Last week review:

A BIT OF 2023 FLASHBACK IN THE STOCK MARKET: Pasar saham mencatatkan kinerja mengesankan di tahun 2023, dan ditutup dengan manis berkat rally akhir tahun berlandaskan ekspektasi pemotongan suku bunga di tahun depan. Untuk tahun ini, DJIA, S&P500 dan NASDAQ membukukan pertumbuhan dua digit, sekaligus mencatatkan kenaikan secara bulanan, kuartalan, bahkan tahunan. Saham-saham berkapitalisasi kecil pun bangkit di kuartal 4 tahun ini, di mana indeks Russell 2000 membalikkan kerugian tahun berjalan sebesar 7,1% pada akhir Oktober dan malah mengakhiri tahun ini dengan kenaikan tahunan sebesar 15,1%. S&P 500, Dow dan Nasdaq telah membukukan sembilan kenaikan mingguan berturut-turut; merupakan rekor kenaikan mingguan terpanjang untuk S&P 500 sejak Januari 2004, dan rekor kenaikan terpanjang untuk Dow dan Nasdaq sejak awal 2019. Bahkan S&P 500 tinggal sekitar 1% dari rekor penutupan tertinggi yang dicapai pada 3 Januari 2022. Penutupan di atas level tersebut (4.796,56) akan mengonfirmasi bahwa indeks ini memasuki pasar bullish saat menyentuh bottom bearish pada Oktober 2022. Tahun 2023 ini juga merupakan tahun reversal yang luar biasa pada instrumen keuangan: pertama-tama bonds rally ke puncak 5.02% (US10YT) kemudian tersungkur, di mana saham-saham awalnya memulai dengan slow namun akhirnya meroket menjelang akhir tahun. Sementara itu US DOLLAR menghapus kekuatan greenback yang terjadi di semester kedua dengan longsor yang terjadi sejak awal November 2023. Yen Jepang adalah currency dengan penurunan terbesar karena Bank of Japan belum mau untuk beranjak dari kebijakan moneter super-longgarnya, sementara Cryptocurrency berhasil rebound dari sell-off 2022.

2023 ini adalah tahun yang penuh gejolak yang ditandai dengan krisis perbankan AS pada bulan Maret dan kolapsnya Credit Suisse, lambatnya (jika bukan gagalnya) perbaikan ekonomi China pasca Covid, booming-nya saham berbasis AI (Artificial Intelligence) yang berhasil mengerek tinggi NASDAQ 44% di tahun 2023 didominasi oleh saham-saham MAGNIFICENT 7: Tesla, Amazon.com, Meta, Apple, Alphabet, Nvidia, and Microsoft; keresahan pasokan minyak akibat perang IsraelHamas, dan kekhawatiran bahwa kebijakan The Fed yang ketat dapat membuat ekonomi AS jatuh ke dalam resesi. Finally, proyeksi atas penurunan suku bunga membantu memicu reli akhir tahun yang luar biasa, dengan kenaikan di atas ekspektasi pada bulan Desember ketika Federal Reserve membuka pintu untuk penurunan suku bunga AS pada tahun 2024 setelah kampanye kenaikan suku bunga sebesar 525 bps yang membantu menurunkan inflasi AS ke level 3.1% yoy di bulan November 2023, turun 4% dalam setahun dari level di bulan November 2022. Indonesia sendiri berhasil padamkan Inflasi sebesar 2.6% di tahun 2023, berangkat dari level 5.4% November tahun 2022, dan diakhiri di angka 2.9% yoy pada November 2023. Tahun lalu Bank Indonesia terpaksa harus naikkan suku bunga 25 bps ke tingkat BI7DRR terakhir 6.0% demi kendalikan Inflasi dan stabilkan nilai tukar Rupiah.

This week’s outlook:

Sejumlah pertanyaan besar menanti untuk 2024:
SAHAM: akankah pasar saham-saham global melanjutkan rally berdasarkan optimisme atas pemotongan suku bunga The Fed; ataukah perlambatan ekonomi yang terjadi malah lebih dalam dari yang diharapkan dan justru melenyapkan permintaan barang dan jasa secara keseluruhan (alias deep recession terjadi)?

US DOLLAR: akankah mata uang AS melanjutkan pelemahannya seiring langkah The Fed semakin dovish, atau mampu rebound kembali seiring ekonomi AS sebagai negara ekonomi terkuat dunia kembali bertahta di singgasana?

MARKET ASIA & EROPA: akankah kebijakan moneter suku bunga negatif Bank of Japan finally menyongsong ajalnya dan Yen Jepang mampu rebound, dan bagaimana perbaikan ekonomi China mampu berjalan seiringan dengan harapan perekonomian global membaik berkat proyeksi pemotongan suku bunga AS? Di lain pihak, apakah bank sentral Eropa masih on track dengan terkendali dalam usaha mendinginkan inflasi mereka ke target ECB & BOE di sekitar 2%? Seperti diketahui, Jerman berhasil landaikan Inflasi ke tingkat 3.2% yoy pada November 2023, turun 5.6% dalam setahun dari posisi November 2022 pada 8.8%. Sementara itu, Inggris juga berhasil menguruskan Inflasi mereka yang gemuk di 10.7% pada November 2022, hilang 6.8% dalam setahun ke level 3.9% yoy pada November 2023.

KOMODITAS: apa yang akan terjadi di pasar MINYAK MENTAH dunia seiring terjadinya konflik Timur Tengah yang mengubah tatanan supply dunia, serta sebagaimana efektif keputusan OPEC+ untuk mengurangi produksi di tengah demand yang lesu dari negara importir minyak terbesar dunia: China?

INDONESIA: apakah tahun politik akan berlangsung damai (satu/dua putaran), dan seberapa besar kepastian politik akan kembali menarik minat asing untuk berinvestasi di Indonesia; serta bagaimana Indonesia akan mampu pertahankan pertumbuhan ekonomi di tahun 2024 yang masih penuh tantangan dan ancaman resesi?

Download full report HERE.