Summary:

DATA EKONOMI AS YANG KUAT KEMBALI MEMUNCULKAN KOMENTAR HAWKISH DARI PARA PEJABAT FEDERAL RESERVE. Untuk minggu lalu, ketiga indeks utama AS mencatat kenaikan mingguan kelima berturut-turut dengan S&P menguat 1,4%, Nasdaq melejit 2,3% dan Dow naik tipis 0,04%. Data PMI AS  menunjukkan aktivitas usaha secara keseluruhan terutama sektor Service di AS mengalami pertumbuhan yang sehat di wilayah ekspansif, sementara aktivitas Ekspor – Impor AS di bulan Desember juga naik di atas bulan sebelumnya (sesuai ekspektasi). Melengkapi semua itu, Initial Jobless Claims rilis di angka 218 ribu untuk pekan terbaru, kembali merendah dari pekan sebelumnya dan juga lebih sedikit dari ekspektasi 221 ribu. Revisi tingkat Inflasi konsumen AS menunjukkan bahwa tingkat inflasi tahunan pada 4Q23 tidak berubah pada 3,3%, menunjukkan bahwa pelonggaran tekanan harga sepanjang tahun lalu berjalan di jalur yang diharapkan. Gambaran yang beragam atas ekonomi AS ini kemungkinan besar tidak akan mengubah view The Fed yang masih merasa suku bunga higher for longer masih diperlukan saat ini. Otomatis sejumlah data ekonomi yang kuat di atas semakin memupus harapan para pelaku pasar bank sentral akan mulai memangkas suku bunga pada bulan Maret. Sejauh ini polling Fed Rate Monitor Tool dari Investing.com telah menunjukkan 84% peluang suku bunga akan ditahan tetap pada FOMC Meeting bulan Maret. Sebaliknya, potensi pemotongan suku bunga 25 bps sekiranya mampu terwujud di bulan Mei walaupun probabilitynya telah turun ke 52.2% dari hampir 60% sepekan sebelumnya. Di pihak lain, The Fed dirasakan perlu segera meninggalkan era suku bunga higher for longer secara sudah terdeteksi tekanan pada bank dan pemilik property real estate komersial, yang mana isu ini juga telah diangkat oleh US Treasury Secretary Janet Yellen pekan lalu, walau beliau yakin situasi masih aman terkendali dengan bantuan dari bank regulator.

MARKET EROPA & ASIA: Sementara bursa Asia kebanyakan mengalami pekan perdagangan yang singkat karena terpotong libur Chinese New Year, Eropa turut merilis data-data PMI dari Eurozone, Jerman yang mana keduanya masih berjuang untuk keluar dari wilayah kontraksi, sementara Inggris setidaknya telah berhasil melenggang di wilayah ekspansif. Bicara mengenai PMI, China dan Jepang telah merilis Services PMI yang menunjukkan sektor Jasa mereka stay di wilayah ekspansif pada bulan Januari. Sayangnya, deflasi China masih bercokol di mana CPI (Jan.) semakin terjerumus pada angka -0.8% yoy, deflasi semakin membengkak dari -0.3% di bulan sebelumnya dan juga lebih besar dari perkiraan -0.5%. Hal yang sama nampak pada PPI (Jan.) yang masih bergelut di wilayah negatif 2.5% yoy, sedikit naik dari posisi bulan Des pada -2.7%. Masih membahas CPI, Jerman sebagai negara ekonomi terbesar di Eropa, laporkan CPI bulan Januari semakin mendingin ke level 2.9% yoy, dari 3.7% di bulan sebelumnya, on track menuju Target 2% dari ECB. German Factory Orders di bulan Desember alami peningkatan signifikan 8.9% mom dari pertumbuhan flat di bulan sebelumnya, walau di satu sisi German Industrial Production untuk bulan Desember semakin melempem -1.6% mom, dari -0.2% di bulan November.

INDONESIA: mencatatkan pertumbuhan ekonomi kuartal 4 tahun 2023 sebesar 5.04% yoy, mampu lampaui ekspektasi konsensus 5.0% pun lebih tinggi dari kuartal 3 di 4.94% didukung oleh belanja domestik. Secara full year, GDP 2023 berada di angka 5.05% dan melampaui proyeksi sejumlah lembaga walau pertumbuhan ekonomi tahun 2023 ini melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2022 yang 5,31%. Cadangan Devisa untuk bulan Januari sedikit terdepresiasi ke posisi USD145.1 miliar dibanding USD146.4 miliar di bulan Desember. Posisi nilai tukar Rupiah berada di posisi terkuat dalam 2 pekan terakhir, ditutup pada IDR15,611/USD sebelum pasar keuangan Indonesia libur long-weekend menyambut Tahun Baru Imlek. Pekan perdagangan yang singkat ini juga ternyata mampu mengumpulkan belanja asing di pasar saham sebesar IDR4.45 triliun (RG market), mentotalkan posisi YTD menjadi hampir IDR7 triliun.

