Summary:

Last Week Review

• DATA GDP & INFLASI AS BERHASIL MENYELAMATKAN INDEKS DJIA NAMUN TIDAK BERHASIL MENAHAN SAHAM2 TEKNOLOGI DARI LONGSORAN LEBIH LANJUT. Selama seminggu kemarin, DJIA berhasil menguat 0.75%, sementara S&P 500 terjerembab 0.82% dan NASDAQ merosot 2.08%. Data US GDP yang menyebutkan ekonomi AS menguat di atas ekspektasi pada kuartal 2 tahun ini yaitu sebesar 2.8% qoq (menguat double dari pertumbuhan 1.4% yang lemah di kuartal sebelumnya), menghapus kekuatiran ekonomi AS berjalan ke arah resesi ; di tengah penanganan Inflasi yang sepertinya aman terkendali dan inline sesuai ekspektasi. View ke arah soft-landing semakin bisa dikonfirmasi sehingga proyeksi pemotongan suku bunga di bulan Sept semakin feasible, walau ada suara yang agak terlalu dovish mengatakan rate cut bisa dimulai secepat-cepatnya pada FOMC Meeting akhir Juli ini (Unlikely).

• Musim laporan keuangan juga bertanggung jawab membentuk arah perdagangan pekan lalu, di mana concerns seputar laba perusahaan big caps seperti Tesla dan Apple kehilangan pangsa pasar penting di China menghantui kemampuan revenue mereka ke depannya. Turut menyumbang sentimen negatif yang berhubungan dengan sektor Teknologi, crash-nya sistem operasi Microsoft akibat pembaruan software yang dilakukan Crowdstrike (perusahaan cyber security) menyebabkan glitch yang problematik pada operasional airline, bank, dan perusahaan healthcare di seluruh dunia, tak terkecuali setidaknya airline di Indonesia turut merasakan dampaknya.

• Di satu sisi, peta politik AS yang sangat dinamis telah menciptakan gejolak pasar di mana Presiden Joe Biden akhirnya memutuskan mundur dari Pilpres AS 2024 dan menyerahkan nominasi kepada VP Kamala Harris, yang masih harus mendapatkan persetujuan bulat dari partai Demokrat pada konvensi mereka bulan Agustus nanti.

• CHINA secara tak terduga memangkas kembali suku bunga mereka 0.1% di tengah usaha ambisius untuk memperbaiki perekonomian mereka setelah data GDP 2Q keluar mengecewakan; walau jurus-jurus stimulus yang lebih nyata masih tetap dinantikan para pelaku pasar. China memainkan peran besar di pasar keuangan dan komoditi global, terlihat dari anjloknya harga MINYAK untuk 3 minggu berturut-turut karena lesunya demand dari China selaku importir minyak terbesar dunia.

• Akibatnya minggu lalu, harga acuan Brent kehilangan 1.8% sementara WTI merosot 3,7% ; selain juga adanya harapan pada perundingan gencatan senjata Perang Gaza yang telah digodok selama beberapa minggu terakhir. Namun, Israel menginginkan perubahan dalam rencana gencatan senjata Gaza dan pembebasan sandera oleh Hamas, yang mempersulit kesepakatan untuk menghentikan perang yang terjadi selama 9 bulan dan telah menghancurkan wilayah tsb. Sementara dari sisi demand, data yang dirilis awal bulan ini menunjukkan bahwa total impor bahan bakar minyak China turun 11% di paruh pertama tahun 2024 telah menimbulkan kekhawatiran tentang prospek demand secara keseluruhan dari China, importir minyak mentah terbesar di dunia.

• Di lain pihak, perusahaan energi AS pada pekan lalu menambahkan jumlah situs pengeboran minyak dan gas alam untuk minggu kedua berturut-turut, meningkatkan jumlah bulanan paling banyak sejak November 2022, demikian dikatakan oleh laporan perusahaan jasa energi Baker Hughes.

