Dow Jones dkk confirm menutup perdagangan pekan lalu di teritori negatif, dengan DJIA membukukan penurunan terbesar sejak September, minus 3% sepanjang minggu lalu membuat Dow tiarap selama 4 minggu berturut-turut. S&P 500 dan Nasdaq pun kompak mengikuti dengan masing-masing melemah 2.7% dan 3.3% secara mingguan. Sejumlah data ekonomi penting dan komentar dari pejabat Federal Reserve semakin mengkonfirmasi misi Bank Sentral AS untuk menjaga tingkat suku bunga tinggi demi mengendalikan tingkat inflasi. Dimulai dari FOMC Meeting Minutes pada hari Rabu lalu menyatakan bahwa hampir seluruh pejabat Federal Reserve setuju untuk menetapkan besaran kenaikan suku bunga mendatang menjadi 25 bps dan membawa FFR ke level 4.75% pada FOMC mendatang bulan Maret. Ekonomi AS yang tangguh tercermin pada level ekspansif S&P Global Composite PMI AS, Initial Jobless Claims yang turun di bawah ekspektasi, serta laporan GDP 4Q22 AS yang tumbuh solid di angka 2.7%. Para praktisi pasar keuangan sudah mulai memperhitungkan Fed Fund Rate akan memuncak di level 5.35% pada bulan Juli dan akan menetap di sekitar angka tersebut sampai akhir tahun; mengundang spekulasi adanya kenaikan suku bunga ketiga di bulan Juni. Semua pandangan hawkish ini membawa benchmark yield US Treasury tenor 10 tahun menyentuh titik tertinggi 3,5 bulan, hampir mencapai yield 4%. Dollar Index 105.21, semakin mantap pada level tertinggi 10 minggu seiring data ekonomi AS yang kukuh kuat diperkirakan akan menjaga The Fed tetap hawkish. Sementara dari dalam negeri, surplus transaksi berjalan 4Q22 sebesar USD 4,3 miliar (1.3% dari PDB), tak mampu menolong performa IHSG sepekan terakhir yang turut terkoreksi tipis 0.5% walau dana asing terjaring masuk sebesar IDR 226,4 miliar. Tampaknya posisi nilai tukar Rupiah yang berada di IDR15220/USD (level terendah USD/IDR dalam 1,5 bulan) menjadi awan hitam yang menaungi sentimen pasar domestik.
Download full report HERE.