-GOVERNMENT BONDS-
September Deflasi, Pasar SUN Relatif Naik. Harga SUN ditutup mixed dengan kecenderungan menguat, di tengah inflasi yang rendah. Hampir semua SUN mencatatkan penurunan yield, dengan SUN benchmark 10-tahun turun 0,6 bps. Penurunan yield paling dalam tercatat di SUN dengan tenor 15-tahun yang turun 2,3 bps. Sementara itu, penurunan yield paling kecil terjadi pada SUN benchmark tenor 20-tahun yang turun 0,2 bps. Aksi beli selektif SUN terjadi pasca Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia periode September berada di level deflasi -0,05% MoM. Ini menjadi deflasi yang ketiga dalam tiga bulan beruntun, atau deflasi sepanjang 3Q20. Sementara itu, inflasi secara tahunan berada di level 1,42%, dengan inflasi tahun kalender di level 0,89% YtD. Deflasi dalam tiga bulan terakhir, mengindikasikan masih rendahnya konsumsi masyarakat. Sejumlah masyarakat relatif memilih untuk menabung dibanding melakukan konsumsi. Sebagai catatan, inflasi rendah membuat maka obligasi semakin atraktif karena memberikan real return yang lebih tinggi.

-CORPORATE BONDS-
Obligasi Korporasi Jatuh Tempo IDR 11,35 Triliun. Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat bakal ada surat utang korporasi jatuh tempo senilai IDR 11,35 triliun dari 23 obligasi/sukuk pada Oktober 2020. Adapun, peringkat kredit dari surat utang tersebut beragam. Terdapat 7 surat utang dengan peringkat idAAA, 2 surat utang berperingkat idAA-, 1 surat utang berperingkat idA+, dan 5 surat utang berperingkat idA. Selanjutnya, satu surat utang berperingkat idBBB dan sisanya tidak memiliki peringkat. Sementara itu, hingga 30 September 2020, Pefindo sudah mendapatkan mandat pemeringkatan surat utang korporasi senilai IDR 39,6 triliun. Adapun, sekitar IDR 30 triliun dari mandat tersebut diyakini akan terealisasi pada 4Q20. Sementara itu, nilai emisi obligasi korporasi pada periode Juli — September 2020 senilai IDR 37,73 triliun menjadi yang tertinggi dibandingkan dua kuartal sebelumnya. Pada 1Q20 tercatat total nilai emisi obligasi dan sukuk di lantai bursa senilai IDR 12,56 triliun dan 2Q20 senilai IDR 15,14 triliun. Hingga 25 September 2020, total emisi surat utang korporasi di BEI telah mencapai IDR 65,43 triliun yang diterbitkan oleh 53 perusahaan. (Bisnis Indonesia)

-MACROECONOMY-
PMI Manufaktur September turun ke 47,2. Hasil survei IHS Markit Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia menunjukkan bahwa industri manufaktur di Indonesia kembali menurun dari bulan Agustus 2020. Purchasing Managers’ IndexTM (PMITM) Manufaktur Indonesia dari IHS Markit menurun empat poin dari sebelumnya di level 50,8 pada Agustus menjadi 47,2 di bulan September 2020. Penurunan tersebut terjadi akibat adanya penerapan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta yang berimbas pada kegiatan manufaktur Indonesia selama bulan September. Akibatnya perusahaan harus meningkatkan upaya untuk mengurangi kapasitas dan biaya tambahan seiring dengan penurunan aktivitas pembelian, investaris yang juga menipis dan inflasi yang mengalami penyesuaian. Adapun, PSBB yang kembali diberlakukan itu turut berdampak dan merugikan terhadap penjualan dan produksi manufaktur. Indeks Manufaktur Indonesia yang sempat membaik di bulan Agustus 2020 ini akhirnya harus kembali memburuk di bulan September 2020 akibat penurunan permintaan yang cukup tajam. (Kontan)

-RECOMMENDATION-
Real Return Tinggi Topang Pasar Akhir Pekan. Deflasi Indonesia berturut-turut kembali membuat obligasi domestik menjadi atraktif, karena menawarkan tingkat real return yang tinggi. Di sisi lain, deflasi ini juga berpeluang membuat BI kembali menurunkan suku bunga acuan BI 7-DRRR. Kemarin, nilai tukar rupiah ditutup menguat 0,3% ke level IDR 14.835/USD. Penguatan juga terjadi pada kurs tengah BI, sebesar 0,28% ke level IDR 14.876/USD. Investor dapat kembali mencermati tenor pendek FR0086 dan FR0087. Faktor likuiditas tenor pendek menjadi penting, ditengah volatitilitas pasar obligasi saat ini. Sementara itu, tenor panjang FR0083 dan FR0076 yang saat ini tengah diminati oleh investor asing. Sejumlah pelaku pasar minati tenor panjang karena menawarkan yield yang tinggi ditengah tren suku bunga rendah saat ini.