This Week’s Outlook

Berikut beberapa fokus yang perlu dipantau oleh pasar investor di pekan ini :
• Pekan ini akan ada perhatian yang besar pada Federal Reserve, Bank of England dan Bank of Japan yang akan mengadakan rapat kebijakan terkait suku bunga ; selainnya juga yang akan menjadi sorotan adalah laporan ketenagakerjaan AS pada hari Jumat dan laporan keuangan perusahaan Teknologi sisa “Magnificent Seven” yang belum merilis kinerja mereka. Inilah pandangan mengenai apa yang akan terjadi di pasar selama seminggu ke depan.

• Dengan pasar saat ini memperkirakan peluang 88% penurunan suku bunga pada bulan September di tengah tanda-tanda penurunan Inflasi dan kenaikan tingkat pengangguran, pernyataan kebijakan oleh Ketua The Fed Jerome Powell minggu ini akan menjadi sorotan utama. Sepertinya suku bunga masih akan ditahan tetap pada level 5.25% – 5.50% pada FOMC MEETING 30-31 Juli mendatang, walau sudah ada suara yang “agak terlalu dovish” dari salah satu petinggi The Fed yang menyatakan bahwa rate cut dapat terjadi secepat2nya bulan Juli ini.

• Pernyataan The Fed pada hari Rabu akan menempatkan laporan NONFARM PAYROLLS yang akan dirilis pada hari Jumat, di bawah pengawasan yang lebih ketat lagi karena para investor mencoba untuk mengukur apakah tanda-tanda cooling down baru-baru ini di pasar tenaga kerja dapat berlanjut di bulan Juli. Para ekonom memperkirakan ekonomi AS telah menciptakan 177.000 pekerjaan di bulan Juli, seharusnya turun dari 206.000 di bulan sebelumnya. Tingkat pengangguran, yang telah meningkat dalam 3 bulan terakhir, diperkirakan akan bertahan stabil di 4,1%. Menjelang laporan hari Jumat, AS akan merilis data JOLTS JOB OPENING pada hari Selasa.

• LAPORAN KEUANGAN perusahaan Teknologi besar akan terus berlanjut dalam beberapa hari mendatang, pasar mengantisipasi hasil mengecewakan di bawah ekspektasi yang berpotensi mengguncang pasar yang sudah gelisah di tengah kekhawatiran akan valuasi saham yang overvalue.

• BANK OF ENGLAND (BoE) akan mengadakan rapat pada hari Kamis dan para investor terpecah dalam dua kubu mengenai apakah para pembuat kebijakan akan memutuskan penurunan suku bunga pertama sejak tahun 2020. Tingkat ketidakpastian terasa lebih tinggi dari biasanya menjelang pertemuan tersebut karena para pejabat bank sentral tidak berbicara secara terbuka selama lebih dari 2 bulan berhubung adanya aturan menjelang PEMILU Inggris pada 4 Juli. Para investor masih menebak-nebak apakah Inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan baru-baru ini cukup untuk mencegah BoE menurunkan suku bunga dari level tertinggi dalam 16 tahun terakhir di 5,25% ; secara bulan lalu Komite Kebijakan Moneter BoE memberikan suara 7-2 untuk mempertahankan suku bunga.

• BANK OF JAPAN (BOJ) berencana menetapkan kebijakan terbarunya pada rapat hari Rabu dan spekulasi mengenai prospek kenaikan suku bunga semakin meningkat setelah para politisi terkenal, termasuk perdana menteri, mengisyaratkan perlunya normalisasi kebijakan dalam waktu dekat. Dampak dari melemahnya YEN terhadap pengeluaran rumah tangga dan bisnis tampaknya mengubah nilai tukar menjadi isu utama dalam konvensi kepemimpinan Partai Demokratik Liberal yang berkuasa di bulan September. Fakta bahwa mata uang tersebut telah pulih secara mengejutkan sebesar 10 yen / USD dari posisi terendah selama 3 dekade di awal bulan tidak menghalangi beberapa pihak untuk memprediksi kenaikan suku bunga di akhir bulan Juli ini.

Download full report HERE.