-GOVERNMENT BONDS-
Dampak Burden Sharing dan Deflasi Tekan SBN. Harga obligasi pemerintah melemah pada penutupan perdagangan Rabu, hampir terjadi di semua tenor. Investor mencermati pasokan SBN akan meningkat akibat adanya kemungkinan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) tetap akan menjalankan skema burden sharing. Sebelumnya, pernyataan Jokowi bahwa skema burden sharing ini dilakukan setidaknya hingga tahun 2022, jika pertumbuhan ekonomi di bawah target. Sebagai catatan, BI telah membeli SBN di pasar perdana senilai IDR 42,96 triliun hingga 18 Agustus. Tekanan pasar kemarin juga sebagai respon atas dampak deflasi jangka panjang, meningkatkan profil risiko investasi di Indonesia. Deflasi seiring menurunnya daya beli, akan memperberat pertumbuhan ekonomi domestik Indonesia.
-CORPORATE BONDS-
PP Properti Dan Bank CIMB Niaga Lunasi Utang Jatuh Tempo. Nilai surat utang Emiten pertama yang telah melunasi surat utang jatuh tempo adalah PP Properti Tbk (PPRO). Pengembang properti ini telah melunasi pembayaran surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) IV tahun 2017 senilai IDR 287 miliar. Surat utang ini jatuh tempo pada 28 Agustus 2020 lalu. Lebih lanjut, perseroan sudah mengantisipasi adanya kemungkinan mismatch cashflow. PP Properti didukung oleh induk usaha, Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP), mengatasi mismatch cashflow dengan memberikan pinjaman berupa shareholder loan yang sudah direalisasikan pada Juli dan Agustus lalu. Adapun di tengah situasi pandemi seperti saat ini, PP Properti berusaha untuk tetap berkinerja baik. Hal ini dilakukan dengan menyelesaikan sejumlah proses pembangunan apartemen. Sementara itu, Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) melunasi obligasi jatuh tempo mencapai IDR 635 miliar. Perseroan melunasi seluruh jumlah terutang Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Bank CIMB Niaga Tahap II Tahun 2019 Seri A pada 31 Agustus 2020. (Investor Daily)
-MACROECONOMY-
Ekonomi 3Q20 Tumbuh Negatif. Secara teknikal, resesi ekonomi terjadi bila pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal berturut-turut mengalami pertumbuhan negatif secara tahunan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan di tahun ini resesi ekonomi akan terjadi karena kondisi di 3Q20. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi di 1Q20 sebesar 2,97% YoY. Kemudian, di 2Q20 minus 5,32% YoY. Dus, resesi ekonomi akan ditentukan oleh realisasi pertumbuhan ekonomi di 3Q20. Setelah melalui dua bulan di periode 3Q20, Menkeu Sri Mulyani akhirnya angkat bicara bahwa ekonomi Indonesia tidak bisa menahan resesi ekonomi di tahun ini. Di 3Q20 masih mengalami negative growth, bahkan di 4Q20 masih dalam zona sedikit di bawah netral. Menkeu memprediksi ekonomi Indonesia berada di rentang minus 1,1% sampai 0,2%. Asumsi Menkeu, bila ekonomi Indonesia berada di level 0,2% tahun ini, maka sudah terjadi recovery di 3Q20 dan 4Q20 dari realisasi di 2Q20. Sementara itu, di tahun depan Menkeu perkirakan pertumbuhan ekonomi di rentang 4,5%-5,5%. Hal tersebut didasarkan pada momentum pemulihan terjaga meskipun ketdiakpastian Covid-19 masih terjadi. (Kontan)
-RECOMMENDATION-
Investor Mencermati Revisi UU Bank Indonesia. Selain sentimen eksternal, rencana pemerintah merevisi UU Bank Indonesia berpengaruh pada independensi BI, menekan nilai tukar rupiah kemamrin. Nilai tukar rupiah melemah 1,18% ke level IDR 14.745/USD di pasar spot. Sementara, kurs tengah BI melemah 1,29% ke level IDR 14.804/USD. Tekanan rupiah dipengaruhi sentimen eksternal. Rilis data tenaga kerja non farm payroll AS lebih baik, melampaui ekspektasi pasar. Selain itu, tekanan rupiah juga ditengah membaiknya data indeks aktivitas manufaktur AS bulan Agustus. Data ISM Manufacturing PMI AS bulan Agustus berada di level 56, atau lebih baik dari proyeksi pasar di level 54,6.