Today’s Outlook:

MARKET AS: Pasar mencerna data yang menunjukkan pasar tenaga kerja AS tetap ketat, dan prospek penurunan suku bunga setelah mendengar komentar dari Federal Reserve Chairman Jerome Powell. The Fed membutuhkan lebih banyak data sebelum memotong suku bunga untuk memastikan pembacaan inflasi yang lebih lemah baru-baru ini benar-benar mencerminkan tekanan harga yang mendasarinya, kata Powell dalam sebuah konferensi di Portugal pada hari Selasa. Departemen Tenaga Kerja melaporkan pada hari Selasa hasil survey JOLTs JOB OPENINGS sebagai ukuran permintaan tenaga kerja, naik sebesar 221,000 menjadi 8.140 juta pada hari terakhir bulan Mei, level terendah sejak Februari 2021 dan sedikit di atas ekspektasi Wall Street yang berharap melihat angka di bawah 8 juta. Namun demikian, imbal hasil pada benchmark obligasi AS tenor 10 tahun turun 4.9 basis poin menjadi 4.43%. Portfolio managers mengartikan komentar Powell bahwa sepertinya dia sedang mempersiapkan dasar untuk pemotongan suku bunga mungkin pada bulan September. Pasar saat ini melihat kemungkinan penurunan suku bunga sebesar 64% di bulan September, naik dari sekitar 61% minggu lalu, demikian menurut Fed Rate Monitor Tool dari Investing.com. Adapun statement Powell tsb muncul sehari menjelang rilis Notulen Rapat The Fed bulan Juni dan lebih banyak wawasan tentang pasar tenaga kerja akan datang dari data Nonfarm Payrolls hari Jumat.

INDIKATOR EKONOMI : Hari ini giliran data tenaga kerja di sektor swasta alias ADP NONFARM EMPLOYMENT CHANGE (Jun) yang akan jadi pusat perhatian para investor, di mana diperkirakan akan terjadi penambahan pegawai baru sebesar 7 ribu ke angka 159 ribu, sedikit lebih tinggi dari bulan sebelumnya 152 ribu. INITIAL JOBLESS CLAIMS mingguan akan diumumkan lebih awal dari biasanya hari Kamis mengantisipasi adanya libur hari kemerdekaan 4th July. Menyusul pula data Composite & Services PMI dari S&P Global yang akan mencari tahu apakah aktivitas bisnis pada umumnya dan jasa pada khususnya di US mampu bertahan di area ekspansif, mengingat data Factory Orders (May) diprediksi melemah.

KOMODITAS : Harga MINYAK mentah turun karena kekhawatiran gangguan supply yang disebabkan oleh Hurricane Beryl memudar. Futures BRENT turun 0.42% pada USD 86.24 / barel, sementara US WTI ditutup pada harga USD 82.81 / barel, turun 0.68%. Harga spot EMAS turun tipis 0.07% menjadi USD 2,330.03 / ons, sementara futures lebih terdepresiasi sedikit menjadi USD 2,325.80 / ons.

CURRENCY : DOLLAR INDEX, yang mengukur kekuatan greenback terhadap sekeranjang mata uang utama dunia lainnya termasuk Yen dan Euro, turun 0.15% menjadi 105.68. Terhadap Yen Jepang, Dollar melemah 0.01% pada 161.44 setelah sempat mencapai 161.745 pada hari Selasa, merupakan posisi terkuat dalam hampir 38 tahun, sebagian besar didorong oleh kesenjangan suku bunga AS-Jepang yang lebar.