KOMODITAS: Harga MINYAK mendulang kenaikan 6% selama sepekan terakhir (setelah anjlok 7% di pekan sebelumnya) akibat meningkatnya kembali kekhawatiran atas konflik Timur Tengah yang masih akan berlanjut setelah Israel menolak tawaran gencatan senjata dari Hamas. AS pun terlihat telah menggempur gerombolan terkait Iran di Irak, Syiria, dan Yaman. Di Rusia, masih terdata serangan drone Ukraina menyerang kilang minyak terbesar di selatan Rusia, membuat Rusia mengurangi ekspor solar dan juga nafta, sebuah bahan baku petrokimia. Ditambah oleh statement dari US Energy Department mengatakan bahwa produksi minyak mentah AS tidak akan mampu memenuhi ekspektasi. Produksi kilang AS telah dihentikan sementara untuk keperluan maintenance, yang telah membuat produksi AS merosot signifikan.

This week’s outlook:

Setelah data tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi yang kuat baru-baru ini membuat pasar mengevaluasi kembali waktu penurunan suku bunga Federal Reserve, semua perhatian akan tertuju pada LAPORAN INFLASI AS di bulan Januari yang dirilis pada hari Selasa. Jika ada tanda-tanda bahwa tekanan harga mulai melonggar dapat mendorong taruhan penurunan suku bunga lebih lama lagi di masa depan. Para ekonom memperkirakan kenaikan harga konsumen sebesar 0,2% dari bulan sebelumnya, dengan kenaikan tahunan sebesar 2,9%. Headline Inflation diramal meningkat 3,8% yoy. Para pelaku pasar juga akan memantau komentar dari sejumlah pejabat The Fed di minggu ini. Dari AS, kalender ekonomi mereka pun akan berisikan angka Penjualan Retail untuk bulan Januari, yang akan diumumkan hari Kamis berbarengan dengan Initial Jobless Claims; sementara data Inflasi di tingkat produsen dan Consumer Sentiment akan keluar di hari Jumat.

MUSIM LAPORAN KEUANGAN masih akan mendominasi di pekan ini bahkan setelah S&P500 mencapai level 5.000 untuk pertama kalinya sepanjang sejarah dan Nasdaq sempat berada di atas 16.000 pada hari Jumat lalu, didukung oleh saham-saham megacaps dan chip makers. Dari hasil lapkeu yang telah dirilis, dari sekitar dua pertiga perusahaan S&P 500, data LSEG menunjukkan perkiraan Wall Street sekarang bahwa ada pertumbuhan sebesar 9,0% untuk laba kuartal 4/2023, dibandingkan ekspektasi pada awal tahun adalah pertumbuhan 4,7%; sementara 81% perusahaan telah melampaui perkiraan, dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya di mana rata-rata 76% selama 4 periode lapkeu sebelumnya, menurut Reuters.

Harga MINYAK diperkirakan masih akan tetap volatile dalam beberapa hari ke depan setelah penguatan 6% di pekan lalu.

INGGRIS akan merilis data ketenagakerjaan, inflasi dan GDP yang akan dimonitor dengan ketat pada minggu ini karena para investor mencoba menentukan waktu penurunan suku bunga pertama Bank of England. EUROZONE pun akan merilis GDP 4Q23 di hari Rabu dengan perkiraan ekonomi masih mandeg di pertumbuhan 0.1% yoy.

JEPANG dijadwalkan merilis perkiraan awal GDP di hari Selasa, dengan estimasi pertumbuhan ekonomi kuartal 4/2023 mulai rebound, menyusul kontraksi di kuartal 3 seiring tekanan Inflasi membebani belanja rumah tangga dan memperlambat investasi perusahaan. Data ini dipantau ketat oleh para pelaku pasar di tengah pertaruhan Bank of Japan akan mengakhiri kebijakan suku bunga negatif mereka (yang telah bertahan sejak tahun 2016) di bulan April tahun ini. Data PDB juga kemungkinan akan menunjukkan bahwa perekonomian Jepang telah merosot ke peringkat keempat secara global, di belakang AS, China, dan Jerman.

Para investor di INDONESIA akan menunggu data Consumer Confidence (Jan.) di hari Selasa dan data Trade Balance (Jan.) serta pertumbuhan Ekspor – Impor di hari Kamis.

Download full report HERE.