Pasar saham AS ditutup pada teritori positif pada perdagangan hari Senin (17/07/23) didukung ekspektasi pendapatan perusahaan akan melebihi perkiraan, tetapi pasar regional lainnya serta US Dollar tak banyak bergerak setelah data ekonomi China menunjukkan pertumbuhan yang ternyata lebih lambat dari yang diantisipasi. China melaporkan pertumbuhan 0,8% pada kuartal kedua, memang di atas perkiraan 0.5%, tetapi laju tahunan pada 6.3% meleset di bawah ekspektasi 7.3%. Dari awal tahun, GDP China telah bertumbuh sebesar 5.5% yoy dalam dua kuartal yang telah berjalan ini. Selain Industrial Production (Juni), data makro ekonomi China lainnya tidak ada yang berhasil lampaui kinerja periode sebelumnya. Para analis menilai ledakan ekonomi pasca-COVID telah berakhir dan situasi ekonomi China telah kehilangan momentumnya. Namun kekhawatiran di awal tahun mengenai hard landing di AS tampaknya telah memudar karena inflasi konsumen yang terbukti mampu melandai telah mencerahkan prospek Wall Street karena perusahaan mulai melaporkan kinerja 2Q23, yang diperkirakan turun 8.1% (menurut data Refinitiv), turun lebih jauh dari penurunan 5.7% yang diperkirakan pada awal bulan. Di satu sisi, Inflasi masih di atas target Federal Reserve 2%. Sebagian besar pelaku pasar memperkirakan kenaikan suku bunga 25bps oleh Federal Reserve pada rapat minggu depan, dengan kemungkinan sebesar 97.3%, menurut CME Group FedWatch Tool. Fed Fund Futures memperkirakan masih akan ada pengetatan 32bps tambahan tahun ini, dengan suku bunga acuan diperkirakan akan mencapai puncaknya di 5.40% pada bulan November. Para investor melihat peluang rendah adanya kenaikan suku bunga lanjutan setelah Fed menyelesaikan FOMC Meeting 25-26 Juli mendatang. Para analis memperkirakan hanya tersedia limited upside potential bagi saham-saham AS yang valuasinya saat ini sudah tinggi; bahkan S&P500 kini diperdagangkan pada posisi P/E forward 19.7x. Bicara mengenai data ekonomi lainnya, pengumuman Retail Sales (Juni), Industrial Production (Juni), dan Business Inventories (Mei) pada Selasa malam nanti WIB akan menjadi sorotan para pelaku pasar hari ini, meskipun data tersebut mungkin sedikit pengaruhnya atas kebijakan moneter atau arah pasar.
IHSG akhirnya ditutup melemah tipis -2.43points di level 6867.14 setelah menyentuh level High of the day di angka 6931.27 diiringi oleh pembelian bersih asing yang cukup signifikan di angka IDR1.2 triliun (all market) di mana mereka menambah pundi-pundi saham bank bluechip Indonesia seperti BBRI, BBCA, dan BMRI. Indonesia melaporkan surplus Trade Balance (Juni) yang melonjak di luar dugaan ke angka USD3.46 miliar, more than double dari estimasi, dan jauh lebih tinggi dari bulan Mei yang hanya USD 440juta; pada saat pertumbuhan Ekspor & Impor sesungguhnya anjlok bila dibanding Juni 2022, masing-masing -21.18% yoy dan -18.35% yoy. Namun untungnya, dibanding posisi Mei 2023, Impor turun lebih besar sebanyak 19.4% dibanding Ekspor yang hanya turun 5.08%; sehingga Neraca Perdagangan Indonesia pada Juni 2023 mampu bukukan surplus 38 bulan berturut-turut terutama berasal dari sektor nonmigas USD4.41 miliar, namun terdeduksi oleh defisit sektor migas senilai USD0.96 miliar. Secara teknikal, NHKSI RESEARCH melihat bentuk candle yang terjadi pada chart IHSG serupa Shooting Star, mengindikasikan tingginya tekanan jual di posisi dekat Resistance kritikal 6945-6965 yang apabila Resistance mid-term ini mampu ditembus maka akan membebaskan jalan.
Download full report HERE.