Today’s Outlook:
MARKET AS: Beberapa data ekonomi yang lemah dan kebijakan tarif Trump yang terus berlanjut membuat investor waspada terhadap kesehatan keuangan AS.
MARKET SENTIMENT: BI 7D RR & FOMC Meeting.
FIXED INCOME AND CURRENCY: Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor pendek naik pada hari Senin setelah data penjualan ritel AS bulan Februari naik 1%, mengalahkan estimasi ekonom. Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun turun 1 poin menjadi 4,30%. Imbal hasil Treasury AS bertenor 2 tahun terangkat 3 poin menjadi 4,05%. Dolar melemah terhadap euro pada hari Selasa karena parlemen Jerman menyetujui rencana lonjakan belanja besar-besaran pada hari Selasa dan karena Federal Reserve memulai pertemuan kebijakan bulan Maret yang dapat memberikan petunjuk tentang arah suku bunga AS. Euro naik 0,2% pada $1,0945, setelah mencapai $1,0954 di awal sesi, level tertinggi sejak 10 Oktober. Greenback mencapai level tertinggi dua minggu terhadap yen sebelum memangkas kenaikan untuk diperdagangkan hampir tidak berubah pada hari ini di 149,165 yen, menjelang keputusan kebijakan hari Rabu oleh Bank of Japan. Di tempat lain, dolar Australia tergelincir 0,4% menjadi $0,6358 setelah naik ke level tertinggi dalam waktu sekitar satu bulan pada hari Senin.
-Euro naik 0,2% pada $1,0945, setelah mencapai $1,0954 di awal sesi, level tertinggi sejak 10 Oktober. Dolar melemah terhadap euro pada hari Selasa karena parlemen Jerman menyetujui rencana lonjakan belanja besar-besaran pada hari Selasa dan karena Federal Reserve memulai pertemuan kebijakan bulan Maret yang dapat memberikan petunjuk mengenai arah suku bunga AS.
-Rupiah melemah 0,3% terhadap dollar. Mata uang ini merupakan mata uang dengan performa terburuk di Asia tahun ini. Dollar mencapai level tertinggi dua minggu terhadap yen sebelum memangkas keuntungan dan diperdagangkan hampir tidak berubah pada hari ini di 149,165 yen, menjelang keputusan kebijakan Bank of Japan pada hari Rabu.
EROPA: Fokus investor tertuju pada kesepakatan reformasi utang Jerman yang bersejarah dan panggilan telepon yang diawasi dengan ketat antara Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Rusia Vladimir Putin. Bundestag Jerman pada hari Selasa sore memberikan suara mendukung paket fiskal utama yang menciptakan pengecualian terhadap aturan utang yang telah lama berlaku untuk membuka pengeluaran pertahanan yang lebih tinggi, serta memungkinkan dana infrastruktur dan iklim sebesar 500 miliar euro ($ 548 miliar).
ASIA: Indeks Harga Saham Gabungan merosot sebanyak 7,1%, penurunan intraday terbesar sejak September 2011. Pasar mengalami penghentian sementara selama 30 menit setelah jatuh melewati ambang batas 5% untuk pertama kalinya sejak akhir 2020. Kekhawatiran tentang prospek pertumbuhan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini meningkat, menyusul arahan Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini untuk merealokasi dana ke proyek-proyek prioritasnya. Indonesia mencatatkan defisit anggaran yang jarang terjadi di awal tahun ini, dengan pendapatan negara turun lebih dari 20% dari tahun ke tahun.
KOMODITAS: Emas mencapai rekor tertinggi di atas $3.000 pada hari Selasa, seiring dengan para investor yang mencari logam mulia ini sebagai tempat berlindung dari risiko akibat konflik yang berkobar di Timur Tengah dan Presiden AS Donald Trump yang terus melanjutkan rencana tarif. Emas spot mencapai puncaknya di $3.028,24 pada awal perdagangan, dan naik 1,2% di $3.037,38 per ons. Harga naik di atas $3.000 untuk pertama kalinya pada 14 Maret. Emas berjangka AS naik 1,3% menjadi $3,043.40. Hal ini dipicu oleh serangan udara Israel yang menghantam Gaza, menewaskan 326 orang, otoritas kesehatan Palestina mengatakan pada hari Selasa, dan menggagalkan gencatan senjata dua bulan dengan Hamas. Di tempat lain, Donald Trump telah mengajukan rencana untuk serangkaian tarif AS, termasuk bea masuk 25% untuk baja dan aluminium yang mulai berlaku pada bulan Februari, serta tarif timbal balik dan tarif sektoral yang katanya akan diberlakukan pada 2 April. Minyak mentah berjangka Brent turun 51 sen, atau 0,72%, menjadi ditutup pada $70,56 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 68 sen, atau 1,01%, menjadi menetap di $66,90 karena Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin mendiskusikan langkah-langkah untuk mengakhiri perang tiga tahun di Ukraina, yang dapat menghasilkan kemungkinan pelonggaran sanksi terhadap ekspor bahan bakar Rusia.
