mingguan pun meningkat ke level tertinggi sejak pertengahan November. Federal Reserve Chairman Jerome Powell mengatakan bahwa kecil kemungkinannya bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga pada bulan Maret, memupuskan harapan penurunan suku bunga lebih cepat di tahun ini. The Fed juga menambahkan bahwa mereka belum merasa pemotongan suku bunga adalah kebijakan yang tepat untuk dilakukan sebelum mereka mendapatkan keyakinan yang cukup bahwa Inflasi bergerak ke arah Target 2%, dan kembali menekankan bahwa kebijakan di masa depan akan tergantung oleh munculnya data-data ekonomi. Adapun sejumlah data ekonomi penting yang rilis di pekan lalu, menunjukkan bahwa S&P Global US Manufacturing PMI (Jan.) telah sukses menyebrang ke wilayah ekspansif tercatat pada angka 50.7. Menyikapi data-data di atas, tak pelak indeks ekuitas global bergerak mendekati level tertinggi 2 tahun dengan ekonomi asumsi AS jauh dari resesi. Bicara mengenai PMI, dari benua Asia, Korea Selatan, Indonesia, dan China termasuk di antaranya yang mencatatkan Manufacturing PMI di wilayah ekspansif; sementara Jepang masih berjuang untuk mengeluarkan sektor manufaktur mereka dari area kontraksi. Pergulatan yang sama pun dialami oleh negara-negara Eropa seperti Jerman, Eurozone, dan Inggris yang mana Manufacturing PMI mereka terlihat berjalan tertatih-tatih namun semakin mendekati border 50.

KEPUTUSAN SUKU BUNGA DARI BANK SENTRAL LAIN, Bank of England pun turut pertahankan suku bunga mereka di level 5.25% yang saat ini berada pada level tertinggi hampir 16 tahun; namun memberi isyarat kemungkinan adanya pemangkasan di tahun ini di tengah adanya seruan untuk mengurangi biaya pinjaman sejak 2020. Selain itu, Inflasi di Zona Euro terbukti melandai bulan lalu, turun menjadi 2,8% yoy di bulan Januari dari 2,9% di bulan Desember, beringsut mendekati target 2% ECB. Trend Inflasi yang sama pun terlihat pada perkiraan awal Inflasi Januari Jerman berada pada 2.9% yoy untuk bulan Januari, mengalahkan estimasi 3.0% dan jelas mendingin dari 3.7% di bulan sebelumnya; walau penanganan Inflasi ini harus dibayar dengan German Retail Sales (Des.) yang masih tumbuh negatif dan German Unemployment Rate (Jan.) bertahan di level 5.8% sama seperti bulan sebelumnya. Ini semua menunjukkan bahwa bank-bank sentral utama dunia bisa jadi semakin mendekati prospek pemotongan suku bunga di tahun ini, apalagi di tengah kenyataan perlambatan ekonomi mulai melanda benua Eropa, terbukti dari GDP 4Q23 Jerman yang masih terkontraksi 0.2% yoy (sesuai ekspektasi), walau angka ini terbilang membaik dari kuartal sebelumnya yang minus 0.4%. Adapun pertumbuhan ekonomi wilayah Eurozone masih terlihat lebih baik secara GDP 4Q23 sudah mampu tunjukkan angka positif 0.1%.

MARKET ASIA pun tak mau kalah turut melaju ke utara seiring pemerintah China meluncurkan paket penyelamatan pasar saham mereka sebesar USD278 miliar, di tengah sentimen negatif akibat pengadilan Hong Kong melikuidasi perusahaan property raksasa China Evergrande. Hal ini menyebabkan para hedge funds melakukan aksi borong besar-besaran pada saham-saham perusahaan China, dengan nilai tertinggi dalam 5 tahun selama sepekan terakhir; walau kekhawatiran mengenai ancaman masalah sistemik muncul pada krisis properti China yang bisa meluas ke sektor usaha/perusahaan lain.

KOMODITAS: Harga MINYAK mengakhiri pekan lalu dengan anjlok dalam sebesar lebih dari 7% di tengah meningkatnya optimisme adanya gencatan senjata perang Israel – Hamas yang akan kembali menopang mulusnya pasokan minyak global. Gencatan senjata ini turut mendinginkan ancaman keamanan jalur kapal komersial di Laut Merah, yang mana militan Houthi yang dibeking oleh Yaman-Iran telah diperangi oleh sejumlah angkatan laut yang dipimpin AS & Inggris.

This week’s outlook:

Dengan pupusnya harapan pivot segera terwujud di tahun 2024 ini, para investor mengalihkan fokus mereka kepada sejumlah laporan kinerja perusahaan 2023 dan sederet data ekonomi untuk menebak arah kebijakan moneter ke depannya. CHINA dijadwalkan akan merilis data Inflasi, sementara harga MINYAK diramal masih akan volatile.

Musim laporan keuangan masih akan mendominasi pekan ini dan menentukan apakah rally saham ke titik rekor tertinggi masih bisa berlanjut. Seperti diketahui, S&P500 menyentuh titik tertinggi yang terbaru di hari Jumat setelah data tenaga kerja keluar, dibantu pula oleh meroketnya saham Meta dan Amazon setelah publikasi laporan kinerja masing-masing. Para investor juga memantau segala proyeksi perusahaan di tahun 2024 ini, di mana pendapatan diharapkan bertumbuh lebih tinggi dibanding 2023.

Kalender ekonomi AS akan relatif lebih tenang di pekan ini, dengan fokus utama ISM Services PMI (Jan.) di mana para ekonom memperkirakan aktifitas di sektor jasa mulai picking-up di awal tahun ini. Departemen Tenaga Kerja AS akan kembali merilis Initial Jobless Claims mingguan di hari Kamis. Para investor juga akan turut mendengar statement dari beberapa pejabat The Fed termasuk Chairman Federal Reserve Jerome Powell yang akan diskusikan ekonomi dan resiko Inflasi di acara TV CBS.

Para trader komoditas MINYAK mencerna ulang ekspektasi pemotongan suku bunga The Fed yang tertunda, berpotensi menghambat perbaikan ekonomi yang akan mengganggu permintaan minyak global; tak pelak pemikiran ini membuat harga Minyak anjlok tajam lebih dari 7% di pekan lalu. Belum lagi ancaman keamanan di wilayah Laut Merah yang telah meluas ke negara-negara sekitar seperti Irak, Syria, dan Pakistan, masih menimbulkan tanda tanya apakah konflik Timur Tengah bisa segera dipadamkan.

Data Inflasi CHINA yang dijadwalkan dirilis hari Kamis mendatang, diprediksi masih akan menunjukkan tekanan deflasi yang semakin mendalam, di mana para ekonom perkirakan CPI China (Jan.) keluar di angka – 0.5%, dibanding minus 0.3% di bulan sebelumnya. Sentimen ini tentunya akan semakin menyulitkan pasar keuangan China yang telah terpukul turun 6% di bulan pertama tahun ini, sehingga pelemahan berlangsung 6 bulan berturut-turut.

Pada pekan perdagangan yang akan banyak terpotong libur hari raya, INDONESIA akan awali hari ini dengan laporan GDP yang mana diramal pertumbuhan ekonomi full year 2023 akan mampu berada di tingkat 5.0% yoy. Selanjutnya hari Rabu akan disusul oleh laporan Cadangan Devisa (Jan.) dan Consumer Confidence di hari Kamisnya.

Download full report HERE.