IHSG Menerima Tekanan Cukup Dalam
Pada pekan lalu, mendung sentimen negatif menggelayuti IHSG. Perang dagang semakin memanas ketika Tiongkok akhirnya membalas tarif pajak AS aktif sejak 10/05/2019 dengan lonjakan tarif impor dari 5% menjadi 25% atas barang AS senilai USD60 miliar, berlaku pada 1 Juni 2019. Meruncingnya dendam dagang dua raksasa perekonomian dunia akan memperlambat ekonomi masing-masing negara. Angka pertumbuhan produksi Tiongkok pada April yang hanya mencapai 5,4%, lebih rendah dari Maret bukti luka perang dagang. Bahkan, Tiongkok sebelumnya sempat memangkas target pertumbuhan ekonomi 2019 di kisaran 6% – 6,5%. Jika realisasi itu mencapai batas bawah, Indonesia bisa terkena pukulan berat. Konflik tersebut juga menjadi biang keladi pelemahan IHSG. Pada Rabu (15/05) dan Kamis (16/05) JCI merana karena derasnya arus modal keluar hingga Rp998 miliar. Panic selling menggelayuti bursa saham Asia, tak terkecuali Indonesia. Pelaku pasar resah meruncingnya perang dagang berpotensi memangkas keuntungan perusahan. Dari sisi domestik, neraca perdagangan yang babak belur karena tamparan defisit USD2,5 miliar memadamkan optimisme pelaku pasar dan memperkelam mendung yang menggelayuti IHSG. Merosotnya harga komoditas ekspor Indonesia memompa defisit neraca perdagangan. Pada akhir pekan lalu, tidak ada katalis positif dapat mendorong penguatan IHSG yang akhirnya ditutup melemah (-6,2%). Aksi deklarasi kondisi darurat nasional oleh Trump terkait ancaman yang dihadapi sektor teknologi AS membuat Huawei Technologies perusahaan asal Tiongkok masuk ke daftar Entity List Bureau Industry and Security (BIS) dan mempertegang tensi perang dagang.

Download laporan lengkapnya di SINI.