Global News
Penaikan Royalti Minerba Tetap Lanjut Kala Industri Dibayangi Tutup Tambang-PHK
Rencana penaikan tarif royalti mineral dan batu bara dipastikan segera diimplementasikan meski menuai keberatan dari pelaku usaha tambang. Pemerintah menegaskan kebijakan ini tak akan memberatkan industri. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan bahwa draf aturan tarif baru royalti batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan logam timah hampir rampung dan telah berada di Kementerian Sekretariat Negara. Tarif baru itu akan dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) yang merupakan revisi dari PP Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta PP No. 15 Tahun 2022 tentang Perlakukan Perpajakan dan/atau PNBP di Bidang Usaha Pertambangan Batubara. Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Tri Winarno memastikan bahwa kebijakan penaikan royalti tersebut tak akan sampai mematikan industri tambang. Dia mengatakan, pemerintah telah melakukan kajian dan mengukur kemampuan keuangan perusahaan-perusahaan tambang sebelum memutuskan menaikkan royalti minerba. “Pemerintah sebelum melakukan penaikan, pasti melakukan evaluasi laporan keuangan perusahaan yang mana bisa optimal antara penerimaan [untuk] pemerintah dengan perusahaan,” jelas Tri, Selasa (18/3/2025). Tri mengaku setidaknya pemerintah mempelajari laporan keuangan minimal 10 perusahaan dari setiap subsektor minerba. Dari hasil kajian mendalam terhadap laporan keuangan perusahaan, pemerintah yakin para pengusaha tak akan rugi jika tarif royalti minerba naik. Untuk itu, dia menilai protes yang diajukan pengusaha atas rencana kenaikan royalti tidak komprehensif. “Kami masih menerima beberapa masukan, tapi masukannya itu enggak komprehensif. Artinya, ‘kami akan rugi’. Lho, angka ruginya sebelah mana?” tutur Tri. (Bisnis)
Corporate News
WIKA: Wijaya Karya Alami Gagal Bayar Sukuk dan Obligasi
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) mengalami gagal bayar kewajiban sukuk mudharabah berkelanjutan dan obligasi berkelanjutan. Informasi gagal bayar BUMN karya tersebut diumumkan oleh PT Bank Mega Tbk selaku wali amanat penerbitan dua seri surat utang tersebut. Berdasarkan pengumuman yang dikutip, Senin, 17 Maret 2025, Wijaya Karya mengalami gagal bayar kewajiban pembayaran kembali untuk dana sukuk mudharabah berkelanjutan II Tahap II tahun 2022 seri A yang jatuh tempo 18 Februari 2025. “Dengan ini memberitahukan kepada para Pemegang Sukuk Mudharabah Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap II Tahun 2022 bahwa PT Wijaya Karya (Persero) Tbk telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kembali untuk Dana Sukuk Mudharabah Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap II Tahun 2022 Seri A yang jatuh tempo tanggal 18 Februari 2025 dan kelalaian tersebut tidak diperbaiki dalam batas waktu sebagaimana ditetapkan dalam Perjanjian Perwaliamanatan.”Selain itu, Wijaya Karya juga mengalami gagal bayar atas kewajiban pelunasan pokok obligasi berkelanjutan II Tahap II tahun 2022 seri A yang jatuh tempo pada 18 Februari 2025. “Dengan ini memberitahukan kepada para Pemegang Obligasi Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap II Tahun 2022 bahwa PT Wijaya Karya (Persero) Tbk telah lalai dalam memenuhi kewajiban pelunasan Pokok Obligasi Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap II Tahun 2022 Seri A yang jatuh tempo tanggal 18 Februari 2025 dan kelalaian tersebut tidak diperbaiki dalam batas waktu sebagaimana ditetapkan dalam Perjanjian Perwaliamanatan.” (Media Asuransi)
Recommendation
US10YT naik 1,17% menjadi 4,320%. Imbal hasil obligasi acuan Amerika berbalik dari tren naik sebelumnya menjadi tren turun karena Trump melanjutkan kebijakan tarrif dan perang dagangnya terhadap negara-negara besar dunia meskipun para ekonom menunjukkan kemungkinan besar negara tersebut akan memasuki resesi di akhir tahun 2025.
ID10YT naik 0.37% menjadi 6.981% yang merupakan resistance dinamis terdekat MA200 (merah). Sebagian besar investor khawatir akan implikasi dari peluncuran Sovereign Wealth Fund Danantara.
Download full report HERE.