Summary:

Last Week Review

REVISI FCA DAN BANGKITNYA SAHAM-SAHAM BLUECHIP BIG BANKS MEMBAWA INDONESIA MENUTUP MARKET PEKAN LALU DI TERITORI HIJAU, alias naik 0.44%. Setelah market Indonesia sempat terpotong dua hari libur Idul Adha pada Senin dan Selasa pekan lalu, adjustment & market movement yang dialami mengikutsertakan FOREIGN NET BUY sebesar IDR 693.78 milIar selama sepekan terakhir. KEPUTUSAN BANK SENTRAL INDONESIA yang menahan suku bunga tetap di tempat pada level 6.25% cukup menenangkan market, di tengah keputusan bank sentral lain yang juga diam di tempat seperti PEOPLE’S BANK OF CHINA & BANK OF ENGLAND, walaupun INGGRIS adalah negara yang telah mencapai Target Inflasi mereka di level 2.0% yoy pada bulan May , di kala EUROZONE masih sedikit bergulat di wilayah 2.6% yoy (agak alot untuk turun dari 2.4% di bulan sebelumnya).

AS melaporkan beragam indikator ekonomi penting sebagai bahan pertimbangan Federal Reserve menyikapi ke mana arah trend Inflasi AS. Pertumbuhan ekonomi yang melambat memang tampak dari Retail Sales AS yang di bawah ekspektasi pada bulan Mei; demikian pula Philadelphia Fed Manufacturing Index (Jun) yang di luar dugaan ternyata sangat lemah. Housing Starts merosot 5.5% di bulan Mei , sementara penjualan rumah yang sudah dibangun alias Existing Home Sales alami tren turun selama 3 bulan berturut-turut (walau di atas kertas mereka membukukan kinerja melampaui forecast di bulan Mei) ; karena harga mencapai rekor tertinggi dan kenaikan suku bunga kredit perumahan membuat calon pembeli menahan diri. Initial Jobless Claims juga mencatatkan klaim pengangguran 238 ribu, di atas perkiraan 235 ribu. Di sisi lain, S&P Global US Manufacturing & Services PMI terbukti semakin menguat pada bulan Juni.

Menyikapi data-data tersebut, pasar masih punya cukup optimisme untuk peluang 2 kali penurunan suku bunga Federal Reserve tahun ini (menurut laporan FedWatch LSEG), meskipun para pejabat bank sentral AS memperkirakan hanya akan ada 1 kali pelonggaran suku bunga. Namun berkaitan dengan kapan pivot bisa segera dilaksanakan, para pelaku pasar sedikit menurunkan harapan mereka dan memperhitungkan pemotongan suku bunga The Fed bisa terjadi di bulan September menjadi 59.5%, agak lebih rendah dari pekan sebelumnya di 62% (Seperti dilansir dari Fed Rate Monitor Tool milik Investing.com).

In overall, US market masih bisa kantongi penguatan pada pekan lalu dengan prestasi DJIA naik 1.44%, persentase kenaikan mingguan terbesar sejak pertengahan Mei. S&P terapresiasi 0.61% untuk kenaikan mingguan ketiga berturut-turut, sementara NASDAQ hanya menguat tipis 0.003% pada minggu lalu, masih dalam rentetan kenaikan mingguan ketiga berturut-turut.

INDONESIA mencatatkan surplus Trade Balance pada bulan Mei 2024 sebesar USD 2.93 miliar, merupakan surplus selama 49 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Angka surplus ini terbang 585.86% dibandingkan bulan yang sama tahun 2023 sebesar USD 427.2 juta dan meningkat 7.72% dibanding April 2024 lalu yang senilai USD 2.72 miliar. Surplus ditopang oleh Ekspor melonjak 13.82% dibanding April ’24, walau Impor Mei juga ternyata naik 14.82% dibanding April.

This Week’s Ooutlook

Bagi investor yang mencoba menebak-nebak kapan perubahan suku bunga akan terjadi, alat pengukur inflasi US PCE PRICE INDEX yang diawasi ketat, serta data awal Inflasi bulan Juni dari beberapa negara EUROZONE akan menjadi sorotan minggu ini. Pasar juga tengah khawatir akan adanya tanda-tanda kelelahan di sektor Teknologi yang telah dengan kuatnya menopang penguat market belakangan ini.

