Serangkaian data ekonomi yang keluar minggu lalu semakin menguatkan prediksi bahwa Bank Sentral global masih akan memastikan suku bunga acuan tinggi. Dimulai dari Consumer Price Index AS (Jan.) di level 6.4% YoY, yang masih lebih tinggi dari forecast walau sudah berhasil lebih rendah dari 6.5% bulan sebelumnya; serta Producer Price Index AS (Jan.) yang malah menguat di atas ekspektasi ke tingkat 6% YoY, vs. survey 5.4%. Pasar tenaga kerja AS masih solid dengan Initial Jobless Claims terakhir keluar lebih rendah dari perkiraan ekonom. US Retail Sales (Jan.) yang menguat di level tertinggi 2 tahun ke level 3%, menyiratkan perekonomian masih ulet dalam hal consumer spending. Pejabat The Fed mengatakan bahwa FOMC Meeting selanjutnya (Maret) mungkin perlu untuk mengimplementasikan besaran kenaikan suku bunga yang lebih tinggi, seperti 50 bps. Wacana ini berarti akan mengekor keputusan ECB mengenai rencana kenaikan suku bunga acuan 50 bps bulan depan. Menyikapi data makroekonomi AS tersebut, imbal hasil obligasi negara tenor 10 tahun menyentuh titik tertinggi sejak 30 Des seiring para investor memperhitungkan langkah The Fed yang semakin hawkish. US Dollar index juga sempat menyentuh titik tertinggi 6 minggu di angka 104.24. Dari dalam negeri, data makroekonomi Indonesia masih menunjukkan fundamental solid dengan Trade Balance Indonesia kembali bertumbuh membukukan surplus selama 33 bulan berturut-turut, di angka USD3.87 milyar (Jan.). RDG BI memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR di level 5.75%, mengerem kenaikan setelah 6 bulan berturut-turut mengangkat suku bunga ke level saat ini yang mereka rasa sudah cukup untuk membawa inflasi inti kembali ke level target 3% pada tahun ini. Dengan sederet sentimen negatif & positif di atas, belum mampu membawa IHSG ke level 7000 dan hanya menyisakan pergerakan sebesar 0.22% selama sepekan terakhir, ditimpali oleh Foreign Net Sell sebesar IDR 1.1 triliun.

Download full report HERE.