Summary:

PEMILU AKBAR BAGI INDONESIA, DI TENGAH INFLASI AS YANG MASIH MEMANAS SERTA JEPANG & INGGRIS YANG JATUH KE DALAM RESESI. Indonesia telah merampungkan Pemilu (legislatif) dan Pilpres yang mana perhitungan quick count berbagai lembaga polling dan hasil resmi sementara dari KPU (data nasional terkumpul: 70.45%) telah menobatkan paslon 02 yaitu Prabowo-Gibran sebagai bakal calon Presiden & Wakil Presiden Indonesia untuk periode 2024-2029 dengan perolehan suara 58.3%. Ramai spekulasi bahwa Pilpres ini bisa diakhiri dengan satu putaran, membawa market Indonesia bullish mendekati titik tertinggi all time-high di area 7380-7400, didukung oleh Foreign Net Buy selama sepekan terakhir sebesar IDR 8.22 T (all market), mentotalkan posisi YTD asing sebesar IDR18.4 T. Data ekonomi terakhir menyebutkan, Indonesia berhasil mencatatkan surplus Trade Balance untuk kali ke 45 berturut-turut, pada nilai USD2.2 miliar di bulan Januari.

Euphoria di negeri kita berlangsung ketika AS masih berjuang mengendalikan Inflasi mereka yang tampaknya masih menyimpan potensi memanas, di tengah harapan suku bunga bisa dipotong secepatnya tahun ini. US headline Inflation dilaporkan berada pada level 3.1% yoy di bulan Januari, memang melandai dari 3.4% bulan sebelumnya, namun di atas perkiraan para ekonom pada 2.9%. Inflasi Inti, yang dipantau The Fed lebih ketat secara itu mengecualikan barang-barang volatil seperti makanan dan bahan bakar, tetap di jalur 3.9% yoy seperti Desember, pun tak bisa memenuhi estimasi untuk mendingin ke level 3.7%. Pada pekan yang sama, Inflasi di tingkat produsen pun dilaporkan memanas ke tingkat 0.3%, lebih tinggi dari perkiraan para ekonom di 0.1%, setelah pada bulan sebelumnya drop 0.2%. Initial Jobless Claims pun muncul di angka yang lebih rendah dari perkiraan. Indikator ekonomi di atas memupuskan harapan pemotongan suku bunga terjadi di bulan Maret, membuat semakin pesimis kemungkinan di bulan Mei, sehingga pelaku pasar semakin yakin paling tidak baru di bulan Juni pivot 25 bps ini baru bisa terwujud, dengan peluang 79% seperti dilansir dari CME FedWatch Tool. Para pejabat The Fed pun mengamini dengan berbagai komentar mereka yang terus memberi sinyal bahwa mereka belum berencana untuk menurunkan suku bunga lebih awal, di mana Gubernur Federal Reserve Michelle Bowman mengatakan bahwa dia tidak mengharapkan Fed untuk segera menurunkan suku bunga karena langkah-langkah kebijakan moneter yang ketat dirasa masih diperlukan untuk menjaga inflasi tetap rendah dan menuju Target 2%. Satu data ekonomi yang menjelaskan melemahnya daya belanja masyarakat adalah US Retail Sales yang drop 0.8% mom di bulan Januari (lebih rendah dari perkiraan para ekonom-0.2% dan dari bulan sebelumnya 0.4%) didorong oleh lesunya penjualan kendaraan dan SPBU. Sentimen laporan keuangan perusahaan juga masih menjadi bagian dari penggerak market, di mana para investor optimis 80.3% perusahaan S&P500 telah mengalahkan estimasi pendapatan, melebihi rata-rata tahunan 76%, seperti dilansir dari data LSEG.

Di benua lain, Jepang & Inggris harus hadapi kenyataan bahwa perekonomian mereka masuk ke dalam resesi. Jepang dinobatkan technical recession secara dua kuartal berturut-turut mencatatkan pertumbuhan ekonomi negatif pada kuartal 3 dan 4 tahun 2023 (masing-masing -3.3% dan 0.4% yoy), sementara Inggris alami kontraksi pertumbuhan ekonomi pertama kalinya sejak September 2021, di mana saat ini GDP 4Q23 Inggris berada pada level minus 0.2% yoy. Sementara itu, Eurozone merilis GDP kuartal 4/2023 yang cukup aman pada level 0.1% yoy, in-line dengan ekspektasi, bahkan mampu sedikit menguat dibanding posisi flat 0% pada kuartal sebelumnya.

