Last week review:
Pelaku pasar merespon positif keberhasilan Federal Reserve AS menahan suku bunga acuan mereka tetap di level 5%-5.25% pada FOMC Meeting pekan lalu. Terbukti selama sepekan terakhir S&P 500 naik 2,6% (tercatat sebagai minggu kelima berturut-turut), sedangkan Dow bertambah 1,2% dan Nasdaq melejit 3,2% (merupakan kenaikan pada minggu ke-8 berturut-turut, dan kenaikan mingguan terpanjang sejak Maret 2019). Alhasil, S&P500 dan Nasdaq mencapai titik tertingginya sejak April 2022, didukung oleh sektor Teknologi. Rally meluas menyentuh sektor-sektor Energi & Industri, seiring data ekonomi menunjukkan bahwa ekonomi AS tetap kuat walau di tengah terpaan trend naik suku bunga, artinya soft landing tercapai; plus ditambah China yang malah memotong suku bunga jangka pendeknya demi menggenjot roda perekonomiannya. Namun demikian, The Fed masih memberi sinyal hawkish bahwa suku bunga acuan tersebut masih bisa naik lagi 50 bps (atau dua kali lagi) sampai akhir tahun, menuju range 5.5% – 5.75%. Benua Eropa juga melaporkan tingkat Inflasi yang aman terkendali, terbukti dari German CPI (Mei) hadir di angka 6.1% yoy, sukses melandai dari bulan April di angka 7.2%. Inggris melaporkan GDP (Apr.) di angka 0.5% yoy, kurang bisa memenuhi ekspektasi 0.6% walaupun nyata telah berhasil naik dari bulan sebelumnya di level 0.3%. European Central Bank menaikkan suku bunga untuk ke delapan kali berturut-turut, sesuai ekspektasi sebesar 25 bps membawa posisi deposit rate di 3.5% dan borrowing cost di tingkat 4%. Terakhir, tingkat Inflasi Zona Eropa pada bulan Mei dirilis turun ke tingkat ekspektasi 6.1%, berhasil melandai dari 7.0% pada bulan sebelumnya. Demikian pula Core CPI mereka bulan Mei sukses menjinak ke tingkat 5.3%, dari 5.6% pada bulan April. Indonesia mengumumkan angka Indeks Keyakinan Konsumen (Mei) yang kembali beranjak naik ke level 128.3 dari 126.1 pada bulan April; menunjukkan bertumbuhnya optimisme terhadap perekonomian Indonesia. BPS mencatat neraca perdagangan Indonesia kembali surplus pada Mei 2023 sebesar USD 440 juta. Itu merupakan capaian surplus selama 37 bulan berturut-turut, namun besarannya paling rendah sejak Mei 2020. Walau demikian, Ekspor & Impor menorehkan rapor positif dengan naik signifikan di atas ekspektasi, masing-masing sebesar 1% dan 14.35% yoy, menandakan Indonesia kebal resesi. Secara teknikal, IHSG masih terjepit antara Support MA10 & MA20, dan masih Perlu motivasi lebih dalam mencoba menembus Resistance krusial 6735-6785 serta MA50.
This week’s outlook:
Adapun pekan ini akan diisi oleh bank sentral negara lain menyusul langkah Federal Reserve dalam menentukan tingkat suku bunga mereka. China diperkirakan akan memotong suku bunga acuan mereka 10 bps ke tingkat 3.55% (deposit rate) dan 4.2% (lending rate) dalam langkah terakhir mereka untuk mendongkrak ekonomi & beralih menjauh dari deflasi. Langkah ini diperkirakan akan tetap menahan Chinese Yuan tertekan di titik terendah dalam 7 bulan. Setelah China, bank sentral Indonesia dan Filipina juga akan menggelar rapat kebijakan moneter pada hari Kamis; di mana keduanya diperkirakan akan menahan suku bunga tetap di tempat (Indonesia pada 5.75%. dan Philippines pada 6.25%). Terakhir, dari Bank of England akan memutuskan apakah jadi menaikkan suku bunga acuan mereka 25 bps ke tingkat 4.75%, setelah mereka merilis data Inflasi (Mei) pada hari Rabu di mana diperkirakan Inflasi berhasil melandai ke tingkat 8.5% yoy, dari 9.7% pada bulan sebelumnya. Benua Asia juga cukup punya banyak cerita belakangan ini di mana saham Jepang telah melonjak 20% dalam dua bulan dan berada pada level tertinggi 33 tahun, sementara indeks MSCI Asia ex-Jepang minggu lalu melonjak 3%, minggu terbaik sejak Januari. Peristiwa penggerak pasar potensial lainnya dari wilayah tersebut akan tiba di akhir pekan ini termasuk data Inflasi Jepang untuk bulan Mei yang sedianya rilis pada hari Jumat. Tingkat IHK inti tahunan diperkirakan turun menjadi 3,1% dari 3,4% di bulan April. Bank of Japan pekan lalu membiarkan kebijakan ultra-longgarnya tidak berubah dan mengisyaratkan tidak terburu-buru untuk mengubah sikap dovish-nya meskipun inflasi telah melampaui target BOJ 2% selama lebih dari setahun.
Download full report HERE.