INDONESIA : Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Juni 2024 terkoreksi ke level 50.7 , turun 2.68% dari level 52.1 pada Mei 2024. Meski turun, PMI Manufaktur Indonesia masih melanjutkan tren ekspansif selama 34 bulan berturut-turut. PMI Manufaktur Indonesia sekarang berada lebih rendah dari negara2 seperti China & AS yang masing-masing berada di level 51.8 dan 51.7, serta juga dari beberapa negara kawasan ASEAN seperti Vietnam & Thailand ; yang masing-masing berada di angka 54.7 dan 51.7. S&P Global menyebut penurunan PMI Indonesia disebabkan lesunya ekspor selama empat bulan berturut-turut. Pada saat yang sama , pemerintah menyiapkan wacana menaikkan bea masuk hingga 200% pada produk impor tekstil asal China sebagai respons atas tindakan dumping China yang dianggap merugikan industry dalam negeri. Pengamat ekonomi menekankan potensi blunder pada rencana Menteri Perdagangan ini karena pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) yang terlalu tinggi terhadap produk impor justru berisiko memunculkan aksi retaliasi dari negara asal, apalagi ketika Indonesia ternyata tidak bisa membuktikan adanya tindakan dumping pada produk impor asal China. . Bisa saja, China kemudian berbalik menerapkan bea masuk yang tinggi terhadap produk ekspor Indonesia.

Corporate News
PTPP: PTPP Rogoh Dana IDR 1.25 Triliun Lunasi Utang Obligasi dan Sukuk
Emiten BUMN konstruksi PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) merogoh kocek sebesar IDR 1.25 triliun untuk membayar utang obligasi dan sukuk mudharabah, yang memiliki tenggat jatuh tempo pada Selasa (2/7/2024). Perinciannya, PTPP Obligasi Berkelanjutan III Tahap I tahun 2021 Seri A bernilai IDR 800 miliar dan Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Tahap I Tahun 2021 Seri A sebesar IDR 400 miliar. Obligasi dan sukuk mudharabah itu merupakan hasil dari penawaran umum berkelanjutan yang digelar PTPP pada 2021 dengan tenor selama tiga tahun, serta kupon 8,5% per tahun. Direktur Utama PTPP Novel Arsyad menuturukan perseroan telah mengirimkan dana pelunasan obligasi dan sukuk mudharabah ke rekening Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) pada Senin (1/7/2024) atau sehari sebelum tanggal jatuh tempo. Menurutnya, pemenuhan kewajiban jatuh tempo ini menjadi komitmen PTPP untuk mengedepankan dan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan secara baik, sekaligus memberikan dampak positif bagi kinerja keuangan ke depan. (Bisnis)

Domestic Issue
3 Bulan Jelang Jokowi Lengser, Rasio Utang RI Naik jadi 38.71%
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat rasio utang pemerintah per akhir Mei 2024 naik ke level 38.71% terhadap produk domestik bruto (PDB) jelang berakhirnya masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Adapun, posisi utang pemerintah tembus IDR 8,353.02 triliun hingga akhir Mei 2024. Posisi utang pemerintah saat ini meningkat jika dibandingkan dengan posisi pada bulan sebelumnya (month-to-month/ mtm) yang sebesar IDR 8,338.43 triliun atau dengan rasio 38.64% terhadap PDB. Adapun, mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri dengan proporsi 71,12%. Hal ini sejalan dengan kebijakan pembiayaan utang pemerintah yang mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap. Berdasarkan instrumennya, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa Surat Berharga Negara (SBN), yang mencapai 87.96%. Lebih lanjut, per akhir Mei 2024, lembaga keuangan memegang sekitar 41.9% kepemilikan SBN domestik, terdiri dari perbankan 22.9% dan perusahaan asuransi dan dana pensiun 18.9%. Sementara itu, investor asing hanya memiliki SBN domestik sekitar 14.1%. Jumlah tersebut termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing. (Bisnis)

Recommendation

US10YT terbentur area Resistance upper channel sekitar yield 4.516% dan oleh karenanya menguji Support MA50 / yield 4.424%. POTENTIAL : konsolidasi lebih lanjut akan membawa yield ke arah Support berikutnya yaitu jajaran MA10 & MA20 sekitar yield 4.330%.

ID10YT finally menunjukkan reaksi rebound di Support trendline dan kembali bergerak di atas Resistance MA10 , menandakan trend naik yield masih intact. POTENTIAL : yield menuju Resistance dari level previous High sekitar 7.243%, dalam perjalanan menuju TARGET (pattern) sekitar 7.325%. ADVISE : antisipasi penurunan pada harga lebih lanjut.

Download full report HERE.