Berikut adalah hal-hal yang perlu Anda amati mengenai pasar pada pekan ini:
PERSONAL CONSUMPTION EXPENDITURES (PCE) price index , yang merupakan alat pengukur Inflasi favorit The Fed, akan dirilis pada hari Jumat untuk menunjukkan apakah trend turun Inflasi masih intact. Seperti diketahui, pembacaan PCE terbaru belum sesuai dengan ekspektasi, secara data tersebut menunjukkan Inflasi AS ternyata bergerak sideways di bulan April ; yang mana dapat melemahkan argumen bahwa penurunan suku bunga bisa segera dilakukan. Berbeda dengan The Fed, pelaku pasar masih mengharapkan adanya 2 kali penurunan suku bunga tahun ini. Kalender ekonomi AS juga mencakup Consumer Confidence bulan Juni serta data Penjualan rumah baru dan rumah lama (New & Existing Home Sales) di bulan Mei. Ada juga perkiraan ketiga US GDP Q1, ditambah data pesanan barang tahan lama alias Durable Goods Orders untuk bulan Mei.

Saham sektor TEKNOLOGI dipercaya memiliki prospek jangka panjang yang kuat, mengingat pendapatan mereka yang solid dan didukung hype atas potensi revolusioner dari kecerdasan buatan (AI). Namun kenaikan harga yang fantastis, termasuk kinerja NVIDIA sebesar 155% year-to-date, telah menimbulkan kekhawatiran bahwa reli Teknologi mungkin mendekati akhirnya. Saham-saham laggard seperti small-caps serta sektor Keuangan & Industri mungkin saat ini terlihat undervalue. Jika pullback pada sektor Teknologi benar terjadi, para investor sepertinya malah akan gunakan kesempatan tersebut sebagai momentum Buy on Weakness; the trend is your friend: selama 1 dekade terakhir indeks NASDAQ 100 telah meroket lebih dari 400% sementara RUSSELL 1000 hanya naik sekitar 70% pada waktu yang sama.

Kedua harga acuan MINYAK (US WTI & BRENT) telah naik sekitar 3% pada pekan lalu, menyusul penguatan sekitar 4% pada minggu sebelumnya. US DOLLAR menguat ke level tertinggi dalam 7 minggu terhadap sekeranjang mata uang lainnya pada akhir pekan karena pendekatan Federal Reserve yang berhati-hati dan sabar dalam memangkas suku bunga, kontras dengan sikap yang lebih dovish di negara lain. Suku bunga yang lebih rendah dapat mendukung harga minyak, yang tahun ini terpuruk karena lesunya permintaan global. Pemotongan suku bunga AS akan membuat biaya pinjaman menjadi lebih murah di AS (Negara dengan perekonomian terbesar di dunia), sehingga meningkatkan minat terhadap minyak seiring dengan peningkatan produksi mereka sendiri. Dalam sepekan ke depan, harga minyak juga kemungkinan akan tetap didukung oleh meningkatnya premi risiko geopolitik.

Di wilayah EUROZONE, PRANCIS, ITALIA, & SPANYOL akan merilis data awal inflasi bulan Juni pada hari Jumat. Data tersebut akan menentukan arah laporan Zona Euro pada minggu berikutnya, penting bagi para trader untuk mencoba mengukur berapa kali EUROPEAN CENTRAL BANK (ECB) berpotensi menurunkan suku bunganya tahun ini. Seperti diketahui, ECB telah memangkas suku bunga pada tanggal 6 Juni, namun trend Inflasi dan Pertumbuhan Upah yang masih kuat meragukan adanya pemotongan selanjutnya. Para investor mengharapkan 1 kali pemotongan lagi dengan peluang sekitar 64% terjadi di akhir tahun, turun dari hampir 80% sebelum rapat ECB bulan Juni. Kejutan indikator ekonomi akan memperburuk mood investor secara mereka tengah bergulat dengan ketidakpastian situasi politik menjelang Presiden Prancis Emmanuel Macron mengadakan Pemilu putaran pertama Prancis pada tanggal 30 Juni.

CHINA & UNI EROPA telah sepakat untuk memulai pembicaraan mengenai rencana pengenaan tarif terhadap kendaraan listrik (EV) buatan China yang diimpor ke pasar Eropa. Awal bulan ini Brussels mengusulkan tarif bea masuk yang besar hingga 38.1% terhadap kendaraan listrik China yang diimpor ke wilayah Eropa, demi mengakhiri subsidi mereka yang berlebihan ; berlaku pada tanggal 4 Juli sebelum mulai dikenakan penuh pada bulan November. Pengumuman Komisi Eropa pada tanggal 12 Juni tersebut menyusul langkah Amerika Serikat yang menaikkan tarif mobil China pada bulan Mei dan membuka front baru dalam perang dagang Barat dengan China. Pemerintah China telah mengisyaratkan kemungkinan tindakan pembalasan melalui komentar media pemerintah dan wawancara dengan tokoh-tokoh industri.

Download full report HERE.