Harga MINYAK catatkan kenaikan pada pekan lalu, di mana acuan Brent naik di atas 1% dan US WTI menguat sekitar 3%, didukung oleh meluasnya konflik Timur Tengah. Pada hari Kamis lalu, Hezbollah meng-klaim telah meluncurkan lusinan roket ke area utara Israel sebagai balasan atas terbunuhnya 10 rakyat sipil di selatan Lebanon. Namun demikian, para pengamat market menilai supply minyak tidak begitu terganggu dengan perkembangan terakhir ini. Di tempat lain, ancaman keamanan belum hilang dari Laut Merah secara sebuah missile telah ditembakkan dari Yemen ke sebuah kapal tanker pengangkut minyak yang bertujuan ke India.

This week’s outlook:

Pada pekan perdagangan yang terpotong libur President’s Day di AS, para investor akan memusatkan perhatian pada rilis Notulen Rapat Federal Reserve untuk FOMC Meeting 30-31 Januari lalu, yang mana pada waktu itu para pembuat kebijakan moneter telah menetapkan suku bunga tak berubah dan mengindikasikan kecil
kemungkinan pemotongan suku bunga terjadi di bulan Maret. Oleh karena itu, para pelaku pasar telah memundurkan ekspektasi pivot mereka ke bulan Juni, setelah mengevaluasi angka tenaga kerja yang masih kuat, GDP & data Inflasi. Indikator ekonomi yang ditunggu pekan ini adalah Existing Home Sales dan Initial Jobless Claims mingguan.

Laporan keuangan Nvidia akan ditunggu para investor hari Rabu di tengah hype atas masa depan terkait industry AI. Chip dari Nvidia dianggap memegang standar tinggi pada industry AI, mendorong naik sahamnya 3x lipat di tahun 2023 dan juga sudah naik 50% di tahun 2024 ini, menobatkannya menjadi perusahaan AS dengan
market cap terbesar ketiga setelah Microsoft dan Apple. Keuntungan Nvidia sendiri telah meng-cover seperempat dari kenaikan S&P500 di tahun ini. Hasil laporan keuangan Nvidia dipercaya akan sangat menentukan arah market ke depannya. Tak Cuma itu saja, laporan kinerja perusahaan retail AS juga akan meramaikan sentiment pasar, seperti Walmart yang diperkirakan para analis akan mampu laporkan peningkatan laba 8% berkat rendah biaya supply chain dan jatuhnya harga gas sejak November.

Sejumlah PMI data dari penjuru dunia dijadwalkan rilis pekan ini, di mana US PMI sepertinya akan mampu bertahan di teritori ekspansif setelah mencapai titik tertinggi 6 bulan di Januari. German 4Q23 GDP data dan Ifo business climate index juga akan keluar hari Jumat mendatang.

Market China finally akan dibuka Senin ini setelah libur panjang Lunar New Year. MSCI Asia & Pacific ex-Japan membukukan pekan terbaik di tahun ini dengan menguat 2%. Para pelaku pasar menantikan langkah stimulus apa lagi yang akan diluncurkan pemerintah China demi mengangkat pasar sahamnya yang masih terpuruk. Hari Minggu kemarin, bank sentral China menetapkan suku bunga tak berubah (sesuai ekspektasi) secara ketidakpastian sekitar kapan The Fed akan lakukan pemotongan suku bunga membuat China sulit bermanuver dengan kebijakan moneternya. Belum lagi China masih bergulat dengan problematika seputar sector property nya, dengan data harga rumah baru dijadwalkan rilis di penghujung pekan. Sementara itu di Negara tetangga, Nikkei masih mampu menguat 4.3% pekan lalu, dan sudah melonjak lebih dari 15% tahun ini, didukung oleh meningkatnya optimisme terkait pendapatan perusahaan Jepang dan nilai tukar mata uang yang sangat lemah. Pada pekan ini pun akan ditunggu keputusan suku bunga acuan dari bank sentral Korea Selatan dan Indonesia, selain Japan Machinery Orders untuk bulan Desember.

Download full